Dua belas jam lalu, 9 Nopember, saya dapat ucapan selamat. "Selamat akun anda telah berhasil divalidasi".
Tentu saya senang karena akun ini baru saya miliki. Jangan tanya rasanya. Akan saya gambarkan saja. Begini, pernah menerima ucapan selamat saat membuat akun email baru, pertama kalinya dalam hidup? Nah, seperti itulah rasanya. Dan jujur, Kompasiana ini blog pertama saya.
Validasi akun saya tunggu sambil berdebar-debar selama 5 hari kerja. Seharusnya saya sudah bisa melakukan aktifitas di kompasiana. Mulai hanya komen saja, hingga menulis artikel pun sudah bisa dilakukan.
Karena tidak pernah ngeblog, saya kagok. Mau nulis komen takut salah pencet. Bagaimana bila yang terposting malah hal lain. Dan lagi, saya menulis pakai android lama. Itu pun di tengah-tengah kesibukan saya mengurus wilayah domestik negara bernama rumah tangga.
Rasa malu sungguh melumpuhkan kepercayaan diri. Ditambah lagi kegaptekan yang hakiki ini berhasil menahan saya untuk tak melakukan apa-apa selama proses validasi.
Apalagi menulis artikel. Kok artikel, mau nulis hal remeh temeh begini saja perjuangan saya seperti hendak menyelesaikan pertempuran 10 november melawan tentara sekutu. Coba, betapa beratnya itu.
Niat menulis sudah saya tata sejak saya memutuskan untuk registrasi akun. Nah, kabar validasi yang baru saya baca pagi hari ini melecut saya untuk segera menulis. Maka saya tulis saja hal-hal yang saya suka dan membuat bahagia.
Tantangan terbesar saya selama ini adalah tentang "memulai". Beratnya memulai pekerjaan menulis. Tapi masak dalam hidup saya harus kalah melulu pada jenis penyakit semacam itu. Jika terus begitu, kasihan ibu yang sudah sejak dini mengenalkan pada dunia literasi.
Literasi saya artikan sebagai istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa. [1] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Literasi
Tidak bisa dipungkiri, ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Tidak ada hal yang bisa menyangkal ungkapan tersebut. Sebab posisi ibu sebagai guru dan madrasah adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan semua orang.
Saya sendiri tanpa menyadari, hal-hal yang berkait dengan literasi justru saya dapat dari ibu. Mulai dari mendengar cerita dongeng, membaca buku hingga menulis. Ibulah yang mengenalkan saya pada buku. Pemilik bertumpuk-tumpuk buku di rumah adalah ibu.