Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

[WPC-29] Gion Corner Show: Pertunjukan Teater yang Mengandalkan Gestur

13 Desember 2012   22:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:42 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam ilmu komunikasi verbal yang pernah saya baca, katanya kemampuan berkata-kata dan menyusun kalimat ternyata bukanlah faktor utama penentu keberhasilan berkomunikasi. Ternyata komunikasi lisan itu hanya berkontribusi 10% saja dalam memberikan pemahaman kepada lawan bicara atau pendengar/pemirsa. Selebihnya, lawan bicara/pendengar/pemirsa lebih bisa memahami maksud sebenarnya dari apa yang disampaikan dengan memperhatikan mimik muka (ekspresi raut wajah) yang memberikan kontribusi 30%  dan ditunjang oleh bahasa tubuh (body language) yang justru menjadi penyampai pesan paling efektif, kontribusinya 60%.

Bahasa tubuh inilah yang disebut gestur. Sifatnya lebih universal, tidak dibatasi perbedaan bahasa. Itu sebabnya ada istilah "bahasa Tarzan" untuk menggambarkan upaya 2 orang atau lebih berkomunikasi yang terkendala oleh kemampuan berbahasa. Ini sering dilakukan oleh turis asing yang terpaksa berkomunikasi dengan warga lokal di daerah tujuan wisata atau yang ditemui dalam perjalanan. Dalam seni pertunjukan, kita mengenal PANTOMIM. Pelakon pantomim hanya mengandalkan gerak-gerik tubuhnya dan perubahan raut muka yang sudah dicat tebal bak badut, tapi penonton paham apa yang disampaikannya.

------------------------------------------------------------

1355438114491583723
1355438114491583723
TEA CEREMONY atau upacara perjamuan teh bagi tamu ala Jepang

Sekali waktu, setelah melewati ujian yang cukup berat bagi kami yang baru 2 bulan belajar di Jepang, awal Juli kami mendapat kesempatan liburan musim panas ke beberapa kota yang jauh dari Tokyo. Sayangnya, liburan itu sangat singkat, hanya 3 hari, jadi tiap kota hanya disinggahi sehari atau semalam saja. Salah satu tujuan adalah Kyoto, kota tua yang pernah jadi ibukota Jepang. Banyak yang menyebut Kyoto adalah Jogja-nya Jepang,

Kami  tiba di Kyoto sore hari disambut dengan hujan deras. Setiap perubahan musim di Jepang memang disertai dengan hari-hari berhujan. Padahal, agenda di Kyoto hanya sampai besok paginya. Karena Kyoto tak kurang obyek yang bisa dikunjungi dengan berjalan kaki, maka malam itu memang tak ada agenda khusus yang harus kami lewatkan bersama. Setiap orang bebas saja mau kemana. Hujan yang turun sejak sore, tentu sangat tak bersahabat. Bagaimana mungkin jalan-jalan dalam kondisi seperti itu.

Akhirnya salah satu staf NICC - lembaga yang memberi kami beasiswa - yang menemani kami di acara liburan itu mengusulkan untuk nonton satu pertunjukan budaya terkenal yang memang direkomendasikan bagi pelancong asing. Katanya lokasinya tak terlalu jauh dari hotel tempat kami menginap, cukup berjalan kaki. Lagi pula kami tak perlu kemana-mana lagi, sudah bisa menikmati beberapa sajian pertunjukan. Hanya saja, tiketnya cukup mahal, 3.150 Yen untuk sejam saja. Wow! Sebagian dari kami setuju, dari pada bete di kamar hotel.

1355438206434230100
1355438206434230100
FLOWER ARRANGEMENT atau adat merangkai bunga khas Jepang. Penghormatan dilakukan wanita yang akan merangkai bunga

135543830319210644
135543830319210644
Mulai merangkai hingga bunga dibawa oleh asisten perangkai bunga untuk dipersembahkan

Pertunjukan itu namanya Gion Corner Show. Gion Corner terletak di dalam Yasaka Hall pada sisi utara Gion Kaburenjo Hall, adalah sebuah teater  unik yang menyajikan satu jam pertunjukan terdiri dari tujuh macam seni budaya asli Jepang. Disana juga ada etalase tempat memajang aneka pernak pernik dan assesories yang biasa dikenakan oleh para Maiko dan Geiko. Pernah melihat boneka Jepang dengan ramburt disasak menyerupai sanggul dan bedak putih tebal menutupi seluruh wajah? Simbol gadis muda itu berjuluk Maiko san. Maiko adalah sebutan bagi gadis Jepang yang sedang "magang" menjadi Geisha. Sedangkan Geiko sebutan bagi Geisha.

