Malam minggu gini enaknya curcol ataupun sekedar menghilangkan penat dari kesibukan seminggu. Tetapi karena saya tidak ada kegiatan malam ini mohon ijin untuk para pembaca yang budiman  untuk memberikan kesempatan kepada saya untuk curcol di blog saya ini.Â
Siapa yang tidak kenal dengan Sumatera Utara? Kemungkinan 80 % orang di Indonesia tahu atau pernah dengar dengan lokasi ini. Ya, Sumatera Utara adalah kawasan di pulau Sumatera yang beribukotakan Medan. Apa sih landmark dari kota Medan?Â
Ada banyak, misalnya Tjong A Fie Mansion, Istana Maimun, Kawasan  Kesawan, Annai Velangkanni dst. Kawasan-kawasan ini cukup terkenal di kota Medan, tetapi jika kita coba bertanya kepada orang-orang yang stay di kota Medan, saya yakin masih banyak orang yang tidak familiar dengan landmark-landmark kota Medan tersebut. Saya sendiri belum mengunjungi seluruh landmark tersebut walaupun saya sudah cukup lama stay di Medan.
Landmark yang belum pernah saya kunjungi adalah Tjong A Fie Mansion, trimakasih kepada Mbah Google karna memberikan saya banyak info tentang museum tersebut walaupun saya belum pernah mengunjungi museum tersebut.Â
Tetapi saya akan membuat planning untuk mengunjungi museum ini sesegera mungkin. Ya, mari kita lanjutkan cerita ini ke Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Kenapa cerita ini saya mulai dengan kota Medan, karena saya ingin membuat para pembaca paham bahwa jika ingin pergi ke Bukit Lawang, kota pertama yang akan dilalui adalah kota Medan.Â
Ada 4 point yang ingin saya jelaskan tentang Bukit Lawang ini, yaitu Transportasi, Akomodasi, Makanan dan Trekking. Saya mulai dengan Transportasi, sebelumnya saya sudah pernah mengunjungi Bukit Lawang dengan orangtua saya, kami menghabiskan waktu hampir 4 jam menuju Bukit Lawang dan itu bukan waktu yang singkat. Mengapa selama itu? Karena it was our first time to go to Bukit Lawang and the second reason, we just used Google map for guiding us at that time.Â
Jadi, hal itu cukup rumit sebenarnya. Berbeda dengan perjalanan kami sebelumnya, kali ini saya dan salah seorang teman saya melakukan perjalanan backpacker menuju Bukit Lawang, pertama kita harus berada di terminal Pinang Baris, and again thanks to technology, kami menggunakan Grab Car saat itu.
Dan sesampainya di terminal Pinang Baris kami pun menuju Stasiun Bus Pembangunan Semesta (kalau kamu tidak punya jiwa backpaker, dengar2 ada juga bus dgn Air Conditioner yang berangkat dari sekitaran Mesjid Raya).Â
So, harga bus kami waktu itu adalah @20k, menurut saya sangat murah untuk sekitar 3 jam perjalanan. Bus yang saya dan teman saya gunakan adalah bus yang biasanya digunakan oleh masyarakat lokal disana dan cukup membuat jantung getar-getir. Jalan yang dilalui juga tidak cukup bagus dan saya sarankan untuk memakai masker karena akan ada banyak abu dan bau-bau yang tidak menyenangkan.Â
Setelah perjalanan sekitar 3 jam tersebut, kami tiba di terminal di Bukit Lawang, dan kami pun naik becak menuju ke penginapan kami yang sudah di booking jauh-jauh hari.
Sekarang saya masuk ke penjelasan mengenai akomodasi. Saat itu kami memilih Ecolodge sebagai tempat penginapan kami. Ecolodge ini berbeda dari seluruh penginapan di Bukit Lawang didukung dengan restaurantnya yang unik.Â
Nanti saya akan tampilkan beberapa foto direstaurant Ecolodge ini. Harga dari kamar Ecolodge ini sekitar Rp.400k-Rp.500k, ketika itu saya reserve kamar melalui Traveloka dengan harga yang lebih miring lagi.Â
Fasilitas kamar yang disediakan adalah baik dan pasti tidak seperti hotel - hotel diperkotaan, karena Ecolodge ini sepertinya mengusung penggunaan Bambu untuk semua furniture yang ada, mulai dari tempat tidur, kursi, meja rias, dll.Â
Ada kenyataan yang saya temukan disini yaitu bahwa mostly the waitress are less friendly to local people although not all of them did the same thing. And someday, if I want to visit this place anymore, I will try to find another guesthouse that can be friendly for me as a local visitor. Maaf karena saya sudah menuliskan tentang hal ini di beberapa media travelling, seperti Google Local Guide, Tripadvisor dan Traveloka. Â Â Â
Point ketiga yang akan saya jelaskan adalah Makanan. Kemanapun kita pergi, pasti makanan adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena waktu perjalanan kami yang sangat singkat, ketika itu kami tiba di penginapan pukul 19.00, langsung check in, mandi dan having dinner in restaurant.Â
Makanan yang ditawarkan di restaurant Ecolodge ini cukup bervariasi dan didominasi oleh Western Food. Kalau soal harga saya pikir cukup wajar dibandrol dengan harga mall karena kemungkinan mereka memakai ingredients dengan kualitas terbaik.Â
Sepertinya ini adalah restaurant terbaik disekitar Bukit Lawang sehingga sepanjang mata memandang seluruh meja di isi oleh foreigner, dimalam itu hanya meja saya saja  yang ditempati oleh local people. Contoh makanan yang disediakan adalah Vegetable with peanut sauce( in bahasa: Gado-gado) dibandrol dengan harga Rp.35.000 dan Lemon tea Rp. 25.000. Menurut saya masih harga yang wajar.Â
Dan keesokan harinya kami mendapat free breakfast direstaurant karena sudah satu paketan dengan penginapan, menu sarapan sangat baik menurut saya. Dari seluruh menu saya jatuhkan pilihan saya ke American breakfast dan menurut saya sangat baik. Yang paling membuat saya senang adalah bagaimana cara mereka mempresentasekan makanan yang disajikan.Â
Hal terakhir yang akan saya jelaskan adalah Trekking. Ini adalah hal yang paling saya tunggu-tunggu. Karena tujuan utamanya adalah trekking. Ketika kami makan malam saya mengundang seorang teman saya (dulunya adalah mahasiswa saya) untuk menanyakan tentang trekking disana. Saran untuk teman - teman yang pertama sekali trekking, pilihlah guide yang benar memiliki ijin resmi dan sangat tidak disarankan untuk melakukan trekking dengan guide amatiran.Â
Ketika itu saya memakai jasa Bukit Lawang Travel (bisa di cek di Tripadvisor), saya memilih trekking selama 6 jam dengan biaya RP.250k. Keesokan harinya kami berjanji bertemu dengan para guide direstaurant ecolodge pada pukul 09.00, seluruh visitor ada 7 orang termasuk saya, 5 adalah foreigner dan 2 orang adalah local visitor. Sebelum berangkat kami briefing dulu, pakai lotion nyamuk, dan saling berkenalan satu sama lain.Â
Perjalananpun dimulai, ketika di awal perjalanan, guide yang bernama Tyson berhenti pada setiap pohon, rasanya geli juga mendengar penjelasan Tyson, tentang Pohon Karet, Pohon Kelapa dll.Â
Mungkin karna kami adalah orang lokal dan sudah terbiasa melihat pohon - pohon tersebut. Terkadang saya juga ikut menjelaskan tentang beberapa hal tentang pohon - pohon tersebut. Salah seorang foreigner mengajak saya berbicara, dia berkata sangat banyak tanaman-tanaman di hutan tersebut, foreigner ini bernama Cathrine, dia berkata bahwa di negaranya yaitu Holland, mereka hanya memiliki 10 jenis pohon, dan ketika dia bertanya ke saya, berapa banyak jenis pohon yang ada Indonesia, saya bingung mau jawab apa, saya hanya jawab dengan "I'm not sure, maybe thousands".Â
Dan trekking pun dilanjutkan kembali, perjalanan pun semakin sulit, kalau pembaca tau lagu Ninja Hatori (mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra, bersama teman bertualang), begitulah yang saya rasakan saat itu.Â
Di tengah - tengah perjalanan kami, kami bertemu dengan banyak kera, kera hitam ekor panjang (Thomas) dan Babi Hutan. Beberapa kali didalam hutan kami berpapasan dengan kelompok guide lainnya dan saling memberi semangat. Disaat itu kami hampir patah semangat karna setelah perjalanan yang panjang, kami tidak bertemu juga dengan orang utan.Â
Ketika itu kaki saya semakin keram dan harus diistirahatkan, thanks a lot to Tysos and friends as our guide, yang sangat helpful, selalu menunggu dan membantu kami khususnya saya. Setelah beberapa jam kamipun melakukan break time, Tyson and friends memotong buah - buah yang mereka bawa dalam backpack mereka, sepertinya mereka sudah terbiasa dengan tugas ini.Â
Hal ini dapat saya lihat dari cara mereka memotong buah, sangat rapi dan cantik. Setelah duduk dan menikmati buah-buah tersebut, kamipun pergi melanjutkan perjalanan kami menyusuri hutan, disinilah kekuatan kaki saya diuji karena jalan yang dilalui adalah pebukitan, saya pun harus berhenti berkali-kali. Tetapi setelah melewati face kaki keram berkali - kali, saya dan teman saya pun berhasil sampai dipuncak, di mana sudah sangat banyak orang berkumpul disana dan menikmati makan siangnya.Â
Kami pun bergabung dengan anggota tim kami lainnya. Ketika kami akan memulai makan siang, salah seorang guide berteriak supaya menyimpan makanan yang ada, karna seekor orangutan sudah datang mendekat menuju tempat kami berkumpul. Finally, kami pun bertemu dengan orang utan tersebut beserta seekor baby orang utan tsb.Â
Sungguh agung dan sungguh sempurna ciptaan Tuhan. Semua orang berdecak kagum melihat orang utan tsb dan bersiap-siap mengabadikan kejadian tersebut dengan kamera masing-masing. Jika dilihat dari seluruh orang yang ada saat itu didalam hutan, hanya saya dan teman sayalah yang merupakan local visitor, selebihnya adalah foreigner.Â
Mereka sangat mengagumi dan menghargai sumber daya alam yang kita miliki, saya rasanya miris melihat senyum mereka saat itu, miris karena kemungkinan masih banyak orang - orang Sumatera Utara (hanya dengan jarak 3 jam dari Medan) yang belum pernah melihat Orang utan seumur hidupnya, sedangkan mereka para foreigner jauh-jauh datang ke Bukit Lawang hanya untuk melihat Orang Utan tersebut.Â
Setelah puas melihat orang utan, kami pun kembali ke penginapan melalui sungai dengan rafting, saran dari saya , selalu ingatkan kepada Guide untuk membawa Life Jacket ketika melakukan rafting. Sampai disini dulu cerita saya, jika ada editing atau hal yang terlupakan tentang cerita ini, akan saya tambahkan dikemudian hari. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H