Mohon tunggu...
Ira Lathief
Ira Lathief Mohon Tunggu... Penulis - A Friend for Everybody, A Story Teller by Heart

Blogger、Author of 17 books、Creativepreneur, Founder @wisatakreatifjakarta @festivalkebhinekaan Personal Blog :www.iralennon.blogspot.com. IG @creative_traveler

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Siapa Cagub yang Paling Siap Memajukan Industri Kreatif Jakarta?

15 Januari 2017   23:09 Diperbarui: 16 Januari 2017   10:56 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di antara AHY- Ahok- Anies, siapa yang program programnya paling mendukung kemajuan Industri Kreatif? Kalau berdasarkan pengamatan langsung dari penampilan Diskusi Cagub semalam, menurut saya AHY adalah yang paling siap. Siap menjadi motivator.

Loh apa maksudnya? Baca dulu baik baik pemaparan saya berikut ini hingga selesai.

Kemarin malam (Sabtu 14 Januari) saya datang ke diskusi para cagub tentang Industri Kreatif yang diadakan Selasar bekerjasama dengan BukaLapak dan Parfi di Soehana Hall, Energy Building SCBD. Saat berlangsung, diskusi ini juga bisa disaksikan langsung dengan live streaming via channel Youtube Buka Lapak dan fanpage Facebook Buka Lapak.

Diskusi ini banyak dihadiri oleh mereka yang bergerak di bidang Industri Kreatif, Digital dan juga bisnis.  Di acara ini, saya melihat banyak kehadiran para artis terkenal yang juga merupakan petinggi Parfi (Persatuan Artis Film Indonesia). Juga saya melihat banyak para CEO start up digital tingkat nasional seperti BukaLapak, Hijup.com, Kitabisa.com, dll, yang wajahnya sering saya lihat di media massa. Saya sendiri datang ke acara ini sebagai perwakilan dari blogger Kompasiana.

Diskusi para Cagub tentang industri kreatif ini sangat menarik hati saya dari jauh jauh hari, ketika saya mendapat undangan dari pihak Kompasiana. Berhubung saya sendiri memang bergerak di bidang kreatif, dan saya sangat menaruh perhatian dengan dunia kreatif. Dan saya sangat ingin mendengar pemaparan para cagub tentang visi mereka tentang industri kreatif.

Oke pertama, mari kita bahas dulu sekilas tentang permulaan diskusi.

Seperti diinformasikan di undangan, jadwal diskusi dimulai pukul 7.00 malam, dan para undangan diharapkan sudah datang sejak jam 6.00 untuk menikmati santapan makan malam yang disediakan. Dan saat acara dimulai oleh MC sekitar jam 7.15, saya melihat baru Ahok yang sudah hadir dan duduk manis dan terlihat sedang berinteraksi dengan orang orang VVIP yang duduk di kanan kirinya.  

Kebetulan saya mendapat duduk bersejajaran dengan para staf Bukalapak yang hanya beberapa baris di belakang Ahok. Jadi saya kepo dan bertanya dengan seorang staf yang duduk di sebelah saya, “mana dua cagub yang lain? “  Masih di jalan Mbak, macet. Begitu jawab staf itu yang terlihat sibuk berkoordinasi dengan timnya melalui smartphone. Kemudian ia juga menjelaskan kalau kedua cagub lain ada acara penting terlebih dahulu, jadi telat sampai di lokasi.

Telat dan Macet.  Hmm.. Alasan yang klise sekali untuk kondisi di Jakarta. Andai kamu di posisi sedang nyagub dan diundang diskusi yang menghadirkan semua cagub dan menghadirkan orang orang penting, apa yang akan kamu prioritaskan? Okelah saya gak akan membahas perihal ini lebih jauh, mungkin kamu punya penilaian masing masing terkait komitmen waktu ini.

Diskusi pun dimulai Ahok yang naik panggung sendiri untuk memaparkan visinya tentang industri kreatif. Tadinya saya kira konsep diskusi akan dilakukan dengan ketiga cagub berada di satu panggung, tapi MC menjelaskan ternyata konsep diskusinya adalah para cagub diberi waktu sendiri sendiri berdasarkan ketersediaan waktu mereka. Karena saat acara dimulai, baru Ahok yang hadir, maka Ahok punya kesempatan pertama naik panggung. Ahok berbicara sekitar 20 menit tentang visi misinya memajukan industri kreatif di Jakarta, yang dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab dengan peserta.

Hampir jam 8 malam saat sesi Ahok hampir berakhir, saya pun bertanya lagi kepada staf di sebelah saya. “Mas dua cagub lain jadi benar datang kan?” Soalnya saya penasaran, jangan jangan dua cagub lain tidak jadi datang. Karena saya datang ke diskusi itu bukan untuk mendengar pemaparan satu cagub aja, tapi untuk mendengar semua cagub bicara. Lalu staf tersebut mengonfirmasi kalau kesemua cagub sudah hampir tiba di lokasi. Ah lega lah saya. Setelah Ahok, Anies mendapat giliran kedua, dan terakhir dilanjutkan oleh AHY. Dari kesemua pemaparan cagub, hanya AHY yang menyiapkan materi pendukung dengan presentasi slide show.

Oke, sekarang mari kita bahas pada pemaparan kesemua cagub tentang industri kreatif

Tapi sebelum membahas lebih lanjut tentang visi misi para cagub tentang industri kreatif, saya mau paparkan dulu apa saja itu yang termasuk sektor Industri Ekonomi Kreatif berdasarkan yang telah ditetapkan dalam cetak biru oleh pemerintah. 

Ada 15 sektor yg termasuk Industri Kreatif yaitu (1). Periklanan, (2) Arsitektur, (3) Pasar Seni (4) Kerajinan/ Craft, (5) Desain, (6) Fashion, (7) Fesyen, (8) Film/ Video/ Fogorafi Permainan Interaktif /Games, (9) Musik, (10) Seni Pertunjukkan, (11) Penerbitan/ Percetakan, (12) Layanann Komputer/ Piranti Lunak, (13) TV/ Radio, (14). Riset dan Pengembangan, (15) Pariwisata dan Kuliner.

Dan di bawah Presiden Jokowi, Indonesia ingin lebih serius memajukan industri kreatif, karena itu dibentuk BeKraf (Badan Ekonomi Kreatif), badan pemerintah khusus dibawah presiden langsung. Jadi sudah pasti, siapapun yang memimpin Jakarta sebagai Ibu Kota negara, pastinya harus punya visi yang selaras dengan pemerintah pusat.

Tema besar diskusi ini adalah, "Bagaimana Memajukan Industri Kreatif di Jakarta dan juga Bagaimana Pemda DKI merespon dunia Digital?" Jadi saya ingin bahas tenang pemahaman dan kesesuaian pemaparan visi dan misi cagub terkait tema diskusi.

Pertama, pemaparan dari Ahok

(foto dokpri)
(foto dokpri)
Ahok hadir di acara tidak ditemani oleh Djarot, nampaknya Ahok juga hadir tidak banyak ditemani rombongan. Ahok hadir di acara itu hampir seperti para audience kebayakan. Sebagai petahana, saat berbiara di panggung, tentu Ahok sudah fasih bercerita hal-hal apa saja yang sudah dilakukannya selama ini untuk mendukung Industri Kreatif di Jakarta, juga respon Pemda DKI terhadap kemajuan perkembangan dunia Digital. Ahok bercerita tentang penggunaan aplikasi Qlue untuk memudahkan masyarakat melaporkan keluhan terkait pelayanan dan fasilitas umum.

Ahok juga mewajibkan seluruh jajaran RT/ RW untuk memberikan laporan harian kepada Lurah melalui aplikasi Qlue melalui HP, di mana ternyata hal ini malah dianggap oleh sebagian petugas RT/ RW terasa merepotkan dan menimbulkan protes . “Yah kalau ga mau repot repot, jangan mau jadi petugas RT/ RW dong.“ Begitu alasan Ahok. 

Iya bener juga sih menurut saya. Sebagian orang memang lebih senang berada di comfort zone, dan sulit menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Padahal di zaman Ahok, para petugas RT/ RW juga sudah dikasi honor bulanan jauh lebih tinggi. Ahok juga bercerita tentang usahanya menciptakan budaya transparan di Pemda DKI dengan memanfaatkan teknologi digital, dengan cara selalu menayangkan hasil rapat di Youtube resmi Pemda DKI dan juga menerapkan  e-budgeting untuk seluruh anggaran.

Ahok juga bercerita banyak tentang usahanya memajukan pariwisata DKI, salah satunya juga membuka Wisata Balai Kota, agar masyarakat umum bisa berkunjung dan mengenal lebih dekat Balai Kota dan isinya. 

Ahok juga mempersilahkan fasilitas Balai Kota untuk dipakai kegiatan masyarakat umum, dari menyediakan area untuk pertunjukkan budaya dan pameran UMKM setiap weekend, sampai menyediakan ruang bioskop dalam balai kota agar masyarkat bisa nonton film gratis. Di sini Ahok bercerita bahwa dahulu di Belitung, almarhum Ayahnya adalah juga pengusaha bioskop rakyat yang akhirnya harus gulung tikar karena tidak sanggup melawan perkembangan arus zaman.

Wah ini hal menarik menurut saya, kalau Ahok sendiri punya pengalaman terkait dunia perfilman, kemungkinan besar ia punya concern yang besar terhadap pengembangan dunia film di Jakarta. Ada lagi kawasan Kota Tua yang diusulkan sebagai World Unesco Heritage dan Kawasan Kampung Tugu yang diinginkan Ahok untuk dimajukan pariwisatanya, karena itu Kali Besar di Kota Tua saat ini sedang di normalisasi besar besaran agar bisa bagus dan bisa jadi river valley seperti di Singapura.  

Sebenarnya untuk urusan pariwisata, saya sendiri sebagai Tourist Guide, sudah melihat begitu banyak perubahan infrastruktur di Jakarta yang bisa mendukung pariwisata contohnya seperti transportasi umum yang semakin nyaman dengan TransJakarta, trotoar yang nyaman untuk pejalan kaki, juga penampakan kali kali dan sungai yang kini sangat bersih. Hal hal seperti ini yang juga sering diapresiasi oleh Turis turis mancanegara yang sering saya bawa saat plesiran keliling di Jakarta.

Ahok juga bercerita tentang kiprah Dekranasda (Dewan Kerajinan dan Seni Daerah) DKI Jakarta yang telah memenangkan penghargaan no.1 se-Indonesia karena dianggap berhasil membawa banyak memfasilitasi UMKM bidang kerajinan, fesyen dan kuliner untuk go internasional. Saat ini Pemda DKI juga tengah membangun waduk melati dan mall khusus UMKM yang berlokasi di belakang Thamrin City yang nantinya akan dijadikan pusat aktivitas dan eksibisi industri fesyen Jakarta. 

Lalu, apa dong yang belum Ahok lakukan? Ke depannya, Ahok juga menginginkan setiap kantor Pemda DKI setiap akhir pekan bisa dipakai gratis untuk fasilitas kegiatan seni dan budaya untuk warga. Ahok juga punya visi untuk menghidupkan berbagai festival seni budaya di Jakarta, juga menyediakan Rumah Budaya/ Seni, termasuk Rumah Puisi untuk memfasilitasi penyair untuk terus berkarya. 

Wah menarik ini, sampai urusan puisi pun dipikirkan Ahok. Sebagai pecinta puisi, tentu saya apresiasi concern Ahok terhadap puisi. Hal kecil termasuk puisi , buat banyak orang mungkin terlihat tidak penting. Tapi apresiasi terhadap puisi (juga terhadap seni dan budaya) bisa melembutkan hati dan jiwa manusia. Dari keseluruhan pemaparannya, Ahok telah punya visi misi jelas terkait sebagian besar dari 15 sektor ekonomi kreatif yang ditetapkan pemerintah.  

Kedua, pemaparan dari Anies

(foto dokpri)
(foto dokpri)
Anies hadir ditemani oleh Sandiaga Uno dan juga keluarganya. Sebagai akademisi, tentu Anies memang jago memaparkan konsep dan gagasan. Anies menggagas membangun Industri Kreatif dengan movement based leadership,  kepemimpinan yang berbasiskan gerakan. 

Pemerintah tidak harus yang memberi solusi atas setiap permasalahan tapi memberikan kesempatan masyarakat untuk terlibat dan berkolaborasi. Mungkin Anies berkaca pada Gerakan Indonesia Mengajar yang digagasnya dan berjalan sangat sukses hingga kini. Visi Anies ini memang sebuah konsep besar yang tidak diceritakan lebih detail tentang bagaimana dan seperti apa penerapan dan strateginya untuk memajukan industri kreatif.

Beberapa gagasan menarik dari Anies yang saya sempat catat adalah mendirikan ruang ruang terbuka di berbagai pelosok Jakarta untuk kegiatan seni/budaya juga gagasan membuat festival untuk mengangkat budaya dari berbagai suku bangsa karena Jakarta adalah kota multikultural. 

Jadi Anies menggagas dalam setahun, setiap minggunya akan diadakan festival seperti Pekan Budaya Batak, Pekan Budaya Minang dsb. Ini ide yang menarik sih. Tapi kalau setiap minggu diadakan satu festival budaya, entahlah apakah bisa benar benar terealiisasi. Saat di sesi tanya jawab, ada hadirin yang bertanya tentang program kewirausahaan, Anies juga mempersilahkan wakilnya Sandiaga maju ke depan untuk ikut menjelaskan.

Sebagai mantan Mendikbud, Anies juga bercerita bahwa selama ini banyak anggapan masyarakat bahwa dirinya terlalu fokus kepada dunia pendidikan, padahal ia juga memperhatikan bidang kebudayaan. Anies bercerita bahwa ia melihat Jakarta tidak punya gedung seni pertunjukan berkelas internasional seperti Gedung Esplanade di Singapura, yang sering dijadikan tempat konser artis artis berkelas dunia.  

Lalu ia bercerita, saat dirinya masih menjadi menteri, ia melihat ada satu lantai (lantai 6) di salah satu gedung Kemendikbud yang tidak optimal terpakai, karena lebih banyak dipakai untuk olahraga tenis meja. Ia pun mengusulkan menjadikan satu lantai gedung itu sebagai area seni pertunjukan dan budaya berkelas internasional dengan budget sekitar belasan milyar. 

Tapi pengajuan proposal Anies itu dicoret oleh Presiden Jokowi. “Jadi kalau saya terpilih sebagai gubernur, saya akan menuntaskan realisasi ide itu dengan menggunakan APBD,” jelas Anies dengan sangat meyakinkan, dan disambut oleh tepukan tangan hadirin.

Eh sebentar sebentar, tapi kok sepertinya saya tidak bisa sepakat dengan gagasan Anies yang satu ini. Pertama, sebagai Mendikbud saat itu, entah Anies sadar atau tidak, Jakarta sudah punya gedung pertunjukan yang berkelas internasional, yaitu Gedung Teater Jakarta di Taman Ismail Marzuki yang dimiliki oleh Pemda DKI (silahkan googling betapa megahnya arsitektur dan fasilitas gedung itu). 

Kebetulan sebagai pecinta seni dan budaya, saya cukup sering melihat pertunjukkan berskala lokal, nasional, hingga internasional di Gedung Teater Jakarta. Saya pun pernah nonton pertunjukkan di Esplanade, dan menurut saya Gedung Teater Jakarta juga gak kalah kualitasnya.

Beberapa tahun lalu, saya menonton pertunjukkan Stand Up Comedy Panji Pragiwaksono (yang saat ini menjadi Juru Bicara Anies) di Gedung Teater Jakarta, yang merupakan pamungkas dari rangkaian tur stand up comedy ke berbagai kota di Indonesia. 

Saya ingat saat membuka pertunjukan, Panji mengucapkan kalimat pembuka dengan kebanggaan seperti ini kira kira “Ini adalah salah satu impian besar saya sebagai Stand Up Comedian, bisa menutup rangkaian tur saya dengan tampil di gedung pertunjukan berkelas internasional seperti Gedung Teater Jakarta ini,“ Saya jadi bertanya tanya, sebagai Mendikbud yang harusnya tahu seluk beluk perihal kebudayaan, tahukah Anies tentang keberadaan Gedung Teater Jakarta?

Kedua, kalau Anies ingin Jakarta punya gedung pertunjukan sekelas dunia seperti Esplanade di Singapura, masa sih ia ingin mewujudkannya di satu lantai suatu gedung? Ini mau buat hall atau gedung pertunjukan? Kalau cuma satu lantai aja, banyak Shopping Mall seperti Gandaria City Mall yang punya hall khusus (Skeeno Hall) untuk berbagai pertunjukkan termasuk untuk konser musisi kelas dunia. Kalau tidak salah, Bruno Mars pun pernah gelar konser di sana.

Ketiga, siapapun yang menjadi Gubernur di Ibukota, tentulah harus berkoordinasi selaras dengan Presiden. Nah, kalau presiden saja mencoret proposal pembangunan “gedung” pertunjukan yang pernah Anies ajukan, tapi ia ingin mewujudkannya dengan APBD kalau terpilih sebagai gubernur, bukankah ini berarti ngeyel sama keputusan Presiden? Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nanti bentuk komunikasi Anies dan Jokowi sebagai kepala negara.

Yang menarik adalah saat sesi tanya jawab, ada hadirin perwakilan dari ASPROFI (Asosiasi Produser Film Indonesia) yang menanyakan kepada Anies bagaimana ia akan memberikan kemudahan izin bagi insan film untuk memproduksi film di Jakarta? Ia mengeluhkan tentang kesulitan melakukan shooting film di Jakarta. 

Ia bercerita, saat syuting film “Filosofi Kopi” yang berlokasi di sebuah kedai kopi di blok M, produser harus mengeluarkan biaya Rp 20 juta/hari padahal lokasi syutingya adalah di depan kedai kopi milik salah satu produser. Tapi biaya tersebut harus dibayarkan kepada banyak pihak keamanan, termasuk kepada FBR dan FPI kalau ga mau lokasi shootingnya didatangi banyak orang dan “diacak-acak.” (waduh saya juga baru tahu tentang ini. Preman dong tindakan FBR dan FPI ini). Menjawab ini, Anies berjanji untuk memberikan kemudahan izin lokasi shooting untuk insan perfilman. Pertanyaan yang masih menyisa bagi saya adalah apakah Anies sanggup mengendalikan FPI untuk urusan “premanisme” ini?

Dari ke 15 sektor industri kreatif, hanya beberapa sektor saja yang Anies paparkan dalam diskusi ini. Memang Anies tampil dengan gaya bahasa yang meyakinkan. Tapi, menurut saya visi misi Anies untuk memajukan industri kreatif di Jakarta belum terelaborasi dalam diskusi ini. Saya juga tidak bisa bilang, bahwa Anies memahami seluk beluk industri kreatif, seperti topik utama diskusi ini.

Ketiga, pemaparan dari AHY

(foto dokpri)
(foto dokpri)
AHY hadir di lokasi ditemani oleh wakilnya Sylvi, istri, dan juga rombongan timnya yang berjumlah belasan orang mengenakan seragam AHY- Sylvi yang berdiri di sisi belakang ruangan. Saat AHY masuk ke dalam ruangan, saya melihat dirinya seperti seorang superstar yang diikuti oleh banyak rombongan body guards.  

Saat berbicara di panggung, AHY didukung oleh presentasi slide show yang sudah disiapkannya. Untuk hal ini saya apresiasi kesiapan AHY mempersiapkan materi pendukung slide show untuk pemaparan visi misinya, walapun secara isi saya melihat materi slide show-nya seperti tidak khusus ditujukan untuk topik industri kreatif.

Walaupun pemaparan AHY terlalu generalis dan konseptualis, tapi saya mencatat gagasan menarik dari AHY untuk mengembangkan industri kreatif di Jakarta. Salah satunya adalah mendirikan “Kedai Jakarta” di berbagai pelosok Jakarta, untuk menjadi wadah, tempat eksibisi dan fasilitator kegiatan seni budaya juga untuk mempromosikan hasil hasil seni kerajinan warga Jakarta, untuk dibawa ke tingkat nasional hingga ke tingkat internasional. AHY menginginkan batik Jakarta bisa dipakai artis artis kelas dunia. Di akhir slide shownya, AHY juga memperlihatkan gambar Tom Cruise dan pasangannya yang sedang memakai batik Jakarta. Hmm.. boleh juga nih imajinasinya.

Tapi izinkan saya membahasa performa AHY saat tampil di panggung, karena ini adalah hal yang menarik untuk dibahas. Saat berbicara di panggung, saya melihat AHY seperti layaknya seorang motivator handal yang sering tampil di seminar seminar yang dihadiri ratusan hingga ribuan orang.   Menggebu gebu, menularkan optimisme, dan meyakinkan audience untuk berani meninggalkan comfort zone untuk meraih sukses.

Di awal pemaparannya saat naik panggung, AHY juga bercerita tentang pengalamanya berani mengambil resiko berailih dari tentara dan terjun ke politik. Sampai sini, saya senyum senyum, karena merasa materi AHY ini seperti sedang memberikan motivasi kepada para mahasiswa atau para pengusaha pemula. 

Tapi kebanyakan audiens yang hadir malam itu adalah para CEO, artis artis terkenal, dan juga para public figure yang sudah sukses di bidangnya masing masing, walaupun mereka kebanyakan masih berusia muda. Dan mereka ini hadir untuk mendengarkan visi misi seorang Calon Gubernur, bukan untuk disemangati bagaimana cara untuk meraih sukses  :-) 

Jargon jargon penyemangat seperti Kita Bisa, Dream Big Never Give Up berulang kali diucapkan AHY. Saya merasa seperti berada di tengah tengah seminar pengembangan diri. Sampai sampai saat sesi tanya jawab, CEO dari Kitabisa.com mengucapkan terima kasih kepada AHY karena belasan kali mempromosikan “kita bisa” dalam materi presentasinya. hihihihi

Dan yang paling menarik, sepanjang pemaparan AHY di panggung, ramai terdengar tepuk tangan dan riuh meneriakkan kata kata semangat seperti “Yess” dari tim hore AHY yang berada di bagian belakang ruangan.

Saya jadi teringat sekitar sepuluh tahun lalu saat membuat buku pertama tentang Biografi Tukul Arwana, saya jadi tahu kalau saat mulai terkenal dan diundang untuk manggung, Tukul selalu membawa rombongan tim nya (yang tentu saja digaji) yang bertugas di bawah panggung untuk rame-rame bertepuk tangan dan membuat keriuhan saat Tukul melawak. Menurut Tukul waktu itu, hal itu selain untuk menyemangatinya, juga untuk menularkan efek untuk penonton lain hingga ikut tertawa.

AHY memang bukan seorang pelawak, tapi saya akui AHY punya aura seorang bintang panggung. Mungkin kalau suratan takdir tidak mengizinkannya menjadi gubernur, menurut saya AHY layak mempertimbangkan secara serius karir sebagai Public Speaker atau motivator. Ini beneran, karena saya tahu ada banyak motivator atau pembicara yang bisa menghasilkan puluhan juta sekali naik panggung, termasuk Pak Mario yang sudah tidak Teguh lagi. 

Dan ga semua orang punya bakat dan kemampuan sebagai motivator atau pembicara publik. Apalagi dengan pesona AHY dan juga pengalamannya yang begitu berharga di dunia kemiliteran, saya rasa AHY bakal bisa memikat banyak audiens anak anak muda yang butuh disemangati untuk meraih sukses.

Terakhir, mari kita bahas tentang bagaimana penutup dari tiap cagub

Karena ini adalah Diskusi tentang Kreatif, di akhir pemaparan tiap cagub, panitia memberikan kesempatan kepada setiap cagub untuk memberikan satu performance. Dari informasi yang saya dapat, jauh jauh sebelumnya panitia memang sudah memberitahukan para cagub untuk menyiapkan performance setelah pemaparan. Mungkin ini bisa jadi adalah satu cara untuk melihat se “kreatif” atau se “nyeni” apa tiap cagub.

Ahok memberikan performance dengan membaca puisi karya Gus Mus yang memang telah disiapkannya, dengan diiringi alunan musik dari seorang gitaris. Video Ahok baca puisi Gus Mus bisa dilihat di link ini.

Lalu saat giliran Anies, saat diminta memberikan performance,  ia malah balik bertanya kepada MC. “Oh emang harus kasi performance? Wah saya ga siapin nih.“ Lalu MC balik bertanya. “Gimana kalau baca puisi aja pak?” Anies pun melihat lihat smartphonenya selama beberapa saat (mungkin sedang mencari – cari puisi). Setelah lebih dari 10 menit ditunggu, Anies pun memutuskan tidak memberi performance apapun dan memilih keluar dari ruangan tanpa memberi penjelasan kepada audience. Ah, saya sebagai penonton kecewa.

Lalu saat giliran AHY, ini yang paling seru. AHY mengajak seluruh audience untuk berpartisipasi di “Mannequin Challenge”. AHY yang datang dengan rombongan pasukan berseragam kaos bertuliskan “Agus- Sylivi Siap”, ternyata benar benar siap dengan pertunjukkan Mannequin Challege. 

Seluruh anggota rombongannya yang berjumlah belasan orang itu maju ke dekat panggung, dan berpose heboh dengan iringan musik yang sudah disiapkan dan divideokan oleh tim khusus. 

Ternyata saya jadi tahu itu guna AHY membawa banyak pasukan malam ini ke diskusi, untuk rame rame jadi talent di pertunjukan Mannequin Challege yang disiapkannya. Hahaha kreatif deh, saya pikir tadinya AHY akan melakukan moshing lagi, seperti semalem sebelumnya sehabis acara debat resmi di TV.  Untuk urusan hiburan, menurut saya AHY memang yang paling siap.

Lalu, di antara AHY- Ahok- Anies, dari hasil Diskusi ini,  mana yang program programnya paling siap memajukan Industri Kreatif di Jakarta? Hmmm.... saya sih sudah punya jawabannya. Tapi saya ingin tanya balik lagi kepada Anda, menurut Anda siapa cagub yang paling siap??? Monggo kasi komen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun