Beruntung, beberapa orang warga di desa saya yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan (nakes) puskesmas kecamatan. Mereka masih mau melayani pasien ke rumah-rumah tanpa rasa ragu atau takut. Jam berapa pun mereka siap siaga di luar jam dinasnya. Mereka melakukan tugas kemanusiaan atas panggilan hati nurani untuk pasien covid di desanya.
Saya termasuk salah satu yang menikmati bantuan nakes ini. Sebelum berangkat atau sepulang tugas dinas di puskesmas, nakes tersebut mengontrol kondisi perkembangan saya dan warga yang sakit. Bahkan bila dibutuhkan mereka pun bisa membantu memberikan infus. Atau bila beruntung menemukan oksigen di luar rumah sakit, pun mereka suka rela membantu memasangkan.
Seperti diketahui ciri umum pasien terpapar covid adalah demam, indra pencium mulai tak bisa membau dan nafsu makan turun. Pada pasien yang sudah memiliki penyakit bawaan, kadang juga disertai gejala diare.
Tetangga sebelah rumah saya mengalami hal tersebut. Sebelum terpapar virus, ia memiliki tekanan darah dan kadar kolesterol tinggi. Ketika terpapar covid, kondisinya melemah di minggu pertama karena diare. Sempat beberapa hari diinfus oleh nakes yang datang ke rumahnya. Hampir dua bulan ia melewati masa kritis dan pemulihan.
Saya relatif lebih cepat pulih dari tetangga tadi. Gejala yang sendiri dirasa awalnya hanya seperti kecapekan dan nyilu sekujur tubuh seperti sensasi demam typus. Badan panas dingin. Bila bersentuhan dengan air rasanya menggigil. Pelan dan pasti, hidung sudah tidak bisa mencium aroma apa pun. kemudian nafsu makan terus menurun tapi terus saya paksa makan.
Empat hari kepala pusing dan tak mampu berdiri. Seminggu pertama rasanya agak membaik namun tetap belum cukup daya untuk berjalan jauh. Keringat dingin selalu keluar bersamaan rasa tak nyaman di badan. Seperti mabuk laut. Ingin muntah tapi tertahan. Begitu terus hingga minggu kedua. Batuk mulai menyerang di minggu berikutnya. Beruntung pernafasan masih bagus. tidak sampai mengalami penurunan saturasi oksigen. sebulan lebih sedikit, saya sudah mulai membaik.
Pasca gentingnya kondisi penyebaran virus covid di Bawean, tidak semua nakes di kepulauan memiliki keberanian dan keihlasan membantu langsung pasien ke rumah-rumah.
Di tengah kondisi seperti itu, ada juga nakes yang sengaja "mengurung diri" di dalam rumahnya karena alasan sosial distancing. Meski tahu pintu rumahnya diketuk-ketuk pasien, ia memilih bergeming tanpa kata. Padahal selama ini, sudah puluhan tahun ia bertugas melayani hampir seluruh pasien sekecamatan yang datang ke rumahnya. Harap maklum, di Bawean minim dokter praktek.
Sehingga di tangan nakes-nakes inilah harapan warga mendapat layanan kesehatan. Para nakes ini pula yang selama ini memegang peranan dalam menangani pasien yang membutuhkan. Beruntung diantara keterbatasan dan kondisi sulit kami di pulau, Tuhan mengirim pertolongan melalui orang-orang pemberani.
Dengan kondisi Bawean yang demikian, gelombang kedatangan Omicron harus diantisipasi sejak awal. Berkaca pada penanganan Corona di tahun pertama dan kedua, warga kepulauan seperti kami amat berharap koordinasi maupun strategi pemerintah semakin bagus dalam penanganan pandemi.
Jangan biarkan kami melalui kesulitan sendiri diantara perjuangan hidup dan mati. Mengingat Indonesia ini negara kepulauan tentu bukan Bawean saja yang mengalami keterbatasan. Masih banyak warga di pulau-pulau terluar lain yang mungkin nasibnya sama atau lebih buruk lagi dari kami. (Iradah Haris)