Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ikan Salmon ala Bhatoegana dan Irasional Versi Marzuki Alie: Lagi-lagi Kegaduhan Politik

9 Januari 2012   05:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:08 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_162486" align="aligncenter" width="640" caption="Sutan Bhatoegana/admin (KOMPAS/Totok Wijayanto)"][/caption]

Kembali para anggota Dewan yang terhormat bertengkar untuk hal-hal yang tak jelas. Saling lontar sindiran, saling ejek, terjadi diantara sesama anggota DPR yang berasal dari parpol-parpol peserta koalisi yang “mengaku” mendukung pemerintahan SBY – Boediono. Bahkan akhirnya partai non koalisi pun ikut meramaikan kisruh soal “ikan” tersebut. Pagi ini, headline depan sejumlah surat kabar terbitan Jakarta menampilkan karikatur besar yang semuanya terkait dengan ikan salmon, ikan piranha, ikan teri, dan lain-lain. Sebuah perdebatan yang sama sekali tak bisa dipahami rakyat – bahkan yang cukup berpendidikan sekalipun – dan tidak punya kontribusi secuil pun pada kepentingan rakyat yang seharusnya diperjuangkan oleh para wakil rakyat yang terhormat itu.

Berawal dari Soetan Bhatoegana, poitisi asal Demokrat yang melontarkan ucapan menyindir PKS dan Golkar yang sering memainkan politik 2 kaki : sebelah kakinya ada di Setgab Koalisi, tapi sebelah lainnya acap menghantam pemerintah. Kata Bhatoegana, mereka itu tak lebih dari “ikan salmon” singkatan dari intelektual kagetan asal ngomong. Seperti anak kecil, Bamsat dari Golkar membalas mengatakan mulut Bhatoegana mirip “ikan teri asin”, singkatan intelektual kagetan teriak sana sini. Tak mau kalah dengan Bamsat, Nasir Djamil dari PKS balas mengejek dengan menyebut Demokrat sebagai “ikan piranha” yang pikiran dan pembicaraan suka berbeda. Entah Nasir Djamil sudah melakukan riset ilmiah atau belum terkait karakter ikan piranha. Apa betul piranha pikirannya dan perkataannya suka beda. Kalau ternyata sifat piranha tak seperti itu, Nasir bisa didemo piranha beneran karena dianggap mencemarkan nama baik spesies piranha.

Itulah kegaduhan politik yang saat ini terjadi, sangat kekanakan, tak bermutu, dan – maaf – bodoh! Bagaimana bisa mereka yang sehari-hari tampil berdasi dan jas buatan tailor ternama, mencantumkan gelar akademis di depan namanya, naik mobil mewah, ternyata yang keluar dari mulutnya hanya sebegitu saja. Bukankah ucapan mencerminkan isi hati dan pemikiran?

Saya jadi ingat, bukan kali ini saja politisi Demokrat melontarkan kata-kata tak bermutu yang akhirnya menimbulkan perdebatan panjang yang menguras energi padahal sama sekali tak ada hasilnya. Ruhut Sitompul mungkin yang paling sering menyulut kontroversi. Ketika Mahfud MD menghadap SBY dengan mengajak Sekjen MK, Djanedjri M Ghaffar, untuk melaporkan perilaku tak beretika Nazaruddin, maka Ruhut yang kala itu jadi pembela utama Nazar langsung mengatakan dirinya “es lilin” – untuk membuat kontroversi dari gelar akademis Mahfud yang S3. Merasa panas akhirnya Mahfud balik menyerang Ruhut dengan mengatakan Ruhut “es kopyor”. Saat itu debat kusir sempat memanas dan citra Ruhut yang sudah buruk makin jeblok, sedangkan nama Mahfud justru melambung dan sempat diwacanakan sebagai Capres 2014.

Lain lagi dengan Ramadhan Pohan. Saat nama partai Demokrat jadi bulan-bulanan cibiran masyarakat terkait kasus Wisma Atlit dan kaburnya Nazaruddin, Pohan tiba-tiba mengusung nama “Mr. A” yang disebutnya dalang di balik kisruh Demokrat. Ketika nama Mr. A terus bergulir dan mulai menuai kecaman dari Akbar Tandjung, Amien Rais dan politisi berinitial A lainnya, Pohan dengan entengnya tak bertanggungjawab tentang siapa Mr. A yang telah ditudingnya. Politisi Demokrat lainnya, termasuk Ahmad Mubarok, bahkan buru-buru menyebut Ramadhan Pohan asbun dan nama Mr. A tak pernah dibicarakan di internal Demokrat. Sekedar mengingatkan, Mubarok sendiri sering mengeluarkan pernyataan kontroversial tanpa dasar.

Satu lagi : Marzuki Alie. Tokoh yang satu ini sudah seringkali ucapannya jadi kontroversi. Ada media yang pernah menyebutnya sudah 7 kali salah ucap. Mulai dari sinismenya soal korban tsunami di Mentawai yang disebutnya “itu sudah resiko tinggal di Kepulauan”, lalu soal ngototnya pembangunan gedung baru DPR bernilai lebih dari 1 T, disusul ucapannya soal “KPK sebaiknya dibubarkan saja”. Memang, Marzuki akhirnya selalu meralat ucapannya. Tapi kegaduhan politik sudah terlanjur terjadi.

Terakhir dan masih hangat : Marzuki Alie dianggap mengatakan rakyat Indonesia bodoh dan tidak rasional, yang dimuat Solo Pos. Marzuki membantah mengatakan demikian. Katanya : dia hanya menghimbau kepada para pengkritik renovasi toilet di DPR, agar jangan mengajak rakyat berpikir irasional soal itu. “Rakyat harusnya diajak berpikir jernih dan jangan hanya sekedar mencari popularitas sehingga segala hal yang menyangkut pembangunan dikritik. Rakyat terlalu sering dibodohi karena pernyataan-pernyataan yang tidak jelas” ini kutipan pernyataan resmi Marzuki. Benar, rakyat terlalu sering dibodohi karena pernyataan tak jelas, dan itu dilakukan oleh kolega se-partai Pak Marzuki sendiri.

Sebenarnya, siapa sih pengkritik renovasi toilet 2 milyar itu? Kalau dirunut ke belakang, issu itu muncul pertama kali dan jadi pembicaraan di forum-forum diskusi di internet, lalu dikicaukan di twitter dan facebook. Baru kemudian jadi perbicangan di televisi. Para pengkritik di dunia maya adalah para netter, blogger, dan pengguna media sosial lainnya. Sedangkan yang muncul di TV umumnya aktivis pengamat kebijakan publik. Jadi, siapa yang ingin “ditembak” Marzuki Alie? Bukankah pengguna internet itu rakyat juga? Justru karena mereka berpikir rasional makanya biaya renovasi 2 milyar itu jadi perbincangan. Yang tidak rasional itu kan angka 2 milyar. Lalu sebenarnya Marzuki marah pada siapa? Atau beliau sedang berhalusinasi ada “invisible hands” yang sengaja menggosok rakyat untuk mempersoalkan renovasi toilet 2 milyar ini? Kalau begitu, sama dengan Ramadhan Pohan dong! Demokrat kisruh dan saling sikut di internalnya pasca merebaknya kasus Nazaruddin, lalu pihak luar yang dituduh mengobok-obok partainya.

Semua itu terjadi di tubuh partai penguasa dan berkuasa. Partai yang memenangi Pemilu 2009, yag mottonya “cerdas dan santun”. Saya heran, sebegitu tak berwibawanyakah Anas sebagai Ketua Umum hingga ia tak mampu lagi mengendalikan ucapan-ucapan asbun yang berseliweran dari mulut anggotanya? Sebelum jadi Ketum PD, Anas sempat jadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR. Meski secara formal ia tak lagi menjabat sebagai Ketua Fraksi, tak tersisakah kekuatan Anas untuk mengontrol efektifitas komunikasi anggotanya di parlemen? SBY berkali-kali menghimbau agar kalangan DPR dan internal koalisi tak lagi membikin kegaduhan politik. Tapi faktanya kegaduhan itu terulang lagi dan lagi, sumbernya justru kader-kader Demokrat. Meski setiap pembicaraan para kader Demokrat itu selalu menyebut nama SBY dengan penuh hormat dan takzim : Ketua Dewan Pembina, tapi faktanya justru himbauan SBY di-kepret saja oleh mereka.

Pak Marzuki Alie, yang pernah jadi calon Ketum PD pesaing Anas dan yang sampai sekarang jadi Ketua DPR RI, tolonglah kendalikan setiap ucapan dan tindakan kader partai anda. Tentu anda pun harus lebih dulu mengendalikan ucapan anda sendiri. Rakyat sudah terlalu lelah di pusingkan dengan tingkah polah DPR yang minta ini itu berharga milyaran, dengan issu-issu korupsi, dengan fakta kemiskinan dan ketimpangan hukum. Jangan paksa lagi rakyat mendengar perdebatan tak penting dan tak bermutu macam ikan-ikan itu. Menurut saya mereka bukanlah intelektual kagetan, tapi orang kaya baru kagetan. Merekalah sumber irasionalitas dan kebodohan itu. Dan maaf, orang sekualitas tu terpilih karena rakyat memang masih bodoh dan kebodohan itu sengaja dipelihara. Mungkin kalau rakyat sudah pintar semua dan melek informasi semuanya, yang datang ke TPS hanya keluarga dan kerabat para caleg. Bisa jadi jika bangsa ini sudah pintar, Pemilu akan kehilangan legitimasinya karena jumlah golput jauh lebih besar dari jumlah suara sah. Ini hanya angan-angan dari seorang rakyat yang bodoh karena masih mau dipimpin dan diwakili orang-orang bodoh!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun