Pagi ini "para sederek tani" tetangga saya kompak mengumpulkan kartu jatah pupuk dan uangnya di tetangga sebelah rumah. Bukannya turun subuhan dari mushollah saja mereka biasanya sudah mengayunkan langkah menuju sawah. Rupanya kabar perihal kedatangan 3 ton pupuk subsidi pagi inilah yang membuat petani "bersiap siaga" menebusnya.
Tiga ton itu jatah untuk sekecamatan ya. Wajar bila para petani ini merasa wajib dulu-duluan datang ke kios terdekat. Rupanya rumus siapa cepat dia dapat, masih dipakai dalam strategi mendapatkan pupuk bersubsidi ini.
Mengenai alokasi pupuk bersubsidi sendiri memang sudah ada aturan bakunya. Namun bila kenyataan di lapangan jumlah pupuk yang datang makin berkurang, "perebutan" tak terelakkan. Konflik rawan terjadi di tingkat petani. Atau bahkan pemilik kios pupuk bersubsidi dengan petani.
Sujono (60) Ketua Kelompok Tani wilayah Perbon. Kecamatan kota yang saya temui pagi ini pun mengkhawatirkan kekurangan jatah pupuk subsidi akan dialami anggotanya. Sedang musim tanam sudah di depan mata.
"Pokoknya kelompok tani saya yang belum pernah nebus pupuk harus dapat. Jangan yang sudah pernah nebus dikasih terus yang belum pernah nebus gak dapat apa-apa. Gak bisa seperti ini," protesnya.
Pasalnya saat turun alokasi kedua bulan lalu, petani di daerahnya belum masuk masa panen sehingga belum perlu pupuk. Pun saat itu belum siap finansial untuk membeli pupuk subsidi di kios distributor terdekat.
Saat itu Sujono sudah mengimbau pemilik kios untuk lebih bijak dalam distribusi jatah pupuk yang turun supaya pembagiannya merata di wilayahnya. Ia juga mengingatkan untuk jangan bermain harga, toh sudah ada aturan baku dari pemerintah.
Rupanya sekarang stok pupuk makin tipis sehingga makin besar kekhawatiran petani tak kebagian. Apalagi bagi pata pemilik lahan seluas ribuan meter, yang sekarang tak boleh membeli karungan. Hanya bisa membeli kiloan, sesuai jatah.
"Ini bisa gegeran (terjadi keributan masalah pupuk subsidi) lagi nanti," kata Sujono.
Cegat Truk Pupuk
Kamis 12 November 2020 lalu, petani Dusun Koro Desa Pongpongan Kecamatan Merakurak "ngelurug" ke Dinas Pertanian Kota Tuban. Mereka merasa kesulitan pupuk sejak Agustus lalu. Mereka juga menduga ada permainan harga di tingkat distributor sebab kelangkaan pupuk.
Petani pendemo juga meminta Kepala Dinas Pertanian untuk turun sidak (inspeksi mendadak) bersama ke distributor pupuk bersubsidi CV Prayogo, Jl Letda Soecipto, Tuban. Aksi ini kemarin dikawal tertib oleh pihak berwajib.
Kecemasan petani Tuban ini tidak hanya di satu atau dua kecamatan saja. Bahkan kecemasan telah berujung aksi penghadangan truk pupuk di beberapa kecamatan. Merakurak, Singgahan, Semanding dan terakhir Kamis kemarin, petani Kecamatan Tambakboyo juga mencegat truk pupuk.
Sementara penjelasan dari dinas pertanian setempat, Tuban termasuk daerah penerima pupuk bersubsidi yang masih butuh penambahan jatah. Pengajuan penambahan pupuk masih dalam proses.
Saat ini jatah pupuk subsidi Tuban hingga akhir tahun 2020 tersisa 20 % dari jumlah alokasi pupuk bersubsidi pada realokasi kedua sebesar 134.735 Ton.
Jatah pupuk subsidi untuk petani memang sudah ditetapkan. Perlindungan tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) no 10 tahun 2020 tentang alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk subsidi sektor pertanian tahun anggaran 2020.
Mengacu Surat Edaran (SE) Kementan RI, mulai 1 September 2020 pendistribusian pupuk bersubsidi kepada petani harus menggunakan Kartu Tani. Sementara ini di Tuban, masih berlaku flesksibel.
Menurut Sujono, anggota kelompok tani yang belum memiliki kartu tani masih bisa mengambil pupuk bersubsidi secara manual ke kios-kios terdekat sesuai data e-RDKK.
"Aturan ini saja, rasanya sulit. Banyak petani merasakan keribetan pada proses aturan baru ini. Saya nggak tahu lagi nanti, semoga saja kalau sudah pakai kartu tani, nggak tambah ribet lagi nebus pupuk bersubsidi," harapnya.
Kementerian Pertanian telah membuat aturan ketat agar pupuk didistribusikan tepat guna dengan acuan e-Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani. Dasarnya adalah NIK, satu nama satu alamat.
Di luar itu, masih ada juga petani yang belum masuk dalam data e-RDKK. Jumlahnya tentu tak sedikit. Dan mereka pasti termasuk petani yang khawatir tidak mendapat jatah pupuk bersubsidi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H