TUBAN. Menarik mendengar sambutan pembuka dari Sekda Prov. Lampung dalam kegiatan kerja sama badan litbang dan inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Australian Center for International Agricultural Research yang diselenggarakan Dinas Kehutanan Bandar Lampung pada 7-8 April 2021. Disebutkan bahwa, pengembangan hutan komersial merupakan pengembangan ekonomi di seluruh Indonesia. Dari talk show bertajuk "Penguatan Perhutanan Sosial; Menghubungkan Hasil Riset dengan Kebijakan Petani dan Pasar" yang berlangsung online di zoommeeting maupun offline di Sheraton Hotel Bandar Lampung selama 2 hari ini Pemprov Lampung berharap dapat menelurkan masukan kritis yang bisa mendorong rencana interfensi daerah terhadap kebijakan hutan komersial.
Praktisnya, bila bergeliat minat masyarakat menanam pohon untuk hutan komersial, akan sejahtera kehidupan masyarakat. Perekonomian desa semakin berkembang. Bahkan yang berada di daerah nun jauh dari pusat kota sekali pun. Semisal di daerah Bulukumba Sulawesi Selatan yang menjadi sasaran kegiatan penelitian enhanching community based commercial forestry (CBCF) in Indonesia (2016-2021). Kegiatan seperti itu bagus menjadi pilot projek untuk pengembangan ekonomi kerakyatan di daerah-daerah basis migrasi. Yakni daerah-daerah yang warga produktifnya banyak merantau ke luar negeri karena tidak tercukupinya penghasilan dan pekerjaan layak di daerahnya.
Di Jawa timur terdapat beberapa wilayah basis pekerja migrant. Diantaranya, Tulungagung, Blitar, Malang, Madiun, Nganjuk hingga Pacitan. Madura, Banyuwangi, jember, pasuruan Lamongan Tuban hingga Pulau Bawean. Negara tujuannya beragam mulai dari negeri jiran, arab, eropa, asia pacific hingga Jepang.. Lampung pun memiliki beberapa daerah basis migrant. Para pekerja migrant ini adalah penghasil devisa Negara tertinggi setelah migas. Devisa berupa remitansi ini mengalir deras ke daerah-daerah basis migrasi. Setiap saat para pekerja migrant dari negara penempatan mengirim hasil pendapatan kerjanya kepada keluarga. Remitansi inilah yang menopang kehidupan keluarga di desa-desa. Juga bermanfaat besar memutar roda ekonomi Negara. Sangat disayangkan bila remitansi ini hanya bisa dikelola untuk kebutuhan konsumtif rumah tangga dan gaya hidup saja.
Bila desa-desa basis migrant tersebut tersentuh program-program penguatan perhutanan sosial. Terlebih bila bersama warga BP2LH setempat mampu melakukan pendampingan hingga inisiasi terbentuknya produk hukum berupa peraturan desa tentang pengelolaan hutan rakyat. Sudah secara otomatis pintu informasi dan sosialisasi akan deras mengalir ke masyarakat luas. Membuka wawasan dan wacana tentang HTR di desa basis migrasi sama dengan membantu pekerja migrant dan keluarganya untuk mengelola dengan baik remitansi yang didapat dari luar negeri. Dari kegiatan bersifat konsumtif ke arah;produktif. Sehingga masa depan keluarga dan pekerja migrant lebih memiliki jaminan di negeri sendiri. Selain juga bisa menghentikan fenomena migrasi berulang karena mindset konsumtif tersebut.
Dari berbagai sumber di Wikipedia, hutan komersial adalah hutan yang dikelola untuk orientasi komersial memenuhi kebutuhan pasar komoditas hasil hutan, penghasil kayu dan jenis hasil hutan lainnya untuk kebutuhan komersial. Jenis tanaman hutan komersial seperti jati, sengon, mahoni dan lain-lain. Biasa ditanam oleh petani hutan rakyat. Para peneliti yang hadir di talkshow ini menyepakati definisi Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
Lebih spesifik, mari menuju ke Bawean. Pulau selebar dua kecamatan yang berada 30 mil laut sebelah utara pesisir Kota Gresik, Jawa Timur ini warganya banyak merantau ke luar negeri. Pada 2009, saat saya berkunjung sudah banyak warga pulau tergerak menanam jenis tanaman hutan komersial. Kebanyakan petani beralasan menanam sebagai tabungan masa depan. Semisal untuk pendidikan anak dalam jangka panjang. Setelah hampir 5 tahun tak berkunjung ke pulau ini, Februari lalu saya ke sana lagi. Animo menanam pohon tahun ini beralih ke porang. Warga pulau sedang tergoda pesona porang Walau para petani yang saya jumpai kebanyakan belum tahu cara mengelola hasil panen porangnya nanti. Bahkan sebagian penanam tidak tahu bahwa porang merupakan salah satu bahan pangan komersial bila diolah dengan benar. Ketidaktahuan ini tidak menyurutkan warga pulau untuk beramai-ramai menanami seluruh lahan tidur mereka dengan biji porang.
Porang lebih diminati karena lebih cepat menuai pundi-pundi ketimbang menunggu masa tebang jati atau pohon lainnya. Musim panen porang lebih cepat. Lagipun, harga porang mentah di pasar masih bagus. Namun untuk jangka panjang dan untuk kelestarian lingkungan HTR tak kalah menjanjikan. Bawean hanya sepelemparan batu saja dari pusat provinsi Jatim, Kiranya bisa diasimilasikan gairah masyarakat dalam menanam porang saat ini dengan giat HTR, semoga BP2LHK Jatim berkenan berlayar mengarungi lautan untuk kedaulatan ekonomi warga di daerah basis migrant seperti Bawean. Apalagi dikuatkan dalam bentuk produk hukum seperti perdes. Ini akan membantu menghidupkan lagi gairah mengembangkan lahan hutan komersial di Bawean khususnya dan di wilayah kantong migrasi lainnya. (Iradah)
#P3SEKPI
#KementerianLHK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H