13554384431497861681
13554384431497861681
KOTO ZITHER alat music kecapi tradisional dengan 6 senar yang dipetik menggunakan gading yang ada di kuku pemetiknya

Kebetulan sekali pertunjukan itu diadakan setiap malam week end (Jumat, Sabtu, Minggu) hanya 2x show, jam 7 pm dan jam 8 pm. Saat itu hari Jumat dan kami berencana nonton pertunjukan pertama. Kalaupun tak kebagian tiket, masih bisa berharap pertunjukan kedua. Untunglah kami masih kebagian tiket, meski pertunjukan dimulai 5 menit lagi. Pengunjung memang hampir semuanya wisatawan manca negara.

Jepang memiliki sejarah panjang masa-masa kekaisaran dan dikenal dengan ragam budayanya yang sebagian masih tetap dilestarikan meski terbatas di kuil-kuil. Gion Corner sendiri menyajikan 7 ragam budaya yaitu upacara minum teh, seni merangkai bunga khas Jepang, permainan Koto kecapi (zither), komedi klasik Kyogen, pertunjukan musik istana yang disebut Gagaku disertai tarian Maigaku, tarian Kyomai yang dibawakan oleh Maiko san, serta teater boneka Bunraku.

Karena kebanyakan penontonnya turis asing yang hanya berpesiar saja ke Jepang, tentu banyak diantaranya yang tak paham bahasa Jepang. Karenanya, semua seni budaya dan adat istiadat itu mengandalkan kekuatan bahasa tubuh pelakonnya. Seperti kita tahu, Jepang sangat dikenal dengan aisatsu (regards) yang disertai dengan gerakan tubuh membungkuk dan sebagainya. Jangan salah, meski hanya membungkuk, tapi ada aturannya lho seberapa dalam membungkuknya, seberapa derajat punggung kita ditekuk.

1355438587160343741
1355438587160343741
KYOGEN CLASSICALCOMMEDY yang mirip Ludruk Suroboyoan mengandalkan pelakon yang kocak

13554386691670948342
13554386691670948342
Urutan adegan dalam Kyogen

13554387161654812276
13554387161654812276
Meski ditujukan untuk membuat penonton tertawa pertunjukan Kyogen tetap membawa pesan moral

Pertunjukan dimulai dengan tea ceremony lalu disusul flower arrangement. Saya selalu rancu bahasa Jepangnya antara upacara minum teh untuk menjamu tamu dan seni merangkai bunga, sebab keduanya memiliki istilah yang mirip : kadou dan sadou. Keduanya kerap tertukar di benak saya. Kebetulan sebulan sebelumnya saya pernah berkunjung ke kuil khusus dimana para sensei kadou dan sensei sadou mengajarkan dan menurunkan adat ini pada anak muda Jepang yang mau mempelajarinya. Kelezatan teh hijaunya yang terbuat dari bubuk teh, masih membekas di lidah saya.

Malam itu, di Gion Corner sepasang penonton pasutri bule diminta duduk tepat didepan panggung dan berperan sebagai tamu. Lalu keluarlah wanita Jepang paruh baya berkimono memperagakan tata cara menyajikan teh,yang tidak sederhana, tapi sesuai dengan kelezatan rasanya. Tentu saja upacara penyajian ini tak lepas dari gerakan-gerakan tubuh penuh penghormatan sejak awal hendak meracik teh sampai akhirnya teh siap disajikan. Saya tampilkan foto-fotonya, semoga bisa memberikan gambaran.

Seni merangkai bunga di iringi dengan permainan Koto zhiter oleh 2 wanita berkimono, membuat suasana makin syahdu dan sakral. Pertama kali 2 wanita yang akan merangkai bunga membungkuk dalam-dalam ke hadapan penonton, lalu salah satunya, sang asisten, menyiapkan bunga. Menyusul wanita perangkai bunga maju, tentu saja setelah kembali membungkuk memberi penghormatan. Setelah selesai, si wanita menatap rangkaian bunganya dan kembali memberi penghormatan, lalu mundur dan digantikan asistennya mengambil rangakain yang sudah jadi dan membawanya.

