Sekitar setahun lalu, Setara Institute melakukan  riset terhadap 10 PTN yaitu Universitas Indonesia, Universitas Islan Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Institut Teknologi bandung (ITB, UIN Sunan Gunung Jati Bandung, IPB dan UGM. Selain itu riset juga dilakukan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Universitas Brawjaya (Unibraw) Universitas Mataram (Unram dan Universitas Airlangga (Unair) . Riset itu adalah soal wacana keagamaan di kalangan mahasiswa.
Temuan yang mereka dapatkan adalah  eks anggota Hisbuth Tahrir menguasai wacana keagamaan di kampus. Selama ini mereka menerima pembubaran ormas mereka, namun secara pribadi mereka masih aktif memberikan ceramah-ceramah dan pengajaran bidang agama. . Umumnya mereka masih memakai kampus sebagai basis utama  tempat mereka dan mahasiswa sebagai obyek pengajaran mereka. Singkatnya mereka bertransformasi menjadi aktivis gerakan tarbiyah dengan tidak membawa bendera organisasi.
Tapi meskipun tidak membawa bendera HTI lagi karena sdan dibubarkan oleh pemerintah, ajaran Islam yang mereka sampaikan kepada mahasiswa adalah ideologi transnasional yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Setidaknya ada tiga visi utama yang akan dikembangkan mereka dalam menjangkau mahasiswa, termasuk mahasiswa baru.
Pertama adalah kewajiban kaum muslim untuk selalu bersandar dan menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka menagaska bahwa kehidupan dan keselamatan masyarakat hanya dapat dicapai selama masyarakat taat menjalankan perintah Tuhan  seperti yang sudah disampaiak melalui al-Qur'an dan hadist.
Kedua adalah memerangi kaum kafir, yaitu musuh-musuh Islam. Semangat rohani yang yang digaungkan adalah perlunya umat Islam bersatu melawan penindasan terhadap Islam yang terus berkembang, yang konon berasal dari keyakinan di luar Islam , termasuk liberalism, kapitalisme dan sekuler. Ketidak adilan banyak pihak atas Palestina terus menerus digaungkan.
Wacana ketiga adalah mereka menyakinkan para generasi muda bahwa sekarang terjadi perang pemikiran baik soal keyakinan (Islam) maupun soal kebudayaan (timur vs barat)
Tiga hal ini terus menerus digaungkan oleh para penceramah yang mereka undang ke kampus, baik dengan cara terbuka maupun dengan cara tertutup alias eksklusif. Dengan menyakinkan item satu sampai item tiga itu mutlak dilakukan oleh umat muslim, para mahasiswa yang masih unyu-unyu itu akan bersifat hati-hati, dengan cepat mencurigai pihak lain, memusuhi bahkan menutup diri dari orang lain.
Hal ini terus menerus mereka pupuk dan  mungkin butuh sekitar satu sampai tiga tahun supaya mereka solid dan loyal. Sehingga tak jarang kita mendapati beberapa mahasiswa yang bersikap aneh dan asing terhadap keluarga mereka sendiri. Jika sudah solid dan loyal, sejatinya mereka sudah bersikap intoleran. Jika sudah bersikap intoleran, maka akan mudah orang-orang ex HTI itu untuk membuat para mahasiswa menjadi radikal. Begitulah cara kaum radikal memperkenalkan radikalisme di kalangan anak muda. Kampus adalah basis penting bagi mereka.
Karena itu seluruh civitas akademika harus bersatu untuk mencegah semua langkah mereka itu di kampus. Jika sekiranya ada mahasiswa yang sepertinya terpapar intoleransi dan radikalisme, segera cara senior atau dosen yang bersifat inklusif (Islam moderat) untuk dicari langkah-langkah selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H