Mohon tunggu...
Sri Ken
Sri Ken Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Swasta

Suka masak sambal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekerasan Virtual, Sang Bom Waktu

19 Juni 2019   11:03 Diperbarui: 19 Juni 2019   11:09 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu kita dikejutkan oleh rumors  fatwa haram untuk permainan game oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).  Game yang menjadi sasaran fatwa haram itu adalah Game Player Unknwns Battlegrounds (PUBG) yang penuh berisi permainan tembak menembak. 

Game PUBG menjadi sorotan banyak orang termasuk dunia luar karena penembakan brutal yang terjadi di dua masjid Selandia Baru (New Zeland) yang menewaskan sekitar 50 orang  dan 20 an lain luka-luka.  

Seperti kita tahu bahwa penembakan di dua masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre di kota Christchurch  Selandia Baru ini mengejutkan banyak pihak karena selama ini negara itu dikenal sebagai negara dengan toleransi yang baik. 

Kehidupan sosial dan ekonomi negara itu juga baik. Para pendatang (imigran) yang sebagian besar adalah mahasiswa juga merasa nyaman di negara itu.

Tiga orang menjadi tersangka atas penembakan brutal yang disebut oleh Perdana Menteri NZ Jacinda Ardern sebagai teroris.  Satu diantaranya didakwa di pengadilan. Saat penembakan itu para pelaku melakukan live streaming seperti layaknya game online dimana mereka melakukan hal yang dapat dilihat orang lain.

Selain PUBG sebenarnya ada beberapa game yang berkonten kekerasan tapi banyak disukai oeh masyarakat. Game-game itu adalah Grand Theft Auto  (GTA), Crash Team Racing (CTR), Dragon Ball, Onet dan Zuma. GTA misalnya berisi permainan yang menegangkan . Mau mencuri mobil, membajak pesawat atau kereta bisa dilakukan di game ini. 

Sang pemain game juga dimungkinkan untuk memperoleh senjata dengan mudah di permainan itu. Mulai dari senapan matic, bazooka , pedang sampai senjata api. Semua bisa diperoleh dan di mainkan ketika sang pemain game dikejar-kejar polisi atau semacam Densus 88.

Jika PUBG diwacanakan haram oleh MUI, maka GTA seharusnya menjadi prioritas utama karena kekerasan benar-benar diadu di situ  disertai dengan perlawanan mereka terhadap aparat kemananan negara.

Terlepas dari apakah pelaku penembakan itu terinspirasi dari game PUGB atau tidak, tapi paling tidak kekerasan virtual yang mereka nikmati di game itu menjadi pengetahuan tersendiri bagi yang memainkannya. Ini yang sering disebut preferensi. Jika preferensi kita penuh dengan kekerasan maka yang terjadi adalah kita terpengaruh pada kekerasan itu juga.

Karena itu marilah kita ikut serta memerangi kekerasan sejak dari pikiran kita atau generasi muda. Kekerasan virtual yang mereka akrabi melalui game itu adalah kekerasan virtual yang bisa saja menjadi sesuatu yang nyata pada suatu ketika.

 Fenomena itu bisa menjadi bom waktu yang suatu hari bisa meledak dan memusnahkan sesuatu termasuk generasi muda. Karena itu kita harus waspada.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun