Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS Menuai Simpati dari Melodrama Kenaikan Harga BBM?

7 April 2012   12:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:55 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_173312" align="aligncenter" width="402" caption="SBY berpidato di Cikeas tentang wacana pengurangan subsidi BBM, didampingi para elit parpol koalisi, tanggal 14 Maret 2012 (foto : dokumentasi pribadi)"][/caption]

"Paguyuban Buruh, Tani dan Nelayan Cilegon mengucapkan terima kasih atas perjuangan PKS menolak kenaikan harga BBM. ... " Kurang lebih begitu bunyi spanduk yang terpasang di dekat perlintasan kereta api di belakang Mayofield Mall Cilegon, ketika saya melintas hendak masuk ke pelataran mall kemarin siang. Setelah kalimat yang ditulis dengan font berukuran besar itu, masih ada lanjutan kalimat dalam ukuran font yang lebih kecil dan huruf lantin/sambung. Saya tak sempat mengingatnya. Sekali lagi saya melintas di sana ketika pulang.

Entah sejak kapan spanduk itu terpasang, yang jelas, hari Minggu 1 April lalu, sehari pasca berakhirnya sidang paripurna DPR pada Sabtu dini hari, spanduk itu belum terlihat. Spanduk ini aneh menurut saya dan saya meragukan pihak yang membuat spanduk adalah benar-benar yang tercantum di tulisan itu. Ada beberapa hal yang membuat spanduk itu "janggal" antara lain :

1.Sejak kapan buruh, tani dan nelayan berhimpun dalam suatu wadah organisasi yang sama? Jika pun iya, kiprahnya selama ini tak pernah terdengar untuk issu lainnya yang menyangkut nasib buruh, tani dan nelayan, tiba-tiba bersuara pasca heboh harga BBM. Semisal issu penetapan UMK pada akhir 2011 sampai penetapan revisinya pada awal 2012, kaum buruh benar-benar berjuang dalam komunitas mereka sendiri, murni tanpa ada unsur profesi lain ikut mendukung. Jika mereka terhimpun dalam organisasi bersama dengan tani dan nelayan, semestinya 2 kelompok profesi ini pun ikut menyuarakan tuntutan para buruh. Bukankah mereka 1 kelompok? Itu logikanya jika benar paguyuban seperti yang dimaksud dalam spanduk itu memang benar ada.

2.Spanduk itu terlalu "bagus" untuk disebut sebuah spanduk produk spontanitas. Latar belakang spanduk bergambar perahu nelayan dan beberapa nelayan – dalam ukuran sangat kecil sehingga sulit dicermati wajah siapa yang terpampang – berada di tepi pantai. Hasil jepretannya mirip jepretan fotographer profesional sehingga bisa mengambil gambar dengan angle yang luas dan ketajaman gambar yang baik.

3.Umumnya spanduk yang dibuat sebuah organisasi pasti mencantumkan logo organisasi tersebut dan kalaupun ada latar belakang foto, biasanya foto para pengurus inti atau foto gedung kantor organisasi. Ketika melintas kedua kali, saya pastikan memang tak ada identitas logo, alamat sekretariat, maupun foto pengurus paguyuban itu.

4.Kalau niatnya tulus hendak mengucapkan terimakasih pada wakil rakyat atau parpol yang berkomitmen menolak kenaikan harga BBM, kenapa hanya PKS yang diapresiasi? Bukankah PDIP, Hanura dan Gerindra justru sejak awal mula sudah menyatakan secara tegas sikap mereka menolak usulan Pemerintah? Aneh jika PDIP dan Hanura yang sampai walk out tidak dilihat kiprahnya.

5.Kalau disebut kata "perjuangan" artinya ada proses memperjuangkan, tentunya PDIP lebih layak diapresiasi. Kita tahu bahwa sampai sidang paripurna mengagendakan pembacaan pandangan umum Fraksi-Fraksi pada Jumat sekitar jam 2 siang, PKS justru yang memulai memunculkan wacana opsi pembolehan Pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM jika rerata ICP dalam 6 bulan terakhir di kisaran angka 20%. Wacana yang digagas PKS inilah yang kemudian "diamini" parpol anggota koalisi lainnya yang kemudian menyuarakan opsi yang sama tapi dengan besaran rataan ICP yang berbeda-beda. Inilah kemudian yang membuka peluang lobby-lobby antar Fraksi, yang berujung pada munculnya angka 15% seperti usulan Golkar.

Jadi, "perjuangan" yang mana yang dimaksud spanduk itu? Perjuangan mengingkari usulan sendiri dalam sekian jam terakhir, yang diakui oleh salah satu Ketua DPP PKS – Abu Bakar Alhabsyi yg juga anggota Komisi III DPR – bahwa perubahan sikap mereka karena melihat eskalasi demo malam itu yang makin besar. Apakah rakyat yang polos, lugu dan tulus kemudian tak mampu melihat perjuangan parpol lain yang sejak jauh-jauh hari benar-benar berjuang menolaknya?

[caption id="attachment_173313" align="aligncenter" width="600" caption="Para Pimpinan parpol koalisi (img.okezone.com)"]

13338012991922758053
13338012991922758053
[/caption]

Itulah 5 kejanggalan yang saya lihat. Orang lain yang lebih kritis dari saya dan punya lebih banyak waktu dan sumberdaya untuk menyelidik siapa di balik munculnya spanduk itu, mungkin akan bisa memberikan lebih banyak lagi point-point kejanggalannya.

Saya sama sekali BUKAN simpatisan PDIP, Hanura atau Gerindra. Apalagi pendukung Golkar dan Demokrat. Saya hanya ingin mata kita semua terbuka melihat lakon baru sandiwara melodrama politik. Saya hanya merasa sangat prihatin sebab fenomena setiap mendekati tahun Pemilu dan Pilpres, seolah terulang dan sengaja dibesarkan untuk membuat efek simpati yang besar, dan selanjutnya calon-calon pemilih bisa diarahkan untuk menjatuhkan pilihannya pada tokoh atau kelompok yang dikesankan "protagonis" yang dikuyo-kuyo, didzholimi, disingkirkan.

Lihat saja bagaimana PDI Perjuangan menuai kemenangan besar pada Pemilu pertama pasca reformasi, tahun 1999, setelah peristiwa Kudatuli pada 1996 yang menggambarkan bagaimana didzholiminya PDI kelompok pendukung Megawati saat itu, oleh rezim Soeharto. Lalu pada Pilpres 2004, SBY mendulang suara dan memenangkan 2 putaran setelah pada Maret 2003 SBY dikesankan dikuyo-kuyo oleh Megawati dan Taufik Kiemas, disingkirkan dari kabinet, tidak diajak rapat, sampai dikatakan Jendral yang kekanakan oleh suami Megawati. Justru karena kejadian inilah SBY menuai citra positif dan simpati luar biasa. Kini, akahkah PKS mengulang kisah melodramatik seperti itu? Akankah jika 3 Mentrinya didepak dari kabinet akan berubah jadi sinetron “Mentri Yang Terbuang”?

Seperti kita tahu, sejak berubah menjadi partai terbuka dan bukan lagi partai Islam, PKS dalam berbagai survey tingkat elektabilitasnya menurun. Mungkin sebagian konstituen setia PKS yang memilih PKS karena berazas Islam, kini menganggap PKS tak ubahnya dengan parpol lain. Hal ini disadari betul oleh PKS. Sejak masih bernama Partai Keadilan dulu, konstituen PKS umumnya kelas menengah ke atas dan intelektual. Jika kini sebagian dari mereka berpaling, tak heran jika PKS kemudian berusaha meraih segmen pemilih dari grass root, seperti pernah dinyatakan oleh salah satu petinggi PKS. Ini juga tercermin dari iklan-iklan PKS di media televisi.

Tapi merebut segmen pemilih di grass root tidaklah mudah. Sejak awal reformasi, basis massa ini sudah jadi andalan PDIP dan PKB untuk di daerah santri. Golkar yang sudah jadi pemain sejak Orba, juga sudah efektif menggarap “lahan” ini sejak dulu. Jadi, PKS harus benar-benar berupaya untuk merebut pemilih yang biasanya dibahasakan “wong cilik” ini. Dan “wong cilik” umumnya disimbolkan oleh buruh, petani dan nelayan.

[caption id="attachment_173314" align="aligncenter" width="336" caption="(m.okezone.com)"]

133380138355920998
133380138355920998
[/caption]

Saya jadi ingat pada upaya Kompasianer yang ingin mendongkrak tingkat keterbacaan tulisannya. Mereka membuat akun abal-abal alias kloningan, tak peduli tanggal gabungnya baru kemarin sore. Setelah memposting tulisan, para kloningan dikerahkan untuk meng-click tulisan tersebut dan memberikan rating “Aktual”. Jika tulisannya sudah nangkring di kolom “Teraktual”, maka pembaca yang “asli” akan terusik untuk meng-click tulisan itu. Meski setelah di-click tak ditemukan esensi aktual dari materi tulisan, itu tak jadi soal, yang penting jumlah click meningkat.

Akun abal-abal ini kadang juga dibuat untuk mengarahkan komentar pada sebuah tulisan yang mengusung issu tertentu. Jika sebuah tulisan kontroversial dan diserang banyak pembaca, maka akun kloningan memberikan kesan bahwa ada banyak orang lain yang sependapat dengan si penulis. Tak peduli akun itu baru dibuat beberapa jam lalu, tak ada pertemanan dan tanpa ada tulisan.

Nah, disinilah pentingnya keberadaan spanduk tadi. Tak jadi soal apakah paguyuban seperti dimaksud benar-benar ada atau hanya rekaan semata. Dari sisi promosi, spanduk itu seolah mengumumkan kepada publik, bahwa ada sekelompok masyarakat dari golongan buruh, petani dan nelayan yang merasa berterimakasih pada PKS karena “perjuangan”nya. Dengan begitu para buruh, petani dan nelayan yang sesungguhnya, akan tergugah untuk ikut bergabung di dalamnya. Tak jadi soal apakah paguyuban itu baru dibentuk beberapa hari pasca sidang paripurna DPR. Tak peduli anggotanya baru 3 orang misalnya. Yang penting ada dari unsur buruh, tani dan nelayan. Asalkan ada yang jadi Ketua Umum, Wakil Ketua dan Sekjen.

Ini strategi marketing yang sama seperti pemilik restoran yang baru buka, mengerahkan teman-teman dan keluarga besarnya untuk antri di restorannya, agar dari luar tampak restoran itu laris manis. Jadi, efek melodramatic itu memang penting! Sebab rakyat kita masih memilih dengan emosi dan rasa kasihan. Yang dikesankan dikuyo-kuyo, disingkirkan, didzholimi, pasti akan dibela dan pada saatnya nanti dipilih. Kalau demikian yang terjadi, dari Pemilu ke Pemilu sesungguhnya tak jauh beda. Hanya soal siapa tokoh atau kelompok yang memainkan peran protagonis “teraniaya”. Selamat menentukan pilihan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun