Saat melihat flayer yang berisi informasi mengenai lomba dai se pulau Jawa dan Bali yang diselenggarakan secara online oleh Universitas Negeri Jember. Aku merasa terpanggil untuk ikut, terlebih jika mengingat senangnya mendapatkan piala juara 3 lomba pidato se-Nasional di Bengkulu.Â
Aku berpikir bahwa lomba dai dan pidato hampir mirip-mirip kriteria penilainnya, mungkin yang membedakannya adalah dari isi materi yang disampaikan. Lomba da'i kali ini membahas tentang toleransi beragama.Â
Aku kemudian mendaftar dan membuat naskah lomba. Dalam pembuatan naskah lomba tentu harus disusun sesuai kerangkanya. Mulai dari pembukaan, isi, dan penutup. Hal yang sangat penting dalam menyusun isi materi yaitu adanya data dan fakta.Â
Aku mencantumkan data yang relevan dengan materi yang aku sampaikan. Karena ini lomba da'i maka tak lupa mencantumkan ayat-ayat al-qur'an yang relevan dengan materi yang akan disampaikan.Â
Biasanya dalam lomba pidato atau da'i diberikan waktu penyampaian sekitar 10 menit. Maka, naskah yang aku buat harus menyesuaikan dengan waktu tersebut. Selanjutnya, adalah cara penyampaian di depan juri dan audiens. Juri tentu memiliki kriteria penilaian dan kriteria tersebut juga biasanya dibagikan kepada peserta lomba supaya mereka memmpersiapkan apa saja yang akan dijadikan penilaian.Â
Setiap penyelenggara memiliki kriterianya masing-masing, namun secara garis besar kesamaan penilainnya yaitu kesesuaian tema, judul, dan isi; sistematika penyampaian; tata bahasa; vocal, artikulasi, dan intonasi; gaya dan mimik wajah. Oke itu bisa dijadikan gambaran dari aku yang bisa digunakan jika ingin mengikuti lomba pidato atau da'i.
Aku mengerjakan lomba ini di tengah kesibukan PLP atau Pengenalan Lingkungan Persekolahan di SMA Negeri 1 Ciruas. Karena lomba dai ini online, saya harus membuat vidio.Â
Di sela-sela jam ngajar, aku dibantu oleh rekanku untuk pengambilan vidio. Rasanya ada yang beda ketika lomba secara offline dan online. Jika lomba pidato secara offline penyampainnya hanya sekali saja di atas panggung di depan juri dan audiens. Namun, jika lomba pidato atau dai secara online ini, harus beberapa kali melakukan pengulangan.Â
Sekali take vidio dirasa ada yang kurang, take lagi dari awal. Entah ada gangguan dari diri aku seperti nerveous di depan teman sendiri, lupa bagian yang ingin disampaikan, atau gangguan dari luar seperti ada saja suara orang lain yang lumayan keras.Â
Maklum, aku take vidio di masjid sekolah temapatku PLP, memang agak deg-degan juga khawatir ada orang lain yang masuk dan mengganggu sholat dhuha mereka. Namun sesekali aku berhenti sejenak agar tidak mengganggu.Â
Begitulah lika-liku take vidio lomba secara online. Dari beberapa vidio yang di-take alhasil vidio yang pertama yang diambil karena dirasa lebih bagus dari vidio lainnya. Kalo yang pertama yang dipilih lalu kenapa harus take vidio beruang-ulang? Ini bukan tentang usaha hanya perlu sekali, tapi tentang pilihan yang terbaik. Kita tidak akan tahu mana pilihan yang terbaik jika tidak ada pilihan lainnya. Oleh sebab itu, tugas kita bukan hanya memilih tapi juga mengusahakan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.
Dalam hatiku berkata bahwa orang-orang yang berani mengikuti lomba ini pasti telah memiliki pengalaman sebelumnya. Apalah aku dalam bidang da'i ini baru pertama kali yang isi materinya pun berbeda dengan pidato. Tapi, aku tidak akan punya pengalaman jika saat ini tidak mau mencobanya.Â
Dengan berani mencoba hal-hal baru sesungguhnya kita sedang berusaha, berusaha mengetuk pintu pengalaman agar terbuka lebar untuk kita. Satu pengalaman akan membuka pengalaman-pengalaman lainnya. Jika aku tidak berani mengikuti lomba pidato tingkat Nasional saat itu, mungkin tidak ada motivasiku untuk mengikuti lomba ini.Â
Maka dari itu, sangat penting bagi kita mencoba. Harapan untuk menang selalu ada, namun jika pun tidak menang aku berkata pada diriku bahwa mencoba saja sudah lebih baik daripada tidak sama sekali. Setelah pengumpulan vidio tibalah pengumuman lomba. Detak jantung menjadi lebih cepat dari biasanya, nama juara ke 3 sudah dipanggil, juara ke dua juga sudah dipanggil, tibalah juara 1.
"Juara 1 Ira Ardila dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa".
Seketika aku lemas, lemas sekali karena tidak menyangka akan mendapatkan juara pertama. Aku bingung harus mengekspresikan kebahagiaan seperti apa saking baiknya Allah kepadaku, aku memuji Nya, Alhamdulillah segala puji bagi Allah. Setelah itu aku rebahan di kasur sambil memutar kembali vidio lomba yang aku kirimkan dan juga memutar vidio pengumuman lomba. Ada rasa bangga pada diri sendiri, tapi seketika aku berpikir kembali ini bukan tentang juara. Aku bertanya pada diriku:
"Apakah aku layak mendapat gelar juara 1 lomba dai se Jawa dan Bali?"
Di satu sisi aku bahagia, tapi juga merasa malu pada diri sendiri. Ketika mendengar kata da'i pasti yang terlintas dalam pikiran kita adalah orang alim, orang yang bisa menjadi teladan bagi umat, intinya yang MasyaAllah. Tapi, diri ini masih sangat jauh dari kata da'i. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa dai adalah orang yang melakukan dakwah dan dakwah itu adalah kegiata yang mengajak pada kebaikan atau ketaatan.Â
Maka MasyaAllah temen-temen yang saat ini ikut organisasi dakwah, yang lelahnya karena lillah, waktu tenaga dan materinya digunakan untuk menuju Allah menurutku merupakan dai yang sesungguhnya. Saat ini, mungkin aku belum se-da'i itu, tapi tidak ada yang salah dari mencoba dan belajar. Anugerah tetap harus disyukuri, mungkin menjadi juara 1 adalah anugerah sekaligus pengingat untuk memperbaiki diriku dahulu agar nantinya aku bisa mengajak orang lain pada jalan ketaatan dan kebaikan. Aaminn Allahumma aaminn. Wallahu 'alam bisshowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H