Mohon tunggu...
Ira Ardila
Ira Ardila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Artikel ini saya buat untuk berbagi pengalaman, ilmu pengetahuan, dan menuangkan rasa dalam kata. ingin menggunakan tinta yang sudah Allah sediakan untuk menulis ilmu pengetahuan yang tidak ada habis-habisnya. Saya bukan pengingat yang baik, maka setiap kata yang ditulis adalah alarm terbaik untuk saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual Perspektif Teori-Teori Sosiologi

30 Oktober 2022   13:51 Diperbarui: 30 Oktober 2022   13:51 7619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Fenomena kekerasan seksual merupakan fenomena yang banyak sekali terjadi, namun sangat sulit untuk diungkapkan. Kekerasan seksual umumnya terjadi pada perempuan, di sisi lain perempuan merupakan lambang kesucian, penuh moralitas, dan berbagai istilah-istilah baik disematkan pada perempuan. Namun, faktanya banyak sekali kasus yang membuat perempuan merasa tidak memiliki pengakuan yang sebelumnya disandangkan kepadanya dikarenakan kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan.

Kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan tidak bisa dilepaskan dari masih adanya anggapan bahwa perempuan itu lemah, dan masih adanya anggapan bahwa perempuan dianggap sebagai kaum subordinat yang harus patuh pada kaum laki-laki.Kekerasan seksual juga tidak bisa dilepaskan dari budaya patriarki yang menganggap bahwa laki-laki memiliki kuasa lebih kuat daripada perempuan, karena perempuan dianggap lemah, maka segala kesalahan selalu menjadikan perempuan sebagai alasan utamanya.

Masyarakat masih menggap bahwa kekerasan seksual yang terjadi itu disebabkan oleh perempuan itu sendiri, misal ada yang mengatakan kekerasan seksual terjadi karena cara berpakaian wanita, pergaulan wanita, dan sederet alasan yang selalu menyalahkan wanita karena wanita dianggap lemah. Setiap terjadi kekerasan seksual selalu perempuanlah yang disudutkan hal ini menimbulkan masalah baru yaitu perempuan memilih bungkam daripada harus melaporkannya, karena merasa percuma, bukan solusi yang didapat tapi sanksi sosial yang sangat kejam yang akan didapat, dan korban kekerasan menganggap jika dilaporkan belum tentu Lembaga kepolisian mampu untuk menyelesaikannya, karena sering kali hal ini dianggap remeh, tidak ditangani dengan serius, dan korban yang melapor merasa lebih terancam karena kurangnya perlindungan kepada korban. Padahal korban kekerasan seksual harus ditangani dengan serius, sebab perempuan adalah ibu dari bangsa yang berdiri saat ini.

Kekerasan seksual marak terjadi di mana mana, di keluarga, Lembaga pendidikan formal maupun nonformal, sangat di sayangkan sekali Lembaga yang seharusnya menginternalisasikan nilai-nilai moral, malah menjadi tempat yang tidak bermoral.

Data Empiris

Data empiris yang menyatakan banyaknya kekerasan seksual yaitu seperti yang dikutip dari Indonesiabaik.id bahwa catatan komnas perempuan 2019 menyebutkan telah terjadi 2.988 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.Lalu, dilansir dari komnasperempuan.go.id telah mencatat dari tahuan 2001 hingga 2012 lebih dari 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap hari. Pada 2012 sebanyak 4.336 kasus, yang terdiri dari 2.920 kasus terjadi di ranah publik/kommunitas dengan bentuk perkosaan dan pencabulan. Tahun 2013 kasus kekerasan seksual naik menjadi 5.629 kasus. Tahun 2018 terjadi sebanyak 5.280, 2018-2019 terjadi 4.898 kasus. Pada periode Januari-Juli 2021 terjadi lagi sebanyak 2.500 kasus yang artinya lebih banyak dari tahun 2020 sebanyak 2.400 kasus. Jumlah yang susdah disebutkan diatas mungkin lebih sedikit dari jumlah yang sebenarnya terjadi dilapangan yang belum berhasil dicatat.

Selanjutnya, akan dibahasan mengenai teori sosiologi untuk menganalisis kasus kekerasan seksual. alam menganalisis kasus kekerasan seksual saya menggunakan tiga teori yaitu teori struktural fungsional Talcott Parson, teori feminisme, dan teori konflik Ralf Dahrendorf.

1. Analisis Isu kekerasan seksual pada perempuan menggunakan teori Struktural Fungsional Talott Parsons

Asumsi dasar dari struktural fungsional adalah menganalogikan masyarakat seperti sebuah organisme hidup seperti tubuh manusia yang terdiri dari organ-organ yang menjalankan fungsinya masing-masing Organisme manusia dan hewan menjadi sebuah gambaran bahwa masyarakat juga terdiri dari struktur-struktur tersebut, struktur dalam masyarakat misalnya struktur agama, politik, ekonomi, pendidikan, hukum, budaya, dan lain-lain. Struktur struktur tersebut menjalankan fungsinya masing-masing. Di dalam masyarakat bisa terjadi sebuah kesatuan/keteraturan/kestabilan karena adanya konsensus. Menurut parson untuk mencapai kesatuan masyarakat, harus adanya prasyarat fungsional agar struktur itu dapat terus berfungsi dengan menggunakan konsep AGIL

  • Adaptation: Proses adaptasi. Masyarakat harus beradaptasi dengan lingkungan dimana struktur itu ada atau mengadaptasikan dengn sub sistem yang lain misalnya hukum dengan pendidikan. Berkaitan dengan isu yang saya analisis saat ini, yaitu tentang kekerasan seksual pada perempuan. Misalnya saja Lembaga keluarga harus beradaptasi dengan Lembaga hukum, dalam artian seringnya terjadi kekerasan seksual di ranah privat/ keluarga disebabkan kurang adanya adptasi dengan Lembaga hukum yang sudah mengatur tentang pelarangan kekerasan seksual, kurangnya pengetahuan keluarga mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengatasi kekerasan seksual. Contoh yang lainnya yaitu Lembaga pendidikan yang kurang mengadaptasi peraturan-peraturan pada Lembaga hukum. Contoh atau kasus nyata bisa kita temui pada berita yang dilansir dari cnnindonesia.com bahwa dosen Unsri melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswa. Namun, baru-baru ini seiring adaptasi Lembaga pendidikan dengan Lembaga hukum terbentuklah satgas PPK (Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual). Dengan adanya Satgas PPKS tersebut membentuk peraturan-peraturan hukum tentang kekerasan seksual pada Lembaga pendidikan.
  • Goal Attainment: keseluruhan sistem itu harus mempunyai satu tujuan besar. Lembaga pendidikan, Lembaga hukum, dan struktur yang lainnya meskipun memiki fungsi masing-masing namun harus memiliki fungsi secara bersama/keseluruhan. Tentu fungsi yang ingin dicapai salah salah satunya yaitu terciptanya satu kesatuan masyarakat yang damai. Namun, kekerasan seksual ini menjadi pemicu terhambatnya dalam mencapai goal attainment, dikarenakan struktur yang ada tidak menjalankan fungsinya dengan baik.
  • Integration: penyatuan dari sub sistem sub sistem yang ada dalam masyarakat menjadi satu kesatuan.
  • Latency: pemeliharaan pola-pola. Dalam kehidupan sosial sering kali sub sistem itu keluar dari tugas utamanya, maka harus ada satu fungsi struktur tertentu yang berfungsi untuk memelihara keteraturan misalnya institusi keluarga, agama, dan pendidikan melalui internalisasi nilai-nilai dengan cara sosialisasi. Sosialisasi tentang nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, sehingga masyarakat akan mengetahui bahwa kekrasan seksual pada perempuan tidak sesuai dengan nilai dan norma dan harus dihindari tindakan tersebut.

2. Analisis Isu kekerasan seksual pada perempuan menggunakan teori feminisme kontemporer

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun