Karena history tersebut, maklum jika di Tuban masih banyak tradisi keagamaan yang masih dijalani hingga saat ini. Salah satunya ya budaya kupatan sya'ban dan bakda kupat ini. Selain itu, bukan rahasia lagi para wali ini memang melakukan syiar agama di wilayah Jawa dan sekitarnya, tidak menggunakan cara frontal.
Sunan Bonang di Tuban, banyak mengenalkan syariat islam dengan cara dakwah melalui tembang dan gamelan (alat musik pukul yang disebut bonang). Demikian pun Sunan Kalijaga yang juga melakukan syiar dengan sarana adat dan kebudayaan warga setempat.
Jangan heran bila di wilayah Tuban masih bisa mendengar suara adzan, pujian atau orang mengaji alqur'an dengan langgam jawa. Biasanya mereka adalah generasi yang lidahnya sudah terbiasa dengan ilmu dari para pendahulu. Termasuk lantunan adzan dan pujian cengkok jawa dari guru-guru ngaji atau orang alim terdahulu.
Jadi sudah sejak lama warga Tuban mengenal 2 lebaran. Menurut kisah tutur pula, bakda kupat ini pun dikenalkan ke masyarakat Jawa pertama kali oleh Sunan Kalijaga. Dalam dakwahnya ia membudayakan 2 kali lebaran atau bakda. Yaitu bakda lebaran, 1 syawal dan bakda kupat, seminggu kemudian. Tentu include dengan anjuran mengerjakan puasa syawal, 6 hari tuntas.
Bakda diambil dari bahasa arab. Artinya setelah. Kemudian dilafalkan dalam dialek jawa menjadi bakdo dengan arti yang sama. Bakda kupat dilaksanakan setelah 6 hari puasa sunnah di bulan syawal. Dimulai pada tanggal 2 hingga 7 syawal.
Sebelum pandemi, lebaran ketupat di Tuban biasanya tidak hanya diisi acara halal bi halal saja. Namun warga juga menggunakan kesempatan untuk liburan. Berpiknik ke tempat wisata sambil membawa bekal untuk dimakan bersama keluarga di tempat tujuan.
Biasanya lokasi wisata yang dituju masih di dalam wilayah Tuban. Lebih dipilih yang terdapat kolam renang atau pantainya. Seperti: Pemandian Bektiharjo, Sendang Asmoro, Kali Pelang, Pantai Sowan, Pemandian Air Hangat Prataan, Air Terjun Nglirip, Pantai Cemara, Pantai Kelapa dan masih banyak lainnya.
Meski suasana pandemi saat lebaran ketupat Kamis lalu, warga pesisir Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Tuban pun tetap melakukan kebiasaan unik mereka. Desa ini tak seberapa jauh lokasinya dengan makam Wali Asmorokondi. Uniknya adat mereka, usai acara baca doa dan kupatan di tempat ibadah, warga beramai-ramai datang ke pantai di daerah itu.
Mengenakan baju harian biasa, kemudian menceburkan diri ke laut bersama-sama warga sedesa. Mandi-mandi di laut, yang dalam bahasa Tuban disebut "dusdusan". Acara ini biasanya hanya berlangsung sebentar saja. Setelahnya, warga kembali ke rumah masing-masing.
Sudah menjadi tradisi, acara dusdusan tiap lebaran ketupat ini sangat ditunggu dan diminati warga Gesikharjo. Dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Mungkin karena bisa mandi di laut bersama keluarga dan para tetangga. Dalam suasana suka cita pula. Dengan dusdusan bareng ini warga percaya bisa merasakan kesegaran kembali. Meluruhkan stress dan kepenatan.
Demikianlah tradisi lebaran ketupat masih lestari baik di wilayah Tuban kota hingga ke pelosok-pelosok desa. Dengan kearifan lokal di tiap daerah. Terutamanya daerah-daerah yang masih memegang teguh adat dan khasanah da'wah warisan para wali.