TUBAN. Musik dan memori tidak bisa dipisahkan. Mendengar lagu dan musik khusus bisa menyeret ke suasana dan waktu tertentu. Saya selalu demikian bila mendengar lagu favorit pilihan ibu saat puasa. Lagu "Ya Ramadhan" milik Nasida Ria.
Menikmati lagu-lagunya Nasida Ria selalu membuat teringat kembali Ramadhan masa lalu bersama ibu. Sejak menjelang hingga selama menjalankan puasa, lagu "Ya Ramadhan" selalu berulang diputar. Melalui radio kaset yang dibeli bapak.
Rasanya sudah seperti lagu wajib bulan suci. Bila tidak menemukan "Ya Ramadhan" di stasiun radio kesayangannya, maka ibu akan memutar kasetnya. Begitu setiap hari.
Radio kaset pada tahun 80-an menjadi barang populer. Bentuknya kotak, bisa dipindah-pindah bila menggunakan batrei. Jaman itu belum ada listrik masuk daerah. Untuk mendengarkan lagu, harus memasukkan pita kaset. Pada era itu pula, Nasida Ria booming. Ibu memiliki banyak koleksi kasetnya.
Lagu-lagu bernuansa religinya setia menemani keluarga kami. Hampir tiap sore saat masak menu buka di dapur, kami ikut mendengarnya. Sampai sepotong-sepotong, saya menghafal lyricnya di luar kepala.
Begini potongan syairnya:
Ya ramadhan, ya ramadhan
ji'na ilaika bil ghufron
Ya ramadhan ya ramadhan
ji'na ilaika bil ghufron
Itulah bulan puasa
bulan suci ramadhan
Itulah bulan puasa
bulan suci ramadhan
Tidak hanya Ya Ramadhan saja. Lagu lain dari kaset berlabel Ira Puspita Record ini pun ibu mengoleksinya. Kota Santri, Tahun 2000, Dunia Dalam Berita, Anakku, Jilbab Putih. Itu diantaranya beberapa lagu populer Nasida Ria yang masih teringat.
Begitu seringnya mendengar lagu itu di masa lalu, sampai suasananya terbawa ke alam bawah sadar. Sekarang, bila terdengar lyric dan musiknya saja otomatis terkenang.
Padahal siapa penyanyi aslinya "Ya Ramadhan" ini saya tidak kenal. Tidak seperti jaman sekarang, dengar lagu hits baru sudah langsung bisa tahu oh ini lagunya si anu dan si itu. Jaman kecil saya dulu tidak banyak sumber tempat kita mencari tahu. Media yang ada teve milik pemerintah, radio dan media cetak saja.
Nasidah Ria ini saya kenal performanya juga lewat layar kaca. Nama anggota grup yang saya ingat hanya satu, Mutoharoh. Itupun yang sering disebut-sebut ibu. Rupanya itu anggota Nasida Ria idolanya. Begitu menginspirasi, hingga menjadi bagian dari nama salah satu adik saya yang nomor tiga.
Anggota pertama grup ini ada 9 orang. Mudrikah Zain, Mutoharoh, Rien Jamain, Umi Kholifah, Musyarofah, Nunung, Alfiyah, Kudriyah, dan Nur Ain. Mereka adalah siswi-siswi HM Zain, seorang guru qira'at di Semarang.
Ibu memiliki suara khas. Mahir qira'at. Pernah menang juara 1 Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) tingkat kecamatan. Pandai memainkan rebana pula. Mungkin ada kedekatan back ground asal antara personil grup Nasida Ria dengan ibu. Sama-sama pecinta qiraat dan rebana. Sehingga ibu demikian jatuh hati pada grup qasidah modern ini.
Hampir semua lagu-lagu milik grup musik qasidah ledendaris dari Semarang disukai ibu. Pada masanya, setiap penampilan mereka pun menjadi kiblat mode ibu. Mulai dari busana, tata rias, jilbab hingga aksen bordil kebayanya. Trend!
Dari Kompas.com saya baru tahu kalau mereka masih berkarya hingga tahun ke-45 kini. Grup musik ini beranggotakan 11 personel dari generasi satu hinga tiga masih eksis dan sanggup menembus batas dengan teknologi digital.
Mereka adalah Rien Djamain (bass gitar), Afuwah (kendang), Nadhiroh (biola), Nurhayati (biola ), Sofiatun (keyboard), Hamidah (seruling), Nurjanah (gitar), Uswatun Hasanah (gitar), Titik Mukaromah (gitar), Siti Romnah (piano), Thowiyah (kendang ).
Nasida Ria masa kini juga sering live streaming di you tube. Bila tahu ini, ibu pasti akan bernostalgia dengan sesekali mengunjungi channel you tube mereka. Sementara ini kuota you tube ibu hanya untuk mengaji online bersama Gus Baha dan ulama lainnya.
Salam 9 Ramadhan 1442 H
