Mohon tunggu...
Iradah haris
Iradah haris Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - We do not need slogan anymore, we need equality in reality

Wanita yang selalu hidup di tengah keriuh-riangan rumah dan sekitar lingkungan. "Happy live is about happy wife" 😍

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kenapa Harus Memaknai Bab Bersuci?

10 Mei 2021   23:47 Diperbarui: 10 Mei 2021   23:50 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memaknai kitab kuning. (Foto krishna P Panolih/ Kompas)

Ini semester pertama Meikha belajar di bangku Tsanawiyah. Ia bingung kenapa saat pendaftaran panitia menjelaskan bahwa program unggulan yang wajib diikuti setiap siswa di sekolah ini adalah tes baca kitab kuning. Tiap semester. Baik siswa baru maupun kelas di atasnya.

Bahkan membaca kitab menjadi satu persyaratan kenaikan kelas. Meikha tidak sempat berpikir, mampu atau tidak. Batinnya sudah pada level penolakan. Tidak mengingini tes membaca kitab dengan makna berbahasa jawa.

Alasan terbesarnya, karena bahasa. Bahasa jawa susah dimengerti.  Sebab bukan bahasa ibu Meikha. Ia berasal dari luar pulau. Hanya kebetulan saja saat ini sekolah di sebuah kota di Jawa. Orang tuanya menginginkan Meikha menuntut ilmu di kota ini.

Meikha masih menyesuaikan diri dengan teman-teman barunya yang juga datang dari seluruh penjuru negeri. 

Tes baca kitab kuning ini, wajib dilalui semua anak stanawi. Anak kelas 1 di semester awal harus lolos tes baca kitab fiqih dasar, Fathul Qorib. Jika gagal, masih ada kesempatan mengulang sampai 3 kali. Bila gagal lagi ya terpaksa tinggal kelas dulu.

Sesi ini amat mendebarkan. Apalah lagi kalau tidak terkait soal konsekwensi tinggal kelasnya. Bila tak bisa membaca kitab kuning. Kitab Klasik yang hanya ada tulisan arabnya saja. Tanpa harokat. Gundul. Patut banyak yang menyebutnya kitab gundul.

Beberapa hari ini teman-teman Maikha memegang kitab Fathul Qorib setiap ada waktu dan kesempatan. Dimana pun mereka berada. Di sudut kelas, di perpustakaan, di mushollah sekolah, hingga ke kantin belakang.

Demikian juga harusnya Meikha. Namun ia justru hanya memeluk kitab Fathul Qorib dalam terjemahan bahasa indonesianya. Setidaknya dengan membaca terjemahan, Meikha paham, bab yang harus dibaca anak kelas 1 stanawi ini adalah bab pertama, thaharah. Tentang bersuci. 

"Kenapa mesti harus dimaknai pakai makna jawa. Toh diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia kan lebih mudah," Batin Meikha meronta.

Dalam terjemahan, Meikha membaca, Thaharoh berasal dari kata annazhofat yang berarti bersuci. Sedangkan menurut istilah artinya suatu perbuatan yang menjadikan sahnya shalat seperti wudhu, mandi, tayamum, dan menghilangkan najis. Sedangkan tuharot berarti alat untuk bersuci.

Dari pembukaan kitab dijelaskan, bahwa kitab ini dibuat khusus untuk pemula. Orang yang belajar syariat agama islam di tingkat dasar. Pahamlah Meikha kenapa murid baru sepertinya harus membaca kitab ini. Protesnya hanya satu, kenapa harus memaknai bab bersuci ini dengan bahasa jawa. Pegon lagi.

Kata bersuci ini kedengarannya seperti tema sebuah program yang digelar di suatu tempat. Nun jauh di luar sana. Membahas bersuci dengan cara menyenangkan. Menulis fiksi.

Berbeda dengan pembahasan bersuci  di sekolahan Meikha. Semua orang tegang, cemas menunggu giliran. Dengan berdebar, anak-anak sekelas Meikha mengisi waktu dengan  permainan tebak-tebakan. Kira-kira siapa nanti guru penguji baca kitabnya. 

Teman-teman Meikha banyak yang berdoa meminta supaya mendapat penguji yang sabar, ramah, suka membantu bila saat membaca ada yang lupa makna bahasa jawanya. Dan yang paling penting dari isi doa mereka adalah, menginginkan penguji yang tidak pelit nilainya.

Aneh-aneh saja doa anak-anak ini. Seperti Tuhan itu bisa didikte saja. Yang aktual, dari desas desus ini, muncul informasi beberapa nama guru yang masuk nominasi catatan merah. Kriterianya, guru dikenal keras, disiplin dan raja tega. Tidak suka membantu walau satu ayat. Seperti memberi clue dari makna jawa yang sedang lupa dibaca.

Rupanya bocoran ini sumbernya dari kakak kelas. Munculah nama Bu Khuriyah. Bu guru bahasa arab berwajah manis berpostur tinggi tegap. Ia memang tersohor tegas dan disiplin. Menurut kabar burung Bu Khoriyah adalah mantan pramugari di sebuah maskapai kerajaan Saudi.

