JUMLAH
5 juta
150 juta
21,583 juta
437,5 juta
Keterangan : Nilai perolehan tersebut belum dikurangi dengan biaya produksi, biaya operasional, dll.
Dari proyeksi perhitungan di atas terlihat proporsi perolehan petani lebih kecil dibandingkan perolehan koperasi. Sebaliknya nilai perolehan koperasi kelihatan besar. Hal tersebut terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
1. Nilai perolehan tersebut masih kotor, belum dikurangi biaya-biaya seperti biaya produksi, biaya operasional, pembelian bahan baku, biaya tenaga kerja serta biaya penyusutan, dll. Pihak Petani memperoleh Rp 150 juta/bulan/50 hektar lahan atau sebesar Rp 3 juta/bulan/hektar. Kalau rata-rata kepemilikan lahan 2 hektar/petani, maka rata-rata perolehan setiap petani adalah Rp 6 juta/bulan/2 hektar. Seandainya biaya-biaya yang dikeluarkan petani itu 1/3 bagian dari jumlah perolehan, maka perolehan bersih petani dari budidaya Singkong mereka adalah Rp 4 juta/bln/2 hektar atau Rp 2 juta/bln/ha.
2. Perolehan petani memang terutama adalah dari sisi budidaya singkong saja, namun tidak menutup kemungkinan bahwa petani juga bisa berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh koperasi, baik sebagi karyawan atau sebagai mitra kerja, apakah itu di Pabrik Mocaf, di Peternakan Sapi atau di Unit Pengolahan Limbah, Pupuk & Pestisida Nabati serta Unit-unit lain yang dimiliki oleh Koperasi. Unit-unit lain yang dimaksud seperti : Unit Simpan Pinjam, Unit Toko Sembako dan Saprodi, Unit Bengkel, dll.
3. Kalau misalnya dari kegiatan-kegiatan di koperasi petani juga melibatkan diri, artinya petani masih mungkin untuk meningkatkan pendapatannya. Sebagai contoh bila petani diserahi untuk pemeliharaan Sapi dengan pola bagi hasil, tentu petani tersebut akan memperoleh tambahan penghasilan. Apalagi bila ada lagi kegiatan lain dari koperasi seperti pengangkutan hasil panen, pengupasan ubi singkong, operator mesin pabrik, dan lain-lain, tentu akan semakin menambah pendapatan hasil usahanya itu. Jadi tergantung kepada petani, jenis usaha dan kegiatan apa yang akan dimasukinya. Hal tersebut bisa terjadi karena para petani adalah juga anggota koperasi dan berhak untuk juga berpartisipasi dalam jenis-jenis usaha koperasi.
4. Sedangkan nilai perolehan koperasi tinggi karena masih berupa perolehan kotor dan belum dikurangi biaya-biaya, seperti :
a. Pembelian ubi Singkong dari petani
b. Biaya panen dan angkutan ubi dari kebun ke pabrik
c. Biaya prosesing mulai dari pengupasan, pencucian, perajangan, proses fermentasi, penirisan, proses pengeringan chip, penepungan sampai pengemasan, penggudangan sampai proses marketingnya.
d. Demikian juga pada kegiatan-kegiatan koperasi lainnya seperti pemeliharaan ternak Sapi yang menggunakan banyak tenaga kerja dan biaya operasional lainnya.
e. Dst.
Jika diasumsikan bahwa biaya-biaya itu secara keseluruhan unit itu mencapai 70-80 % dan nilai margin usaha itu 20-30%. Maka nilai perolehan bersih dari koperasi sekitar Rp 4,32 - 6,47 juta/hari atau sekitar Rp 129,5 juta sampai Rp 194,2 juta/bulan. Dari hasil ini maka koperasi akan semakin berkembang dan petani yang masuk di dalam system kemitraan tersebut akan turut maju dan berkembang serta lebih sejahtera.
Apakah hitungan-hitungan di atas ada yang masih dipertanyakan? Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H