[caption id="attachment_174113" align="aligncenter" width="500" caption="(foto : matanews.com)"][/caption]
Ketika Pemerintah menyatakan alokasi dana untuk subsidi BBM – yang nota bene dinikmati oleh hampir seluruh rakyat Indonesia dan dampaknya sangat sentral pada perekonomian rakyat – harus dikurangi agar APBN 2012 tidak jebol, ternyata pada saat yang bersamaan Pemerintah justru menaikkan anggaran negara yang dialokasikan bagi penanggulangan dampak semburan lumpur panas di Sidoarjo, yang diakibatkan oleh pengeboran minyak yang dilakukan olebh sebuah korporasi besar bernama Lapindo Brantas Incorporation (LBI).
Dalam UU APBN Perubahan 2012 (APBN-P 2012), bukan hanya pasal 7 ayat 6 (a) tentang BBM yang membolehkan Pemerintah melakukan penyesuaian harga jika rerata perubahan ICP mencapai 15% dalam kurun waktu 6 bulan, itu saja yang menjadi polemik. Rupanya, di pasal 18 juga ada perubahan dan tambahan butir (c) yang luput dari perhatian anggota DPR sehingga perubahan pasal tersebut disahkan. Pasal 18 (c) inilah yang kemudian disebut-sebut sebagai barter dan deal politik antara Partai Demokrat dengan Partai Golkar.
Bunyi pasal 18 (c) APBN-P 2012 itu menyebutkan bahwa bantuan kontrak rumah dan tunjangan hidup, serta biaya evakuasi dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta terdampak bisa diatur lewat Perpres. Ini mengubah kebijakan sebelumnya di mana pemerintah hanya membayari wilayah di dalam peta terdampak. Sebagai konsekwensinya, dana APBN yang dialokasikan untuk itu mencapai Rp. 1,6 Triliun, naik dibandingkan APBN tahun 2011. Penanganan lumpur Lapindo yang diambil langsung dari APBN itu dimulai setelah Peraturan Presiden No 14 Tahun 2007 terbit. Padahal, sebelum aturan tersebut dikeluarkan, dalam Keppres No 13 Tahun 2006 ditetapkan anggaran penanganan bencana lumpur Lapindo berasal dari Lapindo Brantas Inc. Berikut tabulasi dana yang telah dikucurkan negara untuk menanggulangi dampak lumpur Lapindo :
TAHUN
NILAI (Rp.)
TERSERAP (Rp.)
%-TASE SERAPAN
2007
505 Miliar
119 Miliar
23,56%
2008
1,1 Triliun