Semua anak berdoa untuk tidak mendapat guru penguji seperti Bu Khuriyah. Namun Maikha tak menggubris hal ini. Mau siapa saja pengujinya, bagi Maikha kegiatan ini tetap menjadi momok.

Tibalah hari pengumuman jadwal tes dipajang di papan. Semua anak berdesak hendak mendekati kaca. Tak disadari kertas pengumuman sudah berada tepat di depan hidung Maikha. 

Namanya masuk dalam kelompok 7 anak dengan Bu Khuriyah sebagai guru pengujinya. Ia pun Mundur dengan perasaan hambar. Tidak tahu harus bahagia, susah atau gundahkan?

Maikha kembali membaca pasal demi pasal dalam terjemahan kitab yang nanti akan Dibacanya.  Tentang bersuci atau thaharoh, setidaknya membahas 13 pasal. Di antaranya, tentang benda-benda najis, memakai siwak, wudhu, adab buang air kecil dan besar, tayammum, serta tentang haid dan nifas.

Berulang-ulang, terjemahan bahasa indonesia bab bersuci ini dibacanya. Hingga hafal di luar kepala. Waktu tes baca kitab pun tiba. Maikha hanya tertunduk diam di depan Bu Khuriyah. Ia tak mempersiapkan apa-apa untuk membaca kitab kuning dengan makna jawa. Keringat dingin mengucur. 

Ia tahu tatap mata Bu Khuriyah sedang menghujam tajam ke dirinya. Mungkin guru yang ditakuti anak-anak ini akan memarahi dan mengusirnya. Namun beberapa menit awal menunggu. Semua diam. 

Maikha berusaha mengumpulka tenaga. Berat ia pun buka suara. "Saya tidak bisa bahasa jawa bu," akunya.

Di luar dugaan Maikha, Bu guru killer ini justru bersikap lembut. Banyak memberi nasehat. Menyemangati Maikha untuk terus mencoba dan belajar. Tidak ada hal yang tak mungkin. 

"Tata cara bersuci sangat penting untuk menjalani ibadah. Karena, jika cara bersucinya saja tidak benar, ibadah yang dilaksanakan mungkin akan menjadi sia-sia. Karena itu, bab ini perlu diketahui bagi seseorang yang baru mempelajari agama Islam," jelas bu guru yang ternyata penyabar itu. 

Waktu tes kali ini banyak digunakan Bu khuriyah untuk menjelaskan, bahasa indonesia tidak sekaya bahasa jawa. Makanya orang mengaji pakai huruf pegon (bahasa jawa yang ditulis huruf arab). "Bahasa Indonesia hanya bisa digunakan untuk terjemah saja. Untuk memaknai kitab dengan arti yang lebih sempit dan bahasa yang detil, tidak bisa menggunakan bahasa jawa," jelasnya.

Sarannya, Meikha tetap harus belajar giat belajar bahasa jawa. Supaya bisa memaknai kitab kuning. Tidak boleh patah semangat meski bahasa jawa susah di lidah Meikha sekali pun.

"Ibu tunggu di kesempatan berikutnya. Dan harus bisa. Ada baiknya supaya Meikha mudah belajar, kenali pengarang kitabnya dulu, supaya makin semangat," imbuh Bu Khuriyah.

Pemikiran Meikha  sedikit terbuka. Ia akan mencoba saran bu khuriyah. Selepas ini ia akan mencari tahu tentang pengarang kitabnya dulu. Ia berharap energi dan semangat belajarnya akan bertambah bila melakukan itu.

Kitab berjudul Fathul Qorib ini menjadi idola bagi umat Islam yang baru mempelajari ilmu fiqih. Kitab fikih bermazhab Asy-Syafi'i ini disusun oleh Ibnu Qosim Al Ghazi.

Nama lengkapnya adalah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Al Ghazi. Ulama ini dilahirkan di Ghaza Palestina, pada bulan Rajab 859 Hijriyah.


Di kota itu pula Al Ghazi tumbuh menjadi dewasa. Namun, pada 881 Hijriah ia kemudian memutuskan hijrah ke Mesir untuk menuntut ilmu sampai akhirnya menjadi ulama yang dihormati karena kealimannya.

Ia belajar pada banyak guru. Mempelajari qiraat, suaranya merdu. Ia juga hafal alquran. Banyak mempelajari ilmu-ilmu agama dan juga ilmu matematika.

Kitab Fathul Qarib merupakan syarah atau penjelasan dari kitab yang dikarang oleh Al Qadhi Abu Syuja', yaitu Al-Ghayah wa At-Taqrib.

Abu Syuja adalah seorang alim, Ahli fikih, Imam dan Syaikh dari Mazhab Syafi'i. Dia adalah pengarang kitab matan fikih yang populer disebut Taqrib saja. 

Kitab ini sangat populer di kalangan pesantren yang tersebar di nusantara. Bahkan, Universitas Al-Azhar di Mesir menjadikannya sebagai buku wajib yang harus dipelajari.

Demikian hasil browsing Maikha dari google search. Kesempatan Bu Khuriyah untuk mengulang tes kitab nanti harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Tekad Maikha, ia harus lulus tanpa harus mengulang berkali-kali.

Salam 27 Ramadhan 1442 H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun