Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Kemenangan Angelina

3 Maret 2012   12:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:34 1842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_166419" align="aligncenter" width="448" caption="(sumber : jpnn.com)"][/caption]

Braaakk!! Praaangg!!! Kaca jendela depan rumah Pak RT pecah berantakan. Sebuah bola kaki warna biru tergeletak diantara serpihan pecahan kaca. Pak RT mengenali bola itu, si Badu, anak tetangganya beberapa kali terlihat bermain bola itu. Di depan pagar rumahnya, Pak RT melihat Badu berdiri tertegun. Rupanya ia tak menyangka tendangannya sore itu bakal melenceng ke jendela rumah Pak RT. Dan sebelum sempat kabur, Pak RT sudah memanggilnya.

“Badu, ini bola kamu kan?! Suara galak Pak RT bak petir di siang bolong. “Bukan Pak, saya gak punya bola, sumpah!” kata Badu spontan. “Jangan bohong! Kemarin aku melihatmu main bola ini di depan rumah. 3 hari yang lalu aku juga melihatmu di ujung gang sana main bola ini. Seminggu lalu di lapangan Kelurahan kamu juga main bola ini. Jadi ini pasti bola punyamu!” Pak RT meyakinkan. “Iya Pak RT, yang main bola itu memang saya, tapi itu BUKAN BOLA PUNYA SAYA” Badu tetap bertahan.

“Lalu punya siapa?!” hardik Pak RT. Badu gelagapan. Ia belum menyiapkan nama yang bakal disebutnya sebagai pemilik bola sialan itu. “Eeh.., anu Pak RT, ehm.., itu bolanya si Bondan, anak kampung sebelah” karang Badu sekenanya. Lalu datanglah si Bendot  ”Benar Pak RT, itu bola bukan punya si Badu. Si Badu baru dibelikan bola bapaknya tadi pagi, saya tahu itu. Bola si Badu warnanya putih, bukan biru.” Si Bendot membela temannya main bola.

“Kalo begitu panggil si Bondan kemari, akan kutanyakan apa benar ini bola punya dia!” perintah Pak RT. Badu menolak memanggil si Bondan. Alasannya, jam segini si Bondan masih pergi mengaji, selepas Isya nanti baru pulang. “Oke, kalau begitu tidak penting ini bola milik siapa. Yang jelas aku beberapa kali melihatmu bermain dengan bola warna biru ini. Dan kali ini pun kamu yang bermain bola ini. Jadi kamu yang menendang bola ini sampai kena kaca jendela rumahku. Maka kamu yang harus kuhukum, bukan si Bondan yang punya bola.”

----------------------------------------------------------------------------------

Begitulah yang terjadi dengan Angelina Sondakh. Ia bersikeras tak punya BlackBerry sampai akhir tahun 2010. Pengakuan itu disampaikannya dalam persidangan tipikor 15 Pebruari lalu. Dan saat ibu Hakim ketua kembali menanyakan hal yang sama pada pengadilan yang sama 2 minggu kemudian, sembari menunjukkan beberapa foto Angie yang memegang BB, Angie tetap pada pengakuannya semula : “Itu memang foto saya yang mulia, tapi itu bukan BB saya”.

Seharusnya, atas pengakuan naif itu hakim bertanya balik : “Lalu kalau bukan milik Saudara, ini BB siapa?!”. Bisa jadi Angie akan kelabakan karena ia belum mempersiapkan kambing hitam untuk disembelih. Ada beberapa foto pada kesempatan yang berbeda, semuanya foto yang diambil di tahun 2009. Ada foto saat Angie masih hamil (sebelum September 2009), dan foto saat Angie sudah melahirkan dan sedang ikut gladi bersih pelantikan anggota DPR RI, 30 September 2009. Semua foto itu menunjukkan Angie memegang dan mengutak atik sebuah BB yang sama bentuk dan warnanya : BB warna biru.

Jadi, kalau itu bukan BB Angie, maka ada seseorang yang berbaik hati meminjamkan BB-nya pada Angie selama berbulan-bulan. Sebenarnya tak penting BB itu punya Angie atau pinjaman dari orang lain, yang jelas Angie sudah terbiasa menggunakan BB sejak tahun 2009. Kalaupun Angie tak mengakui PIN BB yang ada dalam BAP itu sebagai PIN BB miliknya, sebab PIN BB-nya berbeda, itu juga tak penting. Yang paling penting adalah : Angie lah yang berkomunikasi dengan Rosa melalui BB. Sebab Angie yang pergi ke Belanda bersama mas Adjie, Angie yang punya anak bernama Keanu Massaid dan merayakan ulang tahun pertamanya di Golden Ballroom Hotel Sultan, Angie lah yang tinggal di apartemen Bellegia, Angie lah yang berulangtahun pada 28 Desember di rumahnya di Taman Cilandak. Yang mana semua fakta itu sudah diakui Angie

Logikanya sama dengan bola biru yang mengenai kaca jendela Pak RT. Bola itu tak akan melayang dengan sendirinya kalau tak ada yang menendang. Tak jadi soal bola itu milik si Badu atau bukan. Tak jadi soal bola itu berwarna biru sedang bola si Badu warnanya putih. Tak jadi soal si Badu baru punya bola tadi pagi, sebab terbukti si Badu sudah sejak seminggu lalu terlihat bermain bola warna biru. Yang jelas, penendang bola biru itu adalah si Badu, bukan si Bondan yang dituduh pemilik bola. Dan yang terbukti mengenai kaca jendela rumah Pak RT adalah bola warna biru, bukan putih.

[caption id="attachment_166421" align="aligncenter" width="300" caption="(sumber : www.mediaindonesia.com)"]

13307789231719048327
13307789231719048327
[/caption]

Persidangan tipikor Rabu, 29 Pebruari lalu adalah puncak dagelan pagelaran sinetron suap Wisma Atlit. Angie cukup menjawab “itu memang foto saya,, tapi itu bukan BB saya” dan ibu hakim yang mulia sama sekali tak berminat menanyakan “lalu BB siapa?!” Ini tentu bukan karena ibu hakim bodoh, tapi justru karena ibu hakim pintar, beliau tahu kalau ditanyakan siapa pemilik BB itu, maka Angie akan kelabakan karena ia harus menyeret orang lain dalam persoalan ini. Ibu hakim sekali lagi – seperti juga pada sidang sebelumnya – telah melaksanakan tugas dengan baik : menyelamatkan Angie dari kemungkinan “ditelanjangi” kebohongannya dan dipermalukan!

Bukan hanya itu, Mindo Rosalina yang tiba-tiba sakit dan hanya dikuatkan keterangan LPSK, kemudian dijadikan alasan bagi hakim untuk memutuskan : tidak perlu ada sidang konfrontir! Bukankah Rosa hanya “sakit” biasa yang tidak perlu di rawat inap sampai berminggu-minggu? Seharusnya hakim bisa saja menjadwal ulang persidangan 2 hari kemudian atau minggu depan. Tapi hakim justru memutuskan untuk mengabaikan saja 2 kesaksian yang saling bertentangan. Baik kesaksian Rosa maupun Angie tidak akan dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Artinya : semua percakapan BBM tentang permintaan apel Malang, apel Washington, semangka, keterlibatan Ketua Besar, Boss Besar dan Ketua, semuanya hanya angin lalu yang harus dilupakan! Hebat! Rupanya hakim Dharmawati benar-benar telah melaksanakan tugasnya dengan sempurna.

Sakitnya Rosa tergolong aneh. Saudara laki-laki Rosa bahkan tak percaya Rosa sakit. Sebab 2 hari sebelumnya Rosa sempat berpesan minta dibawakan baju untuk hadir di persidangan. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya Rosa sendiri berniat hadir dan antusias untuk memberikan kesaksian yang sebenarnya, seperti telah disepakatinya dengan pengacaranya, Ahmad Rivai.

Dua hari sebelum sidang konfrontir, Rosa tiba-tiba memecat pengacaranya – Ahmad Rivai, yang mantan tim pengacara KPK dalam kasus cicak vs buaya – karena ancaman LPSK untuk tidak lagi melindunginya, karena Ahmad Rivai dianggap membuka rahasia soal siapa Menteri yang meminta fee 8% untuk proyek senilai Rp. 180 milyar.

Sehari setelah pemecatan – artinya sehari sebelum sidang konfrontir, Rosa kembali menghubungi Ahmad Rivai dan menanyakan apakah ia masih bersedia mendampinginya. Hanya saja karena tak ada kesepakatan soal komitmen, Ahmad Rivai menolak mendampinginya. Ini menunjukkan Rosa sebetulnya sedang berada dalam kondisi gamang. Ia seperti bingung dengan tindakan yang diambilnya. Bisa jadi ini karena Rosa terpaksa mengambil keputusan dalam tekanan. Upaya meminta kembali Ahmad Rivai menjadi pengacaranya, menunjukkan bahwa Rosa sebenarnya ingin didampingi pengacara yang dapat memberinya kesempatan untuk buka mulut apa adanya. Sungguh kasihan Rosa.

Malam sebelum persidangan, pihak LPSK yang diundang ke TV One menyatakan mereka siap mendampingi Rosa ke pengadilan tipikor esok pagi. Ini artinya sampai malam itu kondisi Rosa masih baik-baik saja. Tentu ketidakhadiran Rosa keesokan harinya dengan alasan sakit dan hanya dikuatkan surat dari LPSK, sangat mengejutkan. Pastinya ada “kekuatan besar” yang sudah mengancam Rosa agar tiba-tiba “sakit”. Rosa yang semula sangat antusias untuk bersaksi harus dihadang jalannya. Ini menunjukkan stress yang sempat dialami Rosa beberapa waktu lalu karena merasa dirinya terancam, bukanlah isapan jempol belaka. Dan si pangancam itu pastilah sangat digdaya sampai mampu menembus benteng perlindungan LPSK. Atau LPSK juga sudah ikut terancam, sehingga mereka pun “memaksa” Rosa memecat Ahmad Rivai? Kalau demikian, yang mengancam tentunya bukan hanya oknum, tapi sebuah kekuatan terkoordinasi.

[caption id="attachment_166422" align="aligncenter" width="300" caption="(sumber : manado.tribunnews.com)"]

1330779029298056155
1330779029298056155
[/caption]

Pantas saja kalau Angie sangat lega pasca pembatalan sidang konfrontir. Jalan baginya sudah dilempangkan. Angie tentu tak sendiri meretas jalan menuju “kebebasan”. Bukankah pada kesaksian di persidangan sebelumnya Angie mempertaruhkan dirinya untuk pasang badan sampai rela berbohong? Kebohongan Angie tidak saja sekedar untuk menyelamatkan dirinya, tapi juga demi memutus mata rantai keterlibatan pihak lain yang disebut namanya oleh Rosa. Karena itu, banyak pihak yang kemudian harus menjaga agar kebohongan Angie jangan sampai terbongkar.

Kini satu langkah telah dimenangkan Angie dengan telak. Itu sebabnya Angie bisa kembali percaya diri mengundang wartawan ke rumahnya, meski untuk jumpa pers yang tak jelas esensinya. Hanya sekedar untuk meminta dukungan dan mohon didoakan agar ia bisa melewati semua persoalan yang membelitnya. Selebihnya hanya curhat soal kerukunan 3 anaknya dan betapa perhatiannya dia sebagai seorang ibu. Tak lupa pula pesan agar anak-anaknya jangan dilibatkan dalam persoalan hukum yang dihadapinya. Sebuah pesan yang tak perlu, sebab memang tak ada yang melibatkan anak-anak tak bersalah itu.

Angie pun sempat meminta konfirmasi hakim, apakah semua keterangannya akan dijadikan dasar saat persidangan atas dirinya jika ia jadi terdakwa kelak. Hakim sudah menjawab “iya”. Dan Angie boleh berlega hati karena hakim sudah memutuskan percakapannya dengan Rosa soalpermintaan apel dan semangka, soal Ketua Besar dan Boss Besar, kini diabaikan. Kalau saja hakim yang menangani kasus ini tetap sama, bisa jadi Angie dan siapapun di belakangnya, bakal bebas! Sebab tak ada yang mengaitkan Angie dengan kasus Wisma Atlit, kecuali percakapan BBM itu. Dan kalau percakapan ini kini dianggap tidak perlu dipertimbangkan oleh ibu hakim, apalagi yang bisa menjerat Angie? Kalau Angie bebas, maka Ketua Besar, Boss Besar dan Ketua pun sama juga.

Kini Angie mulai berkantor lagi di DPR. Meski sebelumnya upaya koleganya untuk menaikkan “pangkat”Angie ke Komisi III gagal karena SBY marah, setidaknya Angie tetap duduk di Banggar. Selamat untuk Angelina Sondakh. Di non aktifkan dari jabatan Sekjen Partai Demokrat hanyalah sandiwara kecil saja. Ada sandiwara besar yang sudah sukses ia perankan : membentengi Ketua Besar dan Boss Besar. You will never walk alone Angie, coz we had ate the apples and watermelon together. We will hands in hands to break the law! Enaknya jadi kader partai berkuasa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun