Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lagi-lagi Video Porno Itu Lagi

27 April 2012   05:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:03 3143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1335503153609994543

Lagi-lagi dan lagi-lagi! Ya, kasus video porno yang melibatkan setidaknya salah satu pelakunya anggota DPR yang terhormat, sebenarnya bukan baru kali ini. Awal tahun 2007 publik dihebohkan dengan peredaran video adegan intim yang beredar dari ponsel ke ponsel, yang diduga pelaku pria adalah Yahya Zaini (politisi dan anggota Fraksi Golkar DPR RI) dan pelaku wanitanya Maria Eva (artis dangdut yang saat itu tidak ngetop, bahkan nyaris tak dikenal). Karena di tahun 2007 pengguna internet belum marak, pemilik akun Facebook apalagi Twitter belum sebanyak sekarang, maka peredarannya memanfaatkan fasilitas send atau transfer melalui bluetooth antar ponsel.

Si pelaku wanita kemudian menggandeng pengacara kondang : Hotman Paris Hutapea, yang kemudian melakukan jumpa pers mengakui keaslian videoitu yang menurutnya direkam dengan ponselnya. Maria Eva mengaku bahwa dirinyalah pelaku adegan intim dalam video itu. Hanya saja ia tidak tahu siapa yang menyebarkan, karena menurut pengakuannya ponselnya pernah rusak dan sempat ditinggal di sebuah tempat reparasi ponsel. Pasca pengakuan Maria Eva, publik pun tak butuh lagi pengakuan YZ dan akhirnya YZ menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaannya di DPR RI. Bahkan istri YZ kemudian dengan berbesar hati melakukan konferensi pers, meminta publik menghentikan hujatan pada suaminya demi ketenangan keluarganya dan menjga kondisi psikologis anak-anaknya.”Bagaimana pun ia adalah ayah dari anak-anak saya” demikian kata istri YZ.

Beberapa tahun lalu, muncul foto adegan intim antara anggota DPR dari PDIP, Max Moein, dengan mantan asistennya di DPR, Desi Firdianti. Foto itu menyebar seiring pengakuan Desi soal pelecehan seksual yang pernah dilakukan oleh boss-nya. Meski sempat meramaikan pemberitaan media TV dan internet, kasus ini berakhir diam-diam. Saat itu Desi bahkan didampingi LSM perempuan. Entah bagaimana penyelesaiannya, tak satupun dari 2 orang yang wajahnya jelas tampak dalam foto itu yang dituntut ke ranah hukum dan tak ada pula penyelesaian politis. Ini seiring juga dengan berakhirnya masa jabatan Max Moein di DPR RI periode 2004 – 2009.

Kali ini, lagi-lagi beredar video porno melalui intenet, yang kabarnya pelaku wanitanya diduga mirip KMN, anggota DPR RI dari FPDIP yang juga putri Gubernur Kalbar. Berbeda dengan 2 kasus sebelumnya, kasus kali tanggapannya berbeda atau sengaja digiring ke arah yang berbeda. Dalam 2 kasus di atas, Yahya Zaini dan Max Moein sama sekali tak dilindungi partainya pun juga tak dibela rekannya di DPR. Mereka dibiarkan menyelesaikan sendiri permasalahannya dan karena si anggota DPR sudah disibukkan dengan upaya membela nama baiknya yang terkanjur tercoreng, akhirnya faktor siapa yang pertama kali menyebarkan video/foto sama sekali tak diprioritaskan.

Ada keunikan tersendiri dalam kekompakan dan solidaritas antar anggota DPR. Kalau ada salah satu anggota DPR yang namanya terseret kasus dugaan korupsi, biasanya parpolnya akan langsung memberikan pembelaan dan rekan-rekannya terutama yang se-fraksi akan ikut menutupi. Ini wajar, sebab umumnya korupsi yang dilakukan di DPR tidaklah sendiri alias berjamaah. Setidaknya kas parpol kecipratan setoran hasil korupsinya. Tapi untuk kasus terkait dengan skandal seks, umumnya parpol dan kolega seprofesi tak akan ikut-ikut karena itu ranah pribadi.

[caption id="attachment_177460" align="aligncenter" width="550" caption="KMN (foto : rootdiesomec.com)"][/caption]

Dalam kasus menyebarnya video yang diduga pelaku wanitanya mirip KMN, campur tangan tokoh parpol sejak awal sudah mengemuka. Apalagi semula beredar issu pelakunya rekan separtai. Saya sangat salut dengan langkah Arya Bima – politisi PDIP – untuk menyampaikan klarifikasi secara gentle dengan tampil dalam acara siaran langsung TV. Kebetulan saya 2x nonton wawancara dengan Arya Bima di TV One dalam acara AKI malam dan AKI pagi esoknya. Dari caranya membantah dengan penuh percaya diri dan yakin, setidaknya pemirsa punya alasan untuk mempercayai klarifikasi Arya Bima. Tak heran jika belakangan nama AB tak lagi disebut-sebut sebagai pelaku pria dalam video itu.

Lalu bagaimana dengan KMN? Sedikitpun belum ada klarifikasi atau pernyataan sepatah katapun dari KMN. Meski beredar kabar di internet, diduga pelaku prianya adalah EGM yang juga disinyalir pengunggah video itu. Pernyataan ini juga disampaikan Arya Bima, yang telah melaporkan EGM – Sekjen Parade Nusantara – ke kepolisian. Pihak Parade Nusantara sendiri – seperti dirilis Vivanews.com – Parade Nusantara sendiri menyatakan EGM patut diduga pelaku video itu. Seandainya kemudian EGM mengakui dirinya pelaku video itu, bagaimana dengan KMN?

Dalam kasus YZ dan ME, pengakuan YZ tak lagi diperlukan saat ME sudah mengakui. Pun juga dalam kasus video porno dengan pelaku “mirip” Ariel dan Cut Tari. Ketika Cut Tari membuat pengakuan kepada publik sekaligus permintaan maaf, maka meski tanpa pengakuan Ariel dan Luna Maya yang diduga menjadi pelaku pasangan Ariel dalam video yang telah lebih dulu beredar, namun publik sudah yakin bahwa Ariel dan Luna memang pelakunya. Meski keduanya terus membantah, pengakuan Cut Tari saja sudah jadi pegangan publik untuk menyakin keaslian video itu dan sekaligus “memvonis” kedua pelakunya.

Dalam kasus KMN ini, terkesan sekali bahwa issu dan opini publik sengaja digiring ke arah menemukan siapa pengunggah video serta spekulasi motif politis di balik itu, yang dihubung-hubungkan dengan Pilgub Kalbar beberapa bulan ke depan. Sebab ayah KMN adalah Gubernur incumbent yang bakal maju lagi dalam Pilgub tahun ini. Alih-alih KMN yang tampil ke depan publik/ mengadakan jumpa pers mengklarifikasi ketidakbenaran video itu, malah ayahnya, Drs. Cornelis, yang menggaransi putrinya tak mungkin melakukan perbuatan itu.

Ini mengingatkan saya pada kilah Cut Tari ketika awal mula video itu beredar. Saat itu Cut Tari masih dengan penuh percaya diri dan senyum mengembang, menyatakan bahawa suami dan ibunya tak percaya dirinya pelaku video itu. “Ibu saya yang melahirkan saya saja, gak percaya kalo itu saya:, demikian pernyataa Tari saat itu. Ketika kemudian Tari membuat pengakuan, ia meminta maaf kepada Ibundanya yang sampai sakit karena kasusnya itu. Jadi, kalau seorang Ibu yang melahirkan saja tak bisa tahu betul perbuatan anaknya, apalagi seorang ayah yang sehari-hari sibuk dengan tugas jabatannya sementara di anak tak tinggal serumah dengannya selama 24 jam.

Dengan tidak munculnya KMN untuk membantah issu mengenai dirinya dan adanya penggiringan opini publik ke arah menghakimi pengunggah video, terkesan memang ada upaya untuk menyelamatkan KMN – dan tentu saja citra ayahnya. Kompasiana pun dipakai sebagai sarana untuk itu. Dalam tulisan yang dibuat oleh Ratu Adil tanggal 25 April lalu, tampak jelas upaya untuk menghakimi dan mengarahkan tuduhan kepada pihak-pihak tertentu, meski kemarin tulisan itu dikoreksi dengan menyatakan bahwa tuduhan yang dibuat sehari sebelumnya hanyalah hipotesa yang tidak didasarkan pada data namun hanya dari info semata.

Dalam tulisan tanggal 25 April yang kini sudah dihapus, ada beberapa Kompasianer – setidak ada 3 yang saya ketahui – memberikan komentar senada, dengan menekankan aspek moralitas dari issu ini. Mereka berkoemntar : apapun motif di balik pengungkapan video porno itu, jika memang benar video itu asli dan pelakunya anggota DPR, ya harus diusut tuntas dan diberhentikan dari jabatan sebagai anggota DPR. Namun, komentar-komentar seperti ini sama sekali tak digubris oleh Ratu Adil. Dalam tanggapannya menjawab komentar salah satu Kompasianer, dia menjawab bahwa itu hanyalah masalah moral saja, yang penting diusut justru motif politis siapa yang mengunggah video. Seolah-olah Ratua Adil menekankan bahwa yang perlu diproses hukum hanyalah pengunggah video karena bermotifkan politis. Sedangkan perilaku anggota DPR yang nge-seks bukan dengan pasangan sah-nya, seolah-olah itu hanya masalah kecil saja, cuma soal moralitas saja, katanya.

Ketika Bill Clinton nyaris di-impeach karena skandal peecehan seksualnya pada Monica Lewinsky terungkap, saya sempat bertanya pada seorang teman Amerika saya : “kenapa kalian mempersoalkan perbuatan Clinton, padahal seks bebas di Amerika kan sudah lumrah. Kalau melihat bagaimana perilaku sosial budaya bangsa Amerika digambarkan dalam film-film Hollywood, seharusnya apa yang dilakukan Clinton masih masuk kategori wajar?”. Apa jawab teman saya? “Memang, banyak diantara kami yang berbuat begitu. Tapi dia (Clinton) pemimpin kami. Dan kami memilihnya karena kami anggap dia lebih baik dari pada kami. Meski moralitas kami mungkin sudah buruk, tapi kami tetap tak mau dipimpin oleh orang yang juga buruk moralnya”. Nah lho!

Di Amerika saja – yang dilambangkan sebagai kebebasan atas norma sosial dan susila, seorang pejabat publik tetap dituntut berperilaku dengan standar moralitas tinggi. Clinton selamat dari impeachment setelah dia mengakui perbuatannya dan meminta maaf. Seorang senator pernah gagal maju dalam ajang Pilpres di Amerika, hanya gara-gara skandal seks-nya di masa lalu diungkap ke publik menjelang pencalonan. Akhirnya ia terpaksa mundur karena merasa tak lagi legitimate untuk mencalonkan diri.

Sarah Palin – yang pada Pilpres 2008 lalu maju menjadi Cawapres, sempat digoyang issu putrinya yang masih remaja diketahui telah hamil dan punya anak di luar nikah. Meski kondisi seperti ini dialami ribuan bahkan mungkin jutaan remaja putri Amerika lainnya dan tak ada yang menghujat ibu mereka sebagai ibu yang tak becus mendidik anak gadisnya, tapi karena Sarah Palin akan menjadi orang nomor 2 di AS, maka kredibilitasnya sebagai Ibu pun dipersoalkan. Termasuk bagaimana ia menjaga putrinya dari pergaulan bebas.

Jadi, rasanya tak berlebihan jika di Indonesia yang masih memegang teguh nilai-nilai ketimuran dan norma susila, jika rakyat Indonesia juga menuntut “wakil rakyat” yang duduk di DPR RI juga bersih dari issu-issu amoral. Tak peduli siapa pengunggah video porno dan apa motif di balik itu, jika terbukti video itu asli dan pelakunya memang anggota DPR, ya seharusnya dia meniru langkah YZ : mundur! Tentu Polisi juga tetap harus mengusut siapa pengunggah video porno dan menjeratnya dengan UU ITE. Tapi ini tetap tak membebaskan si pelaku dari pemecatan di DPR. Perkara bapaknya akan maju dalam Pilgub Kalbar, ya silahkan saja diteruskan. Serahkan pada masyarakat Kalbar untuk memilihnya atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun