Mohon tunggu...
iqmal farhansyah
iqmal farhansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya iqmal farhansyah mahasiswa uhamka

Semangat buat berkarya

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pembahasan Fraud, serta Kasus fraud yang terjadi pada PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk

28 Desember 2024   08:19 Diperbarui: 6 Januari 2025   23:01 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

A. Teori Fraud Hexagon (Fraud Hexagon Theory)
Fraud Hexagon adalah pengembangan dari Fraud Triangle, Fraud Diamond, dan Fraud Pentagon. Fraud Triangle theory yang dikenalkan oleh Cressey Donald (1953) dalam penelitiannya yang berjudul "Other People's Money: A Study in the Social Psychology of Embezzlement". Pada penelitiannya tersebut dijelaskan terdapat tiga faktor pada situasi fraud, yaitu:


1. Pressure (Tekanan)
Cressey dalam Theodorus M (2018) menyimpulkan bahwa tekanan sebagai masalah keuangan
seseorang yang tidak dapat diceritakan kepada orang lain atau dalam bahasa inggris disebut dengan perceived nonshareable financial need. Cressey juga menjelaskan bahwa terdapat masalah non keuangan tertentu yang dapat diselesaikan dengan mencuri uang atau asset lainnya, jadi dengan melanggar kepercayaan yang terkait dengan kedudukannya.


2. Opportunity (Peluang)
Opportunity (Peluang) merupakan peluang yang memungkinkan kecurangan terjadi. Hal ini dapat terjadi akibat dari pengendalian internal yang lemah, kurangnya pengawasan, atau penyalahgunaan wewenang. Cressey dalam Theodorus M (2018) berpendapat bahwa terdapat dua komponen persepsi tentang peluang yaitu:
a. General information, yaitu pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar tanpa konsekuensi.
b. Technical skill, merupakan keahlian atau atau keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan kecurangan.


3. Rationalization (Rasionalisasi)
Rationalization (Rasionalisasi) adalah mencari kebenaran atas tindakan kecurangan yang dilakukan oleh pelaku. Seseorang yang melakukan kecurangan akan merasionalisasi perilakunya yang melawan hukum untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya (Cressey dalam Tuanakotta, 2018).


Teori kecurangan selalu mengalami perkembangan. Teori kecurangan yang muncul setelah fraud triangle yaitu fraud diamond theory yang dikembangkan oleh D. T. Wolfe & Hermanson (2004). Fraud diamond merupakan penyempurnaan dari fraud triangle yang dicetuskan oleh Cressey Donald (1953). Fraud diamond menambahkan satu komponen sebagai komponen keempat setelah pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), rationalization (rasionalisasi) yang diyakini berpengaruh dalam mendeteksi kecurangan, yaitu kemampuan (capability).


Menurut D. T. Wolfe & Hermanson (2004), kecurangan tidak akan terjadi tanpa orang yang tepat dengan kemampuan yang tepat. Tekanan, peluang dan rasionalisasi dapat mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, namun menurut D. T. Wolfe & Hermanson (2004) orang tersebut harus memiliki kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan adanya peluang untuk melakukan kecurangan.


Perkembangan teori selanjutnya yaitu Fraud Pentagon Theory yang dikemukakan oleh Jonathan (2011) yang merupakan pengembangan dari teoriteori sebelumnya. Fraud pentagon menyempurnakan dan menambahkan komponen dari teori sebelumnya dengan mengenalkankomponen kompetensi (competence) dan arogansi (arrogance). Sehingga pada teorinya memuat lima komponen yaitu pressure (tekanan), opportunity (peluang), rationalization (rasionalisasi), competence (kompetensi), dan arrogance (arogansi). Kompetensi (competence) pada teori ini memiliki arti dan maksud yang sama dengan kemampuan (capability) pada teori sebelumnya yaitu fraud diamond theory oleh D. T. Wolfe & Hermanson (2004). 

Menurut Crowe (2011), kompetensi (competence) merupakan kemampuan karyawan untuk mengesampingkan kontrol internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan untuk mengendalikan situasi sosial demi keuntungannya dengan menjualnya kepada orang lain. Komponen penambahan selanjutnya yaitu arogansi (arrogance), dimana menurut Crowe (2011) merupakan sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa control internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.


Teori terbaru mengenai kecurangan yaitu fraud hexagon theory yang dikemukakan oleh Georgios L. Vousinas dari National Technical University of Athens, Athens, Greece pada tahun 2017 dalam tulisannya yang berjudul "Advancing theory of fraud: The S.C.O.R.E. Model." Teori ini merupakan pengembangan dari teori kecurangan sebelumnya yaitu teori fraud triangle yang dikemukakan oleh Cressey Donald (1953), teori fraud diamond yang dikemukakan oleh (Wolfe and Hermanson 2004), dan teori fraud pentagon yang dikemukakan oleh Jonathan Marks (2011). Fraud hexagon terdiri dari enam komponen yaitu stimulus (tekanan), capability (kemampuan), collusion (kolusi), opportunity (kesempatan), rationalization (rasionalisasi), dan ego. Enam komponen dalam teori fraud hexagon merupakan hasil pengembangan dari teori fraud triangle, fraud diamond, dan fraud pentagon dengan menambahkan komponen collusion (kolusi). Terdapat perbedaan pada teori ini yaitu pada nama komponen yang digunakan. 

Beberapa komponen dengan nama yang berbeda pada teori ini memiliki arti yang sama dengan teori-teori sebelumnya.
Komponen tekanan pada teori ini disebut dengan stimulus, dimana memiliki arti yang sama dengan pressure (tekanan) yang telah stimulus, dimana memiliki arti yang sama dengan pressure (tekanan) yang telah dijelaskan pada teori sebelumnya oleh Cressey Donald (1953), D. T. Wolfe & Hermanson (2004), dan Marks (2011). 

Selanjutnya adalah komponen ego yang memiliki arti yang sama dengan arrogance (arogansi) telah dijelaskan sebelumnya oleh Marks (2011) pada teori fraud pentagon. Komponen yang ditambahkan pada teori fraud hexagon adalah komponen kolusi (collusion). Menurut Vousinas, kolusi merupakan kerjasama yang dilakukan oleh beberapa pihak baik oleh kelompok individu dengan pihak di luar organisasi, maupun antarkaryawan di dalam organisasi. Pada saat kecurangan kolusi terjadi, karyawan yang jujur akan ikut serta melakukan kecurangan dikarenakan lingkungan organisasi yang tidak jujur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun