Mohon tunggu...
Rahmi Wati
Rahmi Wati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ambisi Kekuasaan Berkedok Visi Kerakyatan

9 Mei 2016   22:19 Diperbarui: 9 Mei 2016   22:27 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Rahmi Wati

Jangan jadi politikus sebelum mampu dan cukup dalam urusan keuangan keluarga dan jangan jadikan panggung politik itu untuk mengais rejeki (Ahmad Syarif Maarif).

Politik erat kaitannya dengan tanggung jawab yang harus diemban seseorang dalam memegang yang namanya “Kekuasaan pemerintah”. Kekuasaan dimana yang sering kita tahu bahwa ini merupakan peluang yang diberikan kepada seseorang untuk mengemban amanat dalam mengubah kondisi dalam masyarakat yang sudah seharusnya menjadi tujuan pribadi dan mengarah untuk terwujudnya kepentingan bersama yaitu mensejahterahkan rakyat.

Namun, dalam catatan sejarah yang dilukis bangsa Indonesia. Kekuasaan bukan lagi menjadi bervisi kerakyatan tadi melainkan lebih kepada pemenuhan kepentingan pribadi saja tanpa adanya relevansi dengan amanat yang telah diembankan kepada si pemegang kekuasaan. Lihat saja di dalam system pemerintahan kita hari ini kasus korupsi yang terjadi di kalangan politikus tak henti-hentinya di perbincangkan dan menjadi headline baik itu dalam media cetak maupun televisi.

Seperti kebanyakan kasus yang terjadi dikalangan politikus Indonesia saat ini, wakil rakyat tetap saja berulah seakan-akan tidak mencerminkan dirinya adalah harapan rakyat Indonesia. Tak hanya terjadi di kota-kota besar, kenakalan anggota DPR seakan sudah menjalar hingga seluruh pelosok negeri ini. Seperti salah satu kasus yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya di kabupaten Lombok Barat. Pada saat sidang paripurna yang dijadwalkan pukul 09:00 WITA dan akan dihadiri oleh orang nomor satu di kabupaten tersebut yakni bapak bupati. 

Sidang paripurna yang begitu penting seakan menjadi acara biasa, tepat pada pukul 09:00 WITA para anggota DPR belum juga quorum atau memenuhi standar untuk dimulainya persidangan. Bupati pun harus menunggu satu jam lebih untuk menunggu para anggota sidang. Bahkan seperti yang dikutip dari slah satu Koran lokal pada saat persidangan selesai di sela-sela waktu senggang bapak bupati sempat berkomentar mengenai molornya persidangan tersebut. “biarkan saja, ini akan menjadi tontonan yang menarik”, maksud dari ucapan yang dilontarkan bupati seakan memiliki makna tersendiri mengenai persidangan tersebut.

Kasus-kasus mengenai mengenai ulah-ulah dan kenakalan para pemangku kekuasaan khususnya anggota DPR tentunya mengingatkan kita pada sosok Gus Dur yang pernah mengatakan bahwa kelakuan para wakil rakyat tak sama halnya dengan kelakuan anak TK. Professionalism dalam menjalankan peran yang diemban tak dianggap sebagai suatu peran yang begitu penting,lihat saja dari kasus diatas terlihat jelas bahwa tidak adanya ketegasan dalam mengambil suatu keputusan dan cendrung di perlambat.

Kekuasaan [safwankita.wordpress.com]

Etika politik mulai usang didiskusiakan seiring dengan kerakusan politik dalam mencapai tujuannya. Dinamika politik dalam perkembangannya terus memprihatinkan bahwa politik telah kehilangan orientasi yang menekankan hal-hal yang seharusnya ada dalam tatanan politik. Sehingga dewasa ini dinamika politik ambisi kekuasaan pada akhirnya melekat (limadetik.com : 2015)

Ditatanan dunia politik hari ini seakan menyudutkan paradigma masyarakat bahwa kekuasaan adalah milik dia yang punya uang dan memiliki segalanya sehingga tak khayal, rakyat tidak lagi percaya terhadap pemerintah dan pemerintah menjalankan kekuasaannya tidak sesuai dengan etika politik yang seharusnya menjadi landasan. Memahami etika politik, dalam etika politik Aristoteles misalnya, manusia dikatakan animal politic. Politik sebagai upaya mencapai tujuan manusia, untuk kekuasaan, kebahagiaan dan pada akhirnya kesejahteraan. Mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang tidak overlapping antar individu maupun kelompok, yang dimaksud dengan etika eudaimonia.Untuk mencapai kebahagiaannya, manusia harus menjalankan kegiatan-kegiatannya secara rasional dengan baik. Rencana kegiatan harus pula disertai dengan dua keutamaan yaitu intelektual dan moralitas. (Joy : 2011)

Intelektualitas dan moralitas saya pikir kedua hal ini dalam penjalanannya tak di buat seimbang sehingga dari sisi intelektualitas mereka jauh lebih pesat kemajuannya ketimbang moralitas dengan kata lain intelktualitas di atas moralitas. Padahal moralitaslah yang seharusnya menjadi dasar bagi seseorang agar dapat menjalankan amanah yang diembannya sesuai dengan aturan yang ada , bukan malah intelektualitas tinggi yang di agung-agungkan dalam melakukan sesuatu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun