Banyak Masjid-masjid di Jakarta sangat menarik dikunjungi untuk berwisata. Yup, kalau buat saya sih berkunjung ke Masjid bukan cuma untuk beribadah atau untuk numpang sholat aja, tapi saya juga sering blusukan ke berbagai Masjid, baik karena tertarik untuk mengagumi arsitekturnya atau mempelajari sejarahnya.
Begitupun sebagai seorang Tourist Guide di Jakarta, saya cukup sering membawa wisatawan asing, ataupun domestik, untuk berwisata mengunjungi Mesjid. Sebagai negara berpopulasi agama Islam terbanyak di dunia, peran Masjid tentu sangat penting untuk diceritakan kepada para wisatawan yang sering saya bawa.
Berikut ini 5 Mesjid Paling Menarik dikunjungi di Jakarta, versi Creative Traveler.
1. Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal adalah Masjid Terbesar di Asia Tenggara yang bisa menampung 200.000 orang (hampir sama kapasitasnya seperti stadion sepakbola di Gelora Bung Karno) dan merupakan Mesjid Nasional yang dimiliki oleh Negara. Mesjid ini adalah ide Presiden Sukarno, dan memakan waktu 17 tahun untuk pembangunannya dan diresemikan oleh Presiden Suharto tahun 1978.
Setiap kali membawa wisatawan asing ke Mesjid Istiqlal ini, mereka sangat terkagum kagum dengan kemegahan arsitektur Istiqlal, apalagi ketika mendengarkan cerita dan sejarah tentang Mesjid ini yang di desain oleh seorang arsitek beragama Protestan Fredrich Silaban yang memenangkan lomba desain Mesjid Istiqlal. Desain Istiqlal yang dirancang Silaban yang berkonsep "Ketuhanan", merupakan gabungan antara nilai nilai Islam dan juga Nasionalisme. Contohnya adalah bagian Kubah terbesar berdiameter 45 m yang melambangkan tahun kemerdekaan , lima lantai Mesjid ini melambangan Pancasila dan Rukun Islam, 12 pilar utama dalam mesjid melambangkan tanggal lahir Nabi Muhammad SAW, dsb.
Nama Mushofa sendiri adalah singkatan dari ketiga anak H. Ramli yaitu Muhammad, Sopian, dan Fabian. Keren ya... Namun sedikit sekali referensi tentang latar belakang H. Ramlee ini, karena menurut cerita, H. Ramlee tidak ingin dirinya diekspos berbagai media untuk menghindari Riya. Bahkan saat saya bertanya-tanya ke para satpam yang berjaga di sana, mereka rata-rata tidak tahu banyak tentang background H. Ramlee. Masjid yang terletak pas berhadapan dengan Danau Sunter ini memang sangat mencolok bangunan fisiknya, bersisian dengan rumah rumah super elit di kanan kirinya. Mesjid ini memakan 5 tahun dalam pembangunannya, dan semua marmernya didatangkan langsung dari Italia dan Turki... wow!
Saat baru dibuka, selama berminggu-minggu kawasan Danau Sunter jadi kawasan macet total karena banyak orang berlomba-lomba penasaran ingin berkunjung ke "Taj Mahal Indonesia". Selain wujud luar yang menyerupai Taj Mahal, Arsitektur dalam Mesjid ini juga sangat menarik. Begitu kita masuk ke halamannya, akan terlihat aksara Cina di berbagai dinding, bersamaan dengan bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Di bagian atas Masjid ini juga ada Lonceng besar, yang merupakan ciri khas budaya Cina. Kalau kita berwisata ke Masjid ini, kita bisa naik hingga lantai dua, dan berfoto-foto dari atas. Dari lantai dua, kita juga bisa melihat pemandangan Danau Sunter yang kini sangat bersih dan jernih.
3. Mesjid Luar Batang
Masjid Jami Keramat Luar Batang atau lebih populer dengan sebutan Masjid Luar Batang terletak di daerah Penjaringan, Jakarta Utara. Di masjid ini terdapat makam seorang Ulama bernama Habib Husein bin Abubabakar bin Abdillah Alaydrus atau lebih dikenal dengan panggilan "Habib Husein, yang hijrah dari Hadramaut (Yaman) ke tanah Jawa untuk menyebarkan Islam di abad 18.
Masjid Luar Batang ini dibangun Habib Husein yang juga dikenal sebagai salah seorang tokoh penentang Kolonial Belanda di kawasan Sunda Kelapa. Karena sikapnya tersebut, ia sempat merasakan kehidupan penjara. Habib Husein wafat pada 24 Juni 1756 dalam usia yang relatif masih muda, yaitu kurang dari empat puluh tahun.
Oleh para pengikutnya, Habib Husein dianggap sebagai seorang Wali, hingga setelah meninggal makamnya banyak diziarahi hingga sekarang. Nama masjid "Luar Batang" pun ada cerita menarik dibaliknya. Konon dahulu ketika Habib Husein meninggal dan hendak dikuburkan di sekitar Tanah Abang, tiba-tiba jenazahnya sudah tidak ada di dalam "kurung batang". Hal tersebut berlangsung sampai tiga kali. Akhirnya para jama'ah kala itu bermufakat untuk memakamkan dia di tempatnya sekarang ini. Jadi maksudnya, keluar dari "kurung batang".
Sepajang tahun, Pengnujung yang datang ke Mesjid Luar Batang untuk berziarah di Makam Habib Husein malah kebanyakan dari daerah daerah, bahkan dari Pulau Jawa. Mesjid Luar Batang juga begitu membludak dikunjungi peziarah di waktu waktu sepesial seperti Malam Tahun Baru Hijriah, atau Malam Maulid Nabi. Pada saat perayaan itu, selalu ada ritual makan nasi kebuli berjamaah yang merupakan ciri khas dari budaya di Mesjid Luar Batang ini.
Masjid yang terletak di Sawah Besar, Jakpus, ini penampakannya berbeda dari masjid pada umumnya, karena dari luar wujud fisiknya seperti sebuah ruko. Mesjid Lao Tze ini dikenal sebagai tempat berkumpulnya komunitas Tionghoa Mualaf dan pusat kegiatan para Mualaf keturunan Cina.
Nama Lautze sendiri rupanya merujuk pada alamat masjid berada, yaitu di Jalan Lautze No. 87 Sawah Besar, sebuah kawasan pecinan di Jakarta Barat. Dalam Bahasa Cina, kata Lautze berarti guru atau orang bijak.
Kedua, masjid ini benar-benar tutup di hari Sabtu. Ketiga, hari Ahad merupakan hari "khusus" dimana Yayasan mengadakan pengajian rutin (mingguan) untuk para jamaahnya yang sebagian besar merupakan mualaf keturunan Cina.
Bangunan Masjid Lautze terdiri dari empat lantai, tapi hanya dua lantai yang digunakan untuk Mesjid, sisanya dipakai untuk kantor yayasan Mesjid. Seperti tampilan luarnya, interior masjid itu ternyata juga tidak terlalu muluk. Selain kaligrafi Islam yang dipadukan dengan huruf kanji, dinding masjid hanya dihiasi oleh sedikit unsur-unsur ketimuran.
5. Mesjid Cut Mutia
Mesjid yang terletak di Jl. Cut Mutia, Menteng, ini merupakan salah satu peninggalan sejarah dari zaman penjajahan kolonial Belanda. Masjid ini memiliki keunikan tersendiri dan kemungkinan tidak terdapat di masjid-masjid lainnya, Salah satu keunikannya, mihrab dari masjid ini diletakkan di samping kiri dari saf salat (tidak di tengah seperti lazimnya), yaitu posisi safnya terletak miring terhadap bangunan masjidnya sendiri karena bangunan masjid tidak tepat mengarah kiblat.
Bangunan Mesjid ini sendirinya adalah kantor biro arsitek dan pemgembang (developer) Bouwploeg, yang membangun wilayah Gondangdia sebagai kawasan elit pertama di kawasan Menteng. Setelah sempat beralih fungsi bebeberapa kali, sebagai Kantor Pos, hingga Kantor Urusan Agama, baru pada era Gubernur Arl Sadikin tempat ini diresmikan sebagai Masjid tingkat Provinsi.
Nah bagaimana, masjid mana yang Anda ingin kunjungi untuk berwisata akhir pekan ini? Kalau perlu Tourist Guide untuk mendampingi biar lebih seru berwisatanya, tau kan harus hubungi siapa... hehehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H