Mohon tunggu...
Ira Ardila
Ira Ardila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Artikel ini saya buat untuk berbagi pengalaman, ilmu pengetahuan, dan menuangkan rasa dalam kata. ingin menggunakan tinta yang sudah Allah sediakan untuk menulis ilmu pengetahuan yang tidak ada habis-habisnya. Saya bukan pengingat yang baik, maka setiap kata yang ditulis adalah alarm terbaik untuk saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Pengabdian Sobat Mengajar Indonesia Part 3: Tali Bendera Putus

15 Oktober 2022   19:35 Diperbarui: 15 Oktober 2022   19:41 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi 

Tali Bendera Merah Putih Putus

Apa yang paling kamu inget di hari Senin? Ya, upacara bendera. Begitupun dengan Sekolah SDN Kutakarang 3 Filial, hari ini akan diadakan upacara. Ini kali pertama anak-anak kembali akan mengibarkan bendera merah putih setelah 2 tahun lamanya tidak masuk sekolah karena pandemi. 

Selain sekolah dasar di sini juga ada MTS Ma'arif, SD dan MTS menjadi satu atap. MTS Ma'arif hanya memiliki satu ruangan saja yang digunakan untuk ruang belajar kelas 7,8 dan 9. SD dan MTS menjadi satu atap aku pun menanyakan perihal petugas upacara kepada Pak Hendi dan Pak Endang, guru di SD dan SMP tersebut, dan dari jawaban Pak Hendi dan Pak Endang bahwa petugasnya diambil dari siswa SD dan MTS. 

Setelah kami mencari para petugas upacara dilatih sekitar 30 menit, setelah itu memanggil anak-anak untuk berbaris. Petugas pengibaran bendera untuk pekan ini yaitu anak-anak MTS, jadi tidak begitu sulit untuk melatihnya.

Ternyata bendera merah putih sudah usang dan tidak bisa lagi dikibarkan, untungnya Helmi membawa merah putih sejak dari rumahnya dari kota. Para petugas masih malu-malu dan kurang percaya diri, di latihan inilah kami berusaha untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka.

Aku bertugas melatih pengibar bendera, Helmi melatih pemimpin upacara dan pemimpin barisan, sedangkan Rereh bertugas melatih para pembaca teks. "Jalan ditempat langkah tegak maju jalan" aba-aba dari Njum sudah terdengar walaupun masih malu-malu. 

Pengibar pun melangkah, suara hentakannya tidak begitu terdengar karena ada yang memakai sendal ditambah dengan lapangannya yang masih tanah. Begitu akan ditarik tambang pengait bendera, tambangnya terputus dari atas tiang menjadi dua bagian, "yahhhhh talinya putus, Bu" kata mereka yang hampir berbarengan. "Ya Allah putus ya, gimana ya, mmm" jawabku sambil memikirkan solusi.

 Upacara bendera yang dinantikan pun terpaksa harus diurungkan dan terlintas dalam benakku untuk diganti menjadi apel pagi saja, tanpa adanya pengibaran bendera merah putih.

Tiba-tiba saja, Mahdi, salah satu murid SD kelas 5 berlari ke arah kami, dan berkata "Ibu, biar aku yang naik ke atas tiang aja buat sambungin" sambil bergegas melepas sandalnya, "emang kamu bisa, itu tinggi tiangnya" jawabku khawatir. 

"Bisa, Bu" jawabnya sambil naik ke atas tiang dengan llincahnya. Seketika aku langsung terharu sekaligus was-was "Mahdi hati-hati" teriakku memperingatinya, Mahdi pun berhasil berada di puncak tiang dan langsung menyambungkan tali dengan disaksikan oleh anak-anak yang berada di lapangan. 

Setelah itu Mahdi turun ke bawah dengan disambut tepuk tangan, "terima kasih banyak ya Mahdi, keren banget si kamu" ucap terima kasihku sambil memujinya, "Iya, sama-sama, Bu" jawab Mahdi tersenyum dan tersipu malu.

Aku jadi berpikir bahwa anak-anak ini telah belajar pada alam, memanjat pohon, berjalan tanpa alas kaki ada yang dari pesisir ke sekolah yang jaraknya 1 jam. Mereka benar-benar belajar pada alam, tantangan alam ditaklukannya dengan kaki kuat tanpa alas atau dengan alas seadanya, kesederhanaannya membuat alam tetap kaya, sesulit apapun jalan yang harus mereka tempuh mereka tidak mengeluh, alam mengajarkannya untuk tangguh.

Setelah selesai latihan, anak-anak berbaris di lapangan dari kelas 1 hingga kelas 9 MTS, lapangan yang sudah tidak digunakan selama kurang leih 2 tahun ditumbuhi dengan rumput ilalang yang tumbuh disekitarnya. Lumayan kewalahan juga untuk membariskan anak-anak dengan rapih, wajar saja sudah 2 tahun anak-anak tidak berbaris.

Pak Endang dan Pak Hendi menyerahkan kepada kami untuk menjadi pembina, tim Sobat Mengajar. Helmi menjadi Pembina, aku dan Rereh berdiri di samping Helmi. Upacara pun berjalan dengan sangat khidmat.

Seketika terlintas raut wajah guru---guru SD ku, "ohh begini ya rasanya menjadi guru" ucapku dalam hati. Aku dan Rereh  berdiri di samping kepala sekolah, sambil memperhatikan murid-murid agar mengikuti upacara dengan baik. Sekarang peran guru benar-benar terjadi padaku, meskipun aku masih menjadi mahasiswa, tapi menurutku guru itu bukan hanya profesi tapi kewajiban, apalagi di tempat yang benar-benar membutuhkan.

Beberapa menit berlalu, matahari semakin naik setinggi ujung tombak, susunan upacara sudah selesai dibacakan, kami menginstruksikan agar anak-anak masuk ke kelasnya masing-masing dengan tertib.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun