Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Komisi Pengawas Partai Demokrat = Satgas = Pencitraan?

20 Februari 2012   13:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:25 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_164009" align="aligncenter" width="581" caption="sumber gambar : www.inilah.com"][/caption]

Menghadapi kisruh di tubuh partainya yang kian hari kian memanas, Partai Demokrat membentuk organ baru bernama Komisi Pengawas yang dipimpin TB Silalahi. Entah apa perbedaan yang signifikan antara Dewan Kehormatan dan Komisi Pengawas. Sebab bukankah Dewan Kehormatan yang seharusnya bertindak jika ada pelanggaran terhadap aturan dan etika partai yang dilakukan oleh kadernya? Mungkinkah Komisi Pengawas berfungsi untuk melakukan pengawasan yang bertujuan preventif? Ataukah Komisi Pengawas bisa melakukan tindakan pro-aktif untuk menyidik dugaan penyimpangan dan pelanggaran oleh kader, tanpa menunggu adanya laporan? Yang jelas tentunya harus ada nilai tambah dibentuknya Komisi Pengawas.

Dari pernyataan beberapa kader PD, mereka tampak dengan penuh rasa bangga menyebut nama T.B. Silalahi, Purnawirawan Jendral, yang menjadi Ketua Komisi Pengawas. Entah apa yang mendasari kebanggan mereka, apakah karena beliau mantan Jendral, ataukah pemilihan T.B. Silalahi di posisi itu memang sesuai dengan “selera” elit Demokrat sehingga mereka senang yang mengetuai Komisi Pengawas adalah pak T.B. Silalahi.

Saya pribadi, tidak terlalu yakin akan membawa dampak besar pada perbaikan Partai Demokrat. Sebab dalam suatu wawancara dengan Metro TV sekitar 1-2 minggu lalu, saat ditanya kenapa ada perbedaan perlakuan PD terhadap Nazaruddin dan Angelina. Dulu Nazar belum dijadikan tersangka, baru sebatas saksi saja dan sama sekali belum pernah dipanggil KPK, sudah dicopot dari jabatannya sebagai Bendum. Lalu saat dijadikan tersangka langsung di-PAW dari keanggotaannya di DPR. Sedang Angelina sampai jadi tersangka tetap diselamatkan posisinya di DPR. Jawaban Pak Silalahi kurang lebih begini : kondisinya berbeda. Dulu waktu Nazar pemberitaan media massa sangat luar biasa heboh, di dalam dan di luar negeri. Nah lho! Artinya PD bergerak atas tekanan eksternal.

Kini, kasus Angelina bukan lagi heboh! Apalagi pasca kesaksiannya di persidangan Nazar, Rabu lalu yang dianggap berbohong, mestinya Demokrat bisa menilai ini makin memurukkan citra Demokrat. Tapi kenapa tindakan yang diambil justru penyelamatan Angelina ke Komisi III? Setelah Abraham Samad tegas menolak menghadiri RDP dengan Komisi III jika ada Angelina, barulah SBY marah besar sampai terlontar kalimat “sangat tidak cerdas!”. Akhirnya pemindahan itu dianulir karena kemarahan SBY. Sekali lagi ini bukti PD hanya bergerak atas reaksi dari pihak luar, dalam hal ini publik dan KPK.

[caption id="attachment_164010" align="alignleft" width="300" caption="Suka cita kemenangan kubu Anas Urbaningrum (sumber : www.vivanews.com)"]

1329743909523813495
1329743909523813495
[/caption]

Dari situlah saya makin kurang respek dengan keberadaan Pak T.B. Silalahi sebagai Ketua Komisi Pengawas. Sedikit terjawab kenapa elit-elit PD tampak senang dengan ditunjuknya beliau, sebab mungkin ini sesuai dengan “selera” elit Demokrat. Lihatlah gebakan pertamanya : menegur keras Diana Maringka, mantan Ketua DPC PD Minahasa Tenggara karena mengadukan soal praktek money politics pada saat Kongres PD kepada media massa. Betul Diana Maringka salah prosedur, seharusnya dia mengadu kepada partai dulu. Tapi sudahkan pak Silalahi menelisik kenapa Diana memilih mengadu kepada pers? Sudahkan dilakukan introspeksi kerumitan mengadu kepada organ resmi partai seperti yang diakui Ibu Ismiati, mantan Ketua DPC PD Boalemo yang juga mengaku seperti Diana?

Kini bukan hanya Diana, sudah ada Ibu Ismi dari Boalemo dan Dani Sriyanto dari Jawa Tengah. Seperti juga Diana, ibu Ismi dan pak Dani memilih media sebagai tempat mengadu. Ibu Ismi bahkan menolak diajak Soetan Bathoegana untuk diantarkan kepada Pak T.B. Silalahi. Sampai-sampai Hotman Paris menanyakan kenapa Komisi Pengawas tidak jemput bola? Bukankah mereka yang dari daerah tentu akan merasa inferior jika dihadapkan langsung dengan elit-elit PD di Pusat yang mungkin akan mengeroyok mereka? Dani Sriyanto bahkan menantang Komisi Pengawas untuk menghubunginya dan ia menyatakan punya banyak bukti.

Yang terbaru hari ini pengakuan dari Habrul Tanjung, Sekretaris DPC PD Tapanuli Tengah yang mengaku juga menerima $ 10.000 USD dari Johnny Allen Marbun. Habrul juga mengaku yang mnerima bersamanya ada beberapa DPC. Ini pengakuan ke-4. Ibu Diana dan Ibu Ismi sama-sama mengaku menerima dari Umar Arsal sebesar Rp. 30 juta + $ 7.000USD. Sedangkan Dani Sriyanto sama dengan Habrul mengaku ditawari $ 10.000 USD, hanya saja Dani menolaknya. Artinya, dari 4 pengakuan ini akumulasi jumlahnya hamper sama, mendekati Rp. 100 juta per DPC. Apakah mungkin 4 orang dari daerah berbeda mengaku menerima/ditawari jumlah yang sama? Ibu Ismi dan Ibu Diana bahkan rincian dan hotle-hotel dimana saja mereka menerima uang itu, sama persis!

[caption id="attachment_164011" align="alignleft" width="300" caption="Ibu Ismi dikonfrontir dengan Umar Arsal, tim sukses Anas dan anggota DPR RI (foto : dok.pribadi)"]

13297440471267966772
13297440471267966772
[/caption]

Terkait pengakuan Ibu Ismi dan Diana, ada beberapa bukti yang dibawanya, termasuk sebuah box bekas kemasan BB type Gemini, masih lengkap dengan 2 lembar tanda terima (kertas copy) yang berlogo PD dan berlogo “ANAS”. Saya rasa jika Komisi Pengawas benar-benar punya itikad untuk membongkar kebenaran indikasi money politics, box BB itu bisa jadi alat bukti awal. Kenapa? Sebab Soetan Bathoegana di acara yang sama telah mengakui dia pun menerima BB semacam itu. Semula Soetan mengaku itu hanya BB buatan China – maksudnya HP buatan China yang tampilannya mirip BB. Tapi saat host acara menunjukkan logo resmi BlackBerry di box itu, Soetan akhirnya mengakui itu BB tapi dia klaim BB yang black market (BM).

Kenapa Soetan Bathoegana mengakui itu BB China dan BB black market? Sebab Soetan ingin mengecilkan nilainya. Dia menyebut harganya sekitar Rp. 200 – 300 ribu saja. Dari box BB itu bisa dilihat barcode-nya, bisa dilihat keasliannya. Jika ternyata itu BB asli, maka pernyataan Nazaruddin lah yang benar : harganya Rp. 2,9 juta per unit. Sebab tahun 2010 harga BB Gemini memang di kisaran itu. Komisi Pengawas bisa meperkirakan nilai seluruhnya jika sesuai pengakuan Nazar ia membagikan 400 unit BB. Belum lagi pulsanya yang sudah deregister layanan BlackBerry.

Ini langkah mudah, sebab Soetan Bathoegana dalam acara itu sudah mengakui bahwa dia pun menerima pembagian BB. Jadi apalagi kesulitan Komisi Pengawas? Mulailah dari internal pengurus DPP yang dulu menjadi Tim Sukses Anas. Apalagi ada pengakuan berbeda dari Bathoegana dan Max Sopacua. Bathoegana mengaku bahwa sesuai kesepakatan panitia Kongres sama sekali tidak menanggung transportasi dan akomodasi peserta. Dan sudah pula disepakati biaya-biaya itu menjadi tanggungan kandidat yang berlaga. Sedangkan Max Sopacua membantah hal ini. Max menegaskan Panitia OC menanggung semua biaya transportasi dan akomodasi.

Jadi, tinggal meminta keterangan panitia OC Kongres PD dan melihat laporan keuangan panitia Kongres. Jika ternyata panitia memang mengeluarkan biaya transportasi dan akomodasi peserta dari daerah, maka Tim Pemenangan Anas otomatis langsung bisa dijaring! Bukankah mereka mengakui bahwa memang membagi-bagikan uang “transport”? Memang Umar Arsal, seperti juga Bathoegana, berusaha mengecilkan nilainya.

[caption id="attachment_164012" align="alignleft" width="300" caption="(sumber : www.mediaindonesia.com)"]

1329744157967547371
1329744157967547371
[/caption]

Apapun itu, pengakuan dari kedua belah pihak sudah ada. Pihak pemberi suap (kubu Anas yang diwakili Bathoegana dan Umar Arsal), serta pihak penerima suap (yang diwakili Ibu Diana, dkk.). Kalau ada perbedaan besaran nilai antara yang diakui kubu Anas dengan yang dilaporkan DPC, tugas Komisi Pengawas lah mencari kebenarannya. Itu jika Komisi Pengawas memang benar-benar mau bekerja untuk membersihkan PD dari anasir-anasir korup.

Tapi melihat tidak pro-aktifnya Komisi Pengawas dan malah justru menegur yang memberikan pengakuan, saya tidak yakin Komisi ini memang dibentuk untuk melakukan pembersihan di internal partai Demokrat. Jangan-jangan Komisi Pengawas dibentuk hanya untuk pencitraan semata. Tak ubahnya ketika SBY membentuk satgas-satgas setiap kali ada masalah. Dan hasilnya memang satgas itu biasanya hanya tebar pesona saja, seperti satgasnya Denny Indrayana. Kali ini, “satgas”nya Pak T.B. Silalahi dengan nama yang lebih keren “Komisi Pengawas”, tapi esensinya tak jauh beda!

Referensi :

http://politik.vivanews.com/news/read/287090-komisi-pengawas-demokrat-tegur-diana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun