Sudah tahukah Anda, budaya Islam di Nusantara, selain banyak terpengaruh dari bangsa Arab, juga punya pengaruh kuat dari bangsa Cina.
Mantan Presiden BJ Habibie pernah mengatakan bahwa agama Islam adalah hadiah terbesar dari bangsa Cina untuk Indonesia, yang dibawa oleh Laksamana Ceng Ho di abad 13, dan lalu ikut disebarluaskan oleh Wali Songo yang sebagian adalah keturunan Tionghoa.
Akulturasi budaya Cina dan Islam di Nusantara contohnya bisa dilihat dari penggunaan Beduk dan juga baju Koko. Bahkan di masyarakat Betawi, pakaian adat pengantinnya adalah perpaduan akulturasi budaya Arab (pengantin pria) dan budaya Cina (pengantin wanita).
Beduk yang kita dapati dalam mesjid mesjid Indonesia untuk panggilan azan adalah ciri khas Indonesia. Coba saja ke mesjid mesjid di luar negri tidak akan ada beduk disana. Bahkan di Afrika ,penggunaan bedug untuk Azan di anggap HARAM.
Lalu sejak kapan beduk ada di mesjid mesjid Nusantara? Beberapa literatur meyakini bedug tiba di bumi Nusantara seiring kedatangan Cheng Ho. Laksamana Muslim dari Diniasti Ming itu menginginkan suara bedug di masjid-masjid, seperti halnya penggunaan alat serupa di kuil-kuil Budha di Cina. Selain itu suara bedug yang keras akan membantu panggilan Azan untuk masyarakat sekitar mesjid.
Saat saya membawa turis turis berkunjung ke Mesjid Istiqlal, mereka selalu kagum melihat beduk raksasa disana. Banyak turis turis yang saya bawa sudah pernah keluar masuk ke Mesjid di negara negara lain, tapi baru di Indonesia mereka melihat ada Beduk di dalam mesjid. Apalagi setelah saya ceritakan panjang lebar tentang Beduk, tambah kagum lagi mereka.
Lalu bagaimana ceritanya baju Koko dapat pengaruh dari bangsa Cina?
Baju koko berasal dari baju Tui-Khim, pakaian khas sehari hari dengan leher tinggi yang biasa dipakai orang orang keturunan Cina di Batavia (Jakarta). Di kalangan orang Betawi, baju Tui-khim ini lalu dikenal dengan sebutan baju Tikim. Dan orang orang Betawi inilah yang lalu mempopulerkan baju Koko hingga saat ini.
Lalu bagaimana hubungannya baju Tikim menjadi baju koko? Itu karena dulunya yang memakai tui-khim itu engkoh-engkoh –sebutan umum bagi lelaki Tionghoa– maka baju ini pun disebut baju engkoh-engkoh, dan oleh orang Betawi sebutannya sedemikian rupa berubah jadi baju KOKO.
Bahkan orang Betawi yang terkenal sebagai penganut Islam yang kuat , baju adat pengantin nya pun terpengaruh oleh percampuran budaya Arab (pengantin pria) dan budaya Cina (pengantin wanita).
Begitupun pada urusan makanan yang jadi konsumsi perut kita sehari hari, begitu banyak pengaruh bangsa Cina pada kekayaan kuliner nusantara dari mulai aneka Mie, aneka Soto, hingga Somay. Dan pembahasan tentang makanan ini bisa lebih panjang lagi ceritanya, bakal ga habis habis tulisan ini.
Jangan jangan, kita semua orang Indonesia, punya darah Cina, barang setitik dua titik ?
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H