Apa yang kamu ketahui tentang literasi?
Apakah literasi itu membaca buku?
Membaca nyaring di depan kelas?
Membaca bersama sama?
Selebrasi foto bersama buku?
 Kebanyakan dari kita mungkin akan menjawab literasi adalah kemampuan membaca. Padahal literasi bukan hanya sekedar kemampuan membaca dan kebanyakan dari kita mengira bahwa literasi itu hanya berkutik pada buku atau media cetak lainnya.
Menurut ILA, 2016 Literasi adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, menafsirkan, mencipta, mengomputasi, dan berkomunikasi menggunakan simbol visual, auditori, dan digital mengenai topik lintas disiplin dan keilmuan.
Dari definisi tersebut dapat kita pahami bahwa literasi bukan hanya kegiatan membaca, tapi juga memahami hingga dapat berkomunikasi melalui simbol visual, auditori, dan digital. Dan literasi bukan hanya bermodalkan buku, tapi literasi dengan menggunakan modal modal lain (multimodal). Misalnya saja dengan menggunakan media visual (yang dapat dilihat), auditori (yang dapat didengar), audio visual (dapat didengar dan dilihat), dan media digital lainnya.
Saat ini banyak sekali lembaga termasuk lembaga pendidikan yang melakukan gerakan literasi. Contoh gerakan literasi di sekolah yaitu:membaca 15 menit sebelum KBM, pojok literasi, membuat karya tulis, dan lain sebagainya. Patut diapresiasi gerakan literasi seperti ini untuk meningkatkan tingkat literasi Indonesia yang kita sedang berada di peringkat 62 dari 70 negara atau merupakan 10 negara terbawah dengan tingkat literasi yang rendah.
Miskonsepsi Literasi
Dalam praktiknya ada miskonsepsi di sekolah, misalnya:
- Literasi tanpa visualisasi makna
Anak didik disuruh untuk membaca tanpa didukung visualisasi/penggambaran mengenai materi yang dibaca. Tak heran jika makna yang terkandung di dalam tulisan tersebut tidak tersampaikan dengan baik. Padahal adanya literasi bukan hanya untuk membaca tapi juga meningkatkan pemahaman atas ilmu pengetahuan dari bahan bacaan tersebut.
- Tidak di cross check
Misalnya dalam kegiatan membaca 15 menit sebelum KBM, kegiatan itu hanya sekedar membaca aja, tanpa adanya feedback dari guru, atau guru tidak menanyakan sejauh mana pemahaman siswa terhadap apa yang mereka baca.
- Tidak ada interaksi dengan guru
Ini berkaitan dengan poin ke dua. Tidak adanya dialog antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa untuk tanya jawab mengenai buku yang dibaca. Guru perlu berinteraksi dengan siswa, untuk mengetahui perkembangan literasi anak.
Otonom vs. Ideologis
Ada beberapa perdebatan teori tentang literasi. Dalam perdebatan tersebut ada yang disebut literasi otonom dan literasi ideologis
1.Literasi otonom menganggap bahwa literasi itu berdiri sendiri, tidak ada hubungan dengan hal-hal lain seperti praktik sosial.
- Kegiatan membaca dan menulis di sekolah
- Ketrampilan yang terukur
- Berorientasi pada produk
2.Literasi Ideologis
- Mengaggap literasi sebagai praktek sosial
- Kegiatannya bukan hanya membaca dan menulis, tapi segala hal yang bisa dilakukan dengan literasi yang berhubungan dengan kehidupan sosial
- Hubungan sosial, nilai sikap
- Orientasi pada proses
Diantara keduanya kita akan mengambil jalan tengah yaitu literasi berimbang, diantaranya
- Bergeser dari membaca ke literasi
- Bentuk lisan dan tulisan
- Reseptif (membaca, mendengar) dan produktif (menulis, berbicara, dsb.)
- Implisit (membaca bebas, mandiri) dan Eksplisit (adanya instruksi agar literasi lebih baik misalnya siswa diintruksikan membaca nyaring, membaca bersama, mencari kosa kata, dan lain sebagainya).
Bagaimana meningkatkan minat siswa terhadap literasi?
Untuk meningkatkan minat siswa terhadap literasi tentunya harus menghadirkan lingkungan kaya akan literasi, seperti:
- Adanya buku buku bacaan yang berkualitas
Buku bacaan yang berkualitas yaitu buku yang sesuai dengan kebutuhan siswa atau sesuai dengan perkembangan usianya, buku yang tidak abstrak, maksud tidak abstrak disini yaitu adanya visualisasi yang memudahkan siswa untuk memahami bacaan tersebut.
- Sumber belajar multimodal
Lingkungan belajar kaya literasi selanjutnya yaitu sumber belajar multimodal, misal dari sumber daya manusia yang kaya literasi yang dapat menjadi panutan untuk siswa, sehingga siswa punya motivasi lebih untuk meningkatkan literasi. Dan sumber belajar lainnya yang bukan hanya dari media cetak, tapi juga media visual, auditori, dan media digital lainnya.
- Kesempatan untuk berkarya
Seperti definisi literasi menurut ILA, 2016. Literasi bukan hanya sebatas membaca, tapi juga mencipta. Melalui proses membaca, memahami, dan seterusnya hingga mampu mencipta produk dari literasi. Karya dari literasi bukan hanya menulis buku, tapi juga membuat film, public speaking, pidato, dan lain sebagainya.
Nb: Materi ini saya dapatkan ketika pembekalan Kampus Mengajar 3. Materi ini disampaikan oleh oleh Ka Ayu Kartika sebagai staf Presiden RI. RI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H