Mohon tunggu...
Iqlima Rahma
Iqlima Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bimbingan dan Konseling

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengapa Remaja Melakukan Pemerkosaan?

2 November 2023   06:54 Diperbarui: 10 November 2023   07:30 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Disusun oleh: Iqlima Rahma Khairunnisa (2304628) 

Dosen pengampu: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M.Pd. & Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd.

Pemerkosaan adalah kejahatan serius yang dilakukan oleh individu dari segala usia, jenis kelamin, dan latar belakang. Ini adalah masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk norma sosial, keyakinan budaya, serta sikap dan perilaku individu. Meskipun tidak ada penyebab tunggal terjadinya pemerkosaan, penelitian telah mengidentifikasi beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang melakukan kejahatan ini (Faturochman, 2022). Tertulis dalam Naskah Undang-Undang Republik Indonesia tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bahwa faktor risiko ini mencakup riwayat kekerasan atau pelecehan, penyalahgunaan zat, dan kurangnya empati atau rasa hormat terhadap orang lain.

Pemerkosaan merupakan tindak pidana kesusilaan yang meresahkan, kadang kala tindak pidana ini disertai dengan tindak pidana lain, misalnya pencurian, penganiayaan bahkan pembunuhan (Adening et al., 2023). Akibat tindak pidana pemerkosaan membuat korban tidak lagi menikmati kehidupan tenang dan aman (Adening et al., 2023).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa degradasi moral pada remaja dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang, termasuk tindakan kekerasan seksual seperti pemerkosaan (Mannan, 2017). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan degradasi moral pada remaja antara lain kurangnya peran orang tua dalam mendidik anak, lingkungan yang tidak mendukung, dan kurangnya bimbingan moral di sekolah (Mannan, 2017). Penelitian lain menunjukkan bahwa perempuan sering kali menjadi objek kekerasan atau pelecehan seksual yang dilakukan oleh pria (Adening et al., 2023). Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa kematangan seksual yang terlalu dini dan penyimpangannya dapat menjadi faktor risiko dalam perilaku menyimpang pada remaja (Saputri et al., 2022).

Remaja yang melakukan pemerkosaan memiliki latar belakang psikologis yang kompleks, namun penanganannya masih bisa efektif. Pemerkosaan pada remaja dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Sarlita, 2018). Berikut adalah beberapa faktor mengapa remaja melakukan pemerkosaan:

Budaya patriarki: Dalam budaya patriarki, terjadi subordinasi dan kesenjangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan (Zahirah Noviani et al., 2018).

Ketidaktahuan mengenai seks: Banyak remaja yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang seks dan kesehatan reproduksi (Tuzzahra et al., 2021). Hal ini dapat menyebabkan mereka melakukan tindakan yang salah, termasuk pemerkosaan.

Kurangnya pengawasan dan bimbingan dari orang tua: Menurut sebuah penelitian, kurangnya pengawasan dan perhatian orang tua dapat menyebabkan remaja melakukan pemerkosaan (Sarlita, 2018). Jika orang tua lepas kontrol terhadap anak-anaknya maka tidak menutup kemungkinan anak akan melakukan tindakan yang menyimpang, seperti melakukan pemerkosaan. Remaja yang tidak diawasi dengan baik oleh orang tua atau wali dapat lebih mudah terjerumus dalam perilaku yang tidak sehat, termasuk pemerkosaan (Ramadhani & Nurwati, 2023).

Gangguan mental: Beberapa remaja mungkin memiliki gangguan mental, kecemasan, depresi, dan kurangnya pengendalian diri yang dapat mempengaruhi perilaku mereka yang dapat menyebabkan mereka melakukan tindakan kekerasan seksual (Syah Putra & Kadarisman, 2016).

Pengaruh lingkungan: Cara pandang dan pengajaran seks dalam lingkungan juga dapat berperan dalam kekerasan seksual. Remaja yang tumbuh di lingkungan yang tidak mendukung, seperti keluarga yang tidak harmonis, lingkungan sekolah yang tidak kondusif, dan lingkungan masyarakat yang tidak aman, berisiko