[caption id="attachment_171183" align="aligncenter" width="560" caption="SBY saat berpidato di Cikeas tgl 14 Maret 2012, didampingi Setgab Koalisi (foto dokumentasi pribadi)"][/caption]
“BBM naik tinggi, susu tak terbeli.
Orang pintar tarik subsidi, anak kami kurang gizi”
Penggalan lagu lawas Iwan Fals itu kini tiap hari diputar di Metro TV. Menggambarkan kegalauan hati rakyat kebanyakan membayangkan harga BBM yang bakal naik 33% mulai pekan depan. Sudah hampir 3 bulan kami rakyat Indonesia dihantui bayang-bayang kenaikan harga, mungkin Yang Mulia Bapak Presiden tak menyadarinya. Sejak Januari lalu Yang Mulia lontarkan wacana pencabutan subsidi BBM. Dan para pedagang pun mulai menaikkan harga jualannya. Sejak seminggu lalu, semua kebutuhan dapur sudah naik. Mungkin Yang Mulia Presiden belum tahu, karena Ibu Negara tak pernah berbelanja.
Yang Ibu Negara tahu hanyalah banyaknya sms masuk yang mengancam keselamatan Yang Mulia Presiden. Keselamatan jiwa anak-anak batita yang masih dalam masa pertumbuhan dan butuh nutrisi yang baik, keselamatan janin yang masih dalam kandungan ibunya, keselamatan para manula yang mulai renta dan sakit-sakitan, sebenarnya juga terancam Yang Mulia. Batita terancam terkena gizi buruk, janin terancam mal-nutrisi karena ibu yang mengandungnya cuma makan berlauk garam. Manula terancam tak mampu beli obat meski cuma obat bebas di warung kelontong. Anak-anak sekolah terancam, karena nanti sopir angkot enggan mengangkut mereka sebab cuma bayar ongkos seribu perak. Para buruh yang UMK-nya baru dinaikkan, terancam nambah hutangnya pada rentenir, karena kebutuhan hidup harganya terbang tinggi. Kami semua terancam Yang Mulia, hanya saja kami tak punya waktu untuk curhat.Lagi pula, siapa yang akan mendengar curhat kami? Bahkan wakil kami pun sudah tak mau tahu lagi.
[caption id="attachment_171184" align="aligncenter" width="300" caption="Pidato SBY di depan kader Partai Demokrat di Cikeas, tgl 19 Maret 2012 soal keselamatan jiwa dan keluarganya yang terancam (foto dok. pribadi)"]
Yang Mulia Presiden, kami tahu hampir semua Presiden pernah menaikkan harga BBM. Tadi pagi hamba dengar di televisi, kerabat besan Yang Mulia, Bung Ramadhan Pohan membandingkan dengan jaman Soeharto yang menaikkan BBM beberapa kali. Mungkin Bung Pohan lupa, Pak Harto menjabat 32 tahun. Kami sekedar ingin mengingatkan, di jaman Yang Mulia Bapak Esbeye-lah harga BBM paling sering dipolitisir.
Yang Mulia dilantik menjadi Presiden pertama kali pada 20 Oktober 2004 dan menyusun Kabinet Indonesia Bersatu yang katanya tim ekonominya adalah The Dream Team. Komandannya Pak Ical, jadi Menko Perekonomian. 1 April 2005, belum genap 6 bulan dilantik, Pemerintahan Yang Mulia sudah menaikkan harga BBM. Tak apa-apa, rakyat masih euphoria dengan kemenangan Yang Mulia dan kita sebagai sebuah bangsa baru saja berduka karena Aceh diguncang tsunami besar. Tak ada gejolak demo berarti, rakyat memahami kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM.
Tepat 1 Oktober 2005, enam bulan kemudian, kembali Pemerintahan Yang Mulia menaikkan harga BBM. Belum genap setahun memerintah, sudah 2x menaikkan harga BBM. Dalam 6 bulan BBM 2x naik harga?! Maka…, The Dream Team berganti julukan jadi Tim Ekonomi Raja Tega. Demo bergolak di mana-mana. Kami tak lagi bisa memahami, kenapa seorang Presiden yang dipilih langsung oleh 60% rakyatnya tega mengurangi subsidi untuk rakyatnya?
[caption id="attachment_171186" align="aligncenter" width="300" caption="Ketika harga BBM "]
Subsidi BBM dialihkan menjadi BLT, uang seratus ribuan dibagikan untuk rakyat miskin 3 bulan sekali. Citra baik Yang Mulia Bapak Esbeye kembali bersinar. Baru kali ini ada Presiden yang membagi-bagikan uang tunai pada rakyatnya. “Terima kasih Pak Esbeye, tak sia-sia kami memilihmu”, kata rakyat miskin.
Tahun 2008, harga minyak dunia melambung, subsidi yang dianggarkan tak lagi cukup. Harga BBM dalam negeri harus disesuaikan. Lagi-lagi, Yang Mulia Bapak Presiden memerintahkan Mentri-Mentrinya menaikkan harga BBM, tinggi sekali. Tapi tentu saja BUKAN Yang Mulia Bapak Esbeye yang mengumumkan kenaikan harga. Sebab itu bisa mengganggu dan merusak citra baik Yang Mulia.
Tahun 2009, harga minyak dunia merosot drastis, terjun bebas. Yang Mulia memang diberkahi, Tuhan menyediakan amunisi untuk kampanye. Harga BBM disesuaikan dengan harga minyak dunia : turun 3x lipat. Dan ini diklaim oleh Yang Mulia sebagai KEBERHASILAN Pemerintahan Yang Mulia menurunkan harga minyak. Untuk penyesuaian harga kali ini, yang mengumumkan HARUS Yang Mulia Presiden sendiri. Sebab ini iklan terbaik untuk kampanye : Presiden yang baik hati, menurunkan harga BBM. “Terima kasih Pak Esbeye, kami akan memilihmu kembali”, kata rakyat. Meski sebenarnya harga kebutuhan hidup tak ikut turun 3x lipat.
Kini, sudah hampir 2,5 tahun Yang Mulia Bapak Presiden Esbeye dilantik untuk kedua kalinya. Yang Mulia kembali akan menaikkan harga BBM, kabarnya sampai 33%. Karena APBN tak lagi mampu membiayai subsidi harga BBM. Yang Mulia mengajak seluruh partai politik yang tergabung dalam koalisi pendukung Pemerintah, untuk mendukung rencana pengurangan subsidi energi. Yang Mulia mengajak para petinggi parpol berbaris berjajar di belakang Yang Mulia, saat berpidato di kediaman Yang Mulia di Cikeas, 2 pekan lalu.
Dan “rangkulan” Yang Mulia ternyata ampuh, kemarin Badan Anggaran DPR RI dan pemerintah sudah sepaham perihal postur APBN-Perubahan 2012, termasuk persetujuan subsidi BBM senilai Rp. 137, 38 triliun. Ini memberikan peluang Pemerintah menaikkan harga BBM, karena semula subsidi BBM senilai Rp. 178 triliun. Ada pengurangin subsidi BBM sebesar Rp. 40,62 triliun. Bahkan partai yang semula tampak garang menentang niat Yang Mulia, kini sudah memberikan sinyal setuju dengan rencana Yang Mulia Bapak Presiden.
[caption id="attachment_171187" align="aligncenter" width="300" caption="Seperti inilah gambaran APBN : BOCOR dimana-mana (www.bisnis-jabar.com)"]
Yang Mulia Bapak Presiden, beberapa bulan lalu hamba membaca berita dan mendengar dialog, kabarnya kebocoran anggaran negara sekitar 30%-an. Koran Republika memberitakan 1/3 dari total dana APBN 2011 dikorupsi Pejabat. Kalau APBN 2011 besarnya Rp. 1.230 triliun, itu artinya 400-an triliun rupiah masuk ke kantong para penyelenggara negara, di pusat maupun daerah. Dan itu besarnya 2,3 x subsidi BBM saat ini. Jadi, kalau saja tak ada kebocoran anggaran, semestinya rakyat bisa menikmati BBM yang harganya HANYA SEPARUH dari harga BBM saat ini.
Yang Mulia Bapak Presiden Esbeye, kami rakyat selalu disuguhi retorika bahwa tak ada jalan lain untuk menyelamatkan APBN agar tak defisit, selain mencabut subsidi energi. Maka kami rakyat harus siap-siap kalau harag BBM dan tarif dasar listrik naik. Kami selalu dicekoki logika bahwa subsidi itulah yang jadi beban APBN. Karenanya negara harus mencabut subsidi untuk rakyat. Tak peduli dampaknya akan makin menyengsarakan rakyat yang sudah sengsara. Padahal, bukankah tugas suatu Pemerintahan adalah mensejahterakan rakyatnya? Kami belum pernah mendengar sebuah negara bangkrut karena pemimpinnya mensejahterakan rakyatnya. Hukum alam tentu tak akan berlaku kejam seperti itu.
[caption id="attachment_171188" align="aligncenter" width="300" caption="Sudahkah keran yang bocor dicoba diperbaiki? (www.lintasberita.com)"]
Yang Mulia Bapak Presiden Esbeye, benarkah tak ada pilihan lain? Sudahkah Yang Mulia mencoba menambal kebocoran anggaran? Bukankah dulu ketika berkampanye Yang Mulia sesumbar akan berdiri di garda terdepan memberantas korupsi sambil menghunuskan pedang tajam? Kemana sekarang pedang tajam itu disimpan? Kami rakyat bahkan belum sempat melihat pedang itu pernah dihunus. Bahkan di dalam “rumah” Yang Mulia sendiri, kabarnya tikus-tikus berkeliaran pun tak berani ditangkap. Apa yang membuat Yang Mulia gentar?! Bukankah dulu rakyat memilih Yang Mulia karena janji itu?
Yang Mulia Bapak Prsiden Esbeye, kalau subsidi energi di cabut, rakyat akan menderita, beban hidup makin berat. Yang miskin makin melarat, yang hampir miskin pun jatuh miskin dan yang sederhana terpaksa makin berhemat. Padahal, para koruptor terus bermegah-megah. Para politikus terus menyakiti hati rakyat dengan memboroskan anggaran negara. Lalu dimanakah keberpihakan pada rakyat?
Yang Mulia diberi amanah untuk mengelola bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di seantero Nusantara ini untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, BUKAN untuk memakmurkan para politisi. Kami rakyat membayar pajak yang jadi kewajiban kami, BUKAN karena kami menyetor upeti pada Sang Maharaja. Karena itu kami tak rela hak kami dinikmati para koruptor. Kami berhak atas hasil kelola bumi, air dan kekayaan alam negeri ini. Kami berhak menikmati hasil pembangunan dari pajak yang kami bayar. Karena itu Yang Mulia Bapak Presiden, sejahterakanlah kami, jangan miskinkan kami.
Kalau Yang Mulia ingin memiskinkan, maka miskinkanlah para koruptor. Kalau Yang Mulia bisa menggalang dukungan parpol koalisi untuk menyetujui niat Yang Mulia mencabut subsidi, kenapa Yang Mulia tak pernah berupaya menggalang dukungan parpol koalisi untuk mencabut seluruh kebebasan para koruptor? Kenapa Yang Mulia tak bisa menyentil pimpinan parpol yang anggotanya justru sibuk memperjuangkan remisi bagi koruptor? Bukankah Yang Mulia sudah MEMBELI loyalitas parpol dengan bagi-bagi kekuasaan di kabinet? Kenapa Yang Mulia tak berani menindak Mentri-Mentri di Kabinet Yang Mulia, meski nama mereka sering disebut-sebut terlibat kasus suap dan korupsi?
Yang Mulia Bapak Presiden, kami bukan tak mau memaklumi beratnya pilihan menaikkan harga BBM. Tapi kami juga ingin Yang Mulia menambal dulu kebocoran anggaran. Kami ingin Yang Mulia menyita semua kekayaan para tersangka korupsi. Bukankah para terduga teroris saja berhak dicabut hak hidupnya? Lalu kenapa para tersangka dan terpidana korupsi tidak dicabut hak-nya untuk kaya? Kalau saja separuh saja kebocoran anggaran itu bisa ditambal dengan menyita seluruh kekayaan koruptor, Yang Mulia tentu tak perlu galau keselamatan jiwa dan keluarganya terancam. Sebab rakyat tentu di belakang Yang Mulia.
Yang Mulia Bapak Presiden, pilihannya memang hanya dua : mengurangi subsidi energi atau mengurangi kebocoran APBN? Memiskinkan rakyat atau memiskinkan koruptor? Mana yang akan dipilih, sepenuhnya ada di hati nurani Yang Mulia. Bukan di logika akal pikiran Yang Mulia. Sebab jika Yang Mulia hanya menggunakan logika, maka logika politik-lah yang berjalan. Maka Yang Mulia akan memilih membagi-bagikan bantuan tunai, agar citra parpol Yang Mulia terdongkrak naik. Maka Yang Mulia akan memilih membiarkan saja Ketua Setgab parpol koalisi, meski ia adalah pengemplang pajak terbesar. Maka Yang Mulia tak akan berani mengajak parpol-parpol koalisi untuk menyerukan pemiskinan koruptor, karena takut kehilangan dukungan politis. Sekali lagi Yang Mulia, pilihannya hanya ada 2 dan penentunya adalah nurani.
Yang Mulia Bapak Presiden Esbeye, sebenarnya kami sudah tahu keputusan apa yang bakal diambil. Tapi kami rakyat kecil hanya bisa mengiba, siapa tahu dalam 4 hari ke depan hati nurani Yang Mulia berbicara lain : “pikirkanlah ‘warisan’ yang akan kau tinggalkan untuk rakyatmu, setelah mereka 2x memilihmu!” Janganlah Yang Mulia mengecewakan mereka yang telah rela memberikan suaranya untuk Yang Mulia.
Tidakkah Yang Mulia ingin dikenang sebagai Presiden yang mensejahterakan rakyatnya? Dan tak ada ceritanya negara bangkrut karena uang negara dipakai untuk mensejahterakan rakyat. Tak ada ceritanya anggaran belanja negara jebol karena mensubsidi kebutuhan rakyatnya. Sepanjang sejarah yang ada hanyalah cerita tentang negara yang hancur karena pemimpinnya tidak amanah. Yang ada hanyalah kebangkrutan negara akibat korupsi yang dibiarkan merajalela. Kami rakyat sebenarnya hanya menunggu realisasi janji-jani Yang Mulia. Selamat berpikir Yang Mulia Bapak Presiden Esbeye, semoga hati nurani yang berbicara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H