Beli sayur secara online apakah bisa? Dulu mungkin ini tak bisa. Tapi sekarang, dengan kemajuan teknologi informasi, tak ada yang tak bisa.
***
Perjalanan tak terencana akhir Desember tahun lalu membawa saya ke sebuah desa di lereng Gunung Gede Parangrango. Desa itu bernama Desa Sarongge yang terletak di kecamatan Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani sayur.
Saya sampai ke desa itu sekitar pukul 11 siang. Seorang supir ojek mengantarkan saya ke sebuah saung yang menjadi sentra berbagai kegiatan warga. Ketika sampai, empat pemuda terlihat sedang sibuk bekerja di sebuah balai bambu. Yang satu mencuci sayur, sedang tiga lainnya sibuk mengemas sayuran segar ke dalam bakul bambu. Ada wortel, selada, brokoli, sawi, dan daun bawang.
“Sebagian sayur akan dijadikan souvenir untuk pertemuan siang nanti,” ujar Robi, salah seorang pemuda yang bekerja di b alai bamboo itu pada saya.
Untuk souvenir? Saya penasaran dengan ide ini. Selama ini belum pernah saya melihat ada panitia acara yang membagikan souvenir berupa sayur mayur. Rupanya, di Sarongge, hal itu sudah biasa. Setiap ada acara yang digelar di sana, penyelenggara biasanya meminta petani menyiapkan sayuran sebagai souvenir.
Bila sedang tak ada acara, sayur mayur itu akan dikirim ke kota. Selain dikirim ke supermarket yang sudah bekerjasama, sayuran dikirim pada konsumen yang telah memesan sayuran organik tersebut secara online.
Tunggu. Sayuran segar dipesan melalui online? Gagasan apalagi ini. Rupanya, sayuran organik segar yang dihasilkan warga Sarongge, juga dijual secara online. Pemesanan bisa dilakukan oleh individu ataupun perusahaan. Untuk urusan pemesanan online dikelola oleh Green Initiative Foundation melalui situs greeninitiativefoundation.org. Organisasi ini merupakan lembaga swadaya yang telah mendampingi masyarakat Sarongge sejak sepuluh tahun lalu.
Berawal dari Interaksi Digital
Sepuluh tahun lalu, suasana serupa tak akan dijumpai di Sarongge. Saat itu sistem bertanam sayur warga belum terpadu seperti sekarang. Bila ada warga yang berkebun sayur, biasanya dilakukan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Parangrango. Berdasarkan data dari Green Initiative, saat itu tercatat sekitar 150 warga Sarongge yang menggarap lahan di taman nasional untuk dijadikan tumpang sari sayuran.
Aktivitas warga bercocok tanam di dalam kawasan taman nasional ini menyebabkan berkurangnya luas tutupan hutan. Sampai akhirnya sebuah gerakan sosial digagas oleh sekelompok orang untuk mengembalikan fungsi Taman Nasional.
Gerakan penghijauan kembali itu salah satunya dilakukan melalui kegiatan adopsi pohon yang diinisasi oleh saluran radio nasional melalui program Sahabat Green Radio. Program Adopsi Pohon ini mengajak masyarakat terlibat aktif berdonasi untuk membeli dan merawat pohon yang akan ditanam di Gunung Gede.
Mulanya tak banyak yang tertarik dengan program adopsi pohon. Namun, dari hari ke hari, seiring meningkatnya interaksi pendengar Green Radio, dan kampanye melalui berbagai media sosial, program ini sukses menghutankan kembali lahan Perhutani seluas 38 hektar di Taman Nasional Gunung Gede Parangrango.
Program adopsi pohon membuat warga Sarongge tak bisa lagi berkebun di dalam taman nasional. Warga yang terlanjur bertani dan menggarap kebun sayur diminta ke luar dari kawasan.Sebagai kompensasi, program Adopsi Pohon memberi bantuan pada warga untuk membuka lahan sayur secara terpadu di Desa. Warga juga diberi bantuan untuk beternak kelinci dan domba.
Satu hal yang menurut saya menarik dari gerakan adopsi pohon ini bahwa semuanya berlangsung dan terjadi karena interaksi digital. Kesadaran kolektif yang digaungkan melalui kampanye di media sosial untuk menghijaukan kembali kawasan hutan yang telah mengalami deforestasi selama puluhan tahun.
Dan kini, setelah berjalan sekian tahun, warga Sarongge makin merasakan manfaat dari hasil gerakan digital itu. Bahkan kini mereka bisa memasarkan sayur mayur secara online. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Tak hanya sayur mayur, saat ini kelompok perempuan juga mulai memanfaatkan dunia digital untuk memasarkan produk sabun sirih khas Sarongge.
Aplikasi untuk Pertanian yang Mendigital
Dukungan teknologi terhadap pertanian tidak hanya terjadi di Sorongg e. Kehadiran internet telah membuat pertukaran informasi antar petani dari berbagai belahan wilayah menjadi mudah. Kemauan petani menceritakan keberhasilan maupun kegagalannya membawakan komoditas tanaman tertentu di blog, jurnal hingga laporan perjalanan akan membuat terjadi transfer pengetahuan. Dengan pola ini maka pertukaran informasi menjadi cepat dan petani yang jauh dari pusat informasi dapat mengakses langsung informasi ke sumbernya.
Dukungan lain juga datang dari anak muda yang dekat dengan dunia pertanian namun memiliki latar belakang teknologi. Mereka memberikan dukungan dengan membangun sejumlah aplikasi pertanian yang memungkinkan peningkatan kemampuan petani, hingga perbaikan kesejahteraan.
Sejumlah aplikasi yang menyasar para petani ini seperti Limakilo, Petani, Tanihub,Pantau Harga Mobile, sera Nurbaya Initiative. Beragam aplikasi berbasis telepon pintar ini menyediakan beragam manfaat. Petani misalnya. Aplikasi ini membuat petani dapat mengkonsultasikan penyakit tanamannya dengan para ahli. Setelah foto diunggah melalui aplikasi, maka para ahli pertanian yang tegabung dengan aplikasi Petani akan membantu mengidentifikasi penyakit maupun cara penangannya.
Selain itu aplikasi juga berfungsi sebagai forum online, sehingga petani dari beragam wilayah di Indonesia dapat saling menginformasikan harga di wilayahnya dan membuka peluang perdagangan lintas wilayah. Teknologi akan memudahkan petani dari kawasan terdepan, terluar, dan terpencil untuk mendapatkan akses informasi yang sama.
Aplikasi lain TaniHub mengembangkan marketplace sebagai pemintas rantai distribusi yang memungkinkan petani memperoleh harga terbaik. Selain itu limakilo memberikan kemudahan petani yang berhimpun secara kelompok menjual produknya dengan sistem grosir. Para pengelola aplikasi seperti NurbayaInitative malah menyediakan solusi dukungan sistem pengiriman sehingga petanimaupun pembeli memperoleh hasil yang maksimal.
Dukungan teknologi bagi kesejahteraan petani ini tentu tidak akan berhenti hingga tingkat ini saja. Beragam kebutuhan lain dari petani dapat didukung melalui teknologi. Prakiraan cuaca, pola tanam terbaik, maupun pemangkasan rantai distribusi sangat mungkin memanfaatkan teknologi.
Apalagi saat ini, Indonesia telah memiliki Satelit 3S dari Telkom. Satelit ke-18 setelah Palapa diluncurkan ini memiliki kapasitas jangkauan yang lebih massif. Satelit ke-9 milik Telkom ini memiliki memiliki 24 transponder C-band standar,8 transponder C-band extended, 4 transponder Ku-band standar, dan 6transponder Ku-band extended. Transponder extended memilikilebar pita frekuensi 1,5 kali lebih besar dari transponder standar. Sementara itu transponder Ku-band punya daya lebih besar, pita frekuensi lebih lebar, danlebih sederhana dalam proses pengiriman sinyal.
Dengan model ini maka pelanggan, seperti untuk akses internet hingga siaran televisi rumah tangga dapat diterima pelanggan lebih baik. Itu artinya dukungan bagi para petani untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui teknologi dapat dijalankan lebih cepat.
Kehadiran satelit 3S dari Telkom memberi nyawa dan harapan baru bagi masa depan pertanian. Menghadirkan teknologi hingga ke seluruh pelosok negeri. Saatnya pertanian kita makin maju dan makin jauh menJelajahAngkasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H