13554388271800397271
13554388271800397271
GAGAKU COURT MUSIC adalah musik tradisional yang dimainkan di istana kekaisaran atau di kuil

135543889238897155
135543889238897155
MAIGAKU DANCE yang dipentaskan bersama musik Gagaku dibawakan penari tunggal yang mengenakan topeng

Sedangkan permainan Koto sendiri adalah alat musik tradisional Jepang kuno serupa kecapi dengan enam senar yang dimainkan dengan plectrums gading dikenakan pada jari. Harmoni yang dihasilkan cukup menghanyutkan.

Usai itu, panggung berganti dengan pertunjukan komedi klasik yang disebut Kyogen. Saya mengibaratkannya seperti seni Ludruk kalau di Surabaya. Pemainnya hanya terdiri dari 3 orang. Ini makin mengingatkan saya pada trio Wonokairun atau Cak Kartolo cs. Meski miskin dialog, tapi kekuatan bahasa tubuh dan mimik wajah kocak 2 pelakonnya cukup mampu membuat penonton terbahak-bahak. Kami yang saat itu baru 2 bulan di Jepang dan baru bisa sedikit sekali bahasa Jepang, menerka-nerka jalan cerita dengan mencermati polah tingkah pemerannya.

Pertunjukan komedi berakhir, disusul Gagaku. Saya melihat beberapa alat mirip peralatan gamelan Jawa, serupa gong dan kendang. Gagaku adalah musik adat Jepang yang dimainkan di istana kekaisaran atau kuil. Di Gion Corner pertunjukan musik Gagaku ini disertai tarian Maigaku yang menurut saya mirip tari topeng.

13554390162028614984
13554390162028614984
KYOMAI DANCE yang dibawakan dengan lembut oleh MAIKO san

13554391031941181410
13554391031941181410
Aneka gerakan Maiko san

13554391531911556363
13554391531911556363

Pertunjukan ke-6 adalah Kyomai dance yang dibawakan oleh seorang gadis Jepang. Tarian ini berasal di Kyoto, kyo-mai adalah dansa yang elegan dan mempesona dimana penampilnya adalah seorang Maiko yang menggunakan  gaun (kimono) indah. Tarian ini menggambarkan kehalusan dan kelemahlembutan gerak-gerik seorang Maiko.

Yang terakhir adalah pertunjukan boneka Bunraku. Bunraku adalah teater boneka tradisional Jepang, yang oleh UNESCO dimasukkan dalam daftar Karya Agung Warisan Budaya pada tahun 2003. Meski dimainkan oleh boneka, namun gerak-gerik boneka itu cukup menggambarkan alur cerita. Saya sedikit lupa persisnya cerita itu. Kalau tak salah tentang seorang gadis cantik yang kesepian karena terpisah dari kekasihnya. Lalu datanglah utusan kekasihnya membawa surat cinta yang mencoba membawa lari gadis itu.

13554392171831006426
13554392171831006426
BUNRAKU PUPPET THEATRE adalah seni panggung cerita boneka yang sudah didaftarkan sebagai warisan budaya Jepang di UNESCO

1355439279470357582
1355439279470357582
Meski hanya boneka namun gerakannya sangat ekspresif memperlihatkan suasana hati pelakon yang sedang galau

Yang menarik bagi saya, pertunjukan sejam bertarif mahal itu ternyata tata panggungnya sangat sederhana.jauh dari gemerlap panggung pertunjukan ala Indonesia. Panggung sederhana dari kayu itu dari satu pertunjukan ke pertunjukan berikutnya hanya diganti latar belakang layarnya saja. Pencahayaan (lighting)nya pun sederhana. Saya sempat berpikir : bagus juga kalau di Indonesia ada yang mengemas beberapa seni budaya dan adat asli suatu daerah tertentu dalam pertunjukan singkat yang bisa dipadukan, lalu dijual pada wisman. Cukup sejam, tapi mampu memukau penonton. Saat pertunjukan berakhir, kami sampai tak menyadarinya karena terasa singkat. Cukup memuaskan, sesuai dengan lembaran yen yang harus kami kuras dari dompet.

1355439339139974840
1355439339139974840
Potongan adegan terakhir Bunraku

--------------------------------------------------------

Tulisan ini didedikasikan untuk event WPC – 29 yang pekan berthema MEMOTRET GESTUR. Sudah hampir 3 bulan saya absen menulis untuk WPC setelah WPC yang berthemakan Foto Kolaborasi pada minggu ke-2 dan ke-3 bulan September lalu. Kerinduan menulis untuk ikut WPC muncul saat saya lihat karya teman-teman Kampretos lainnya rata-rata menarik. Semoga tulisan kali ini cukup bisa menebus absennya saya tak setor beberapa kali WPC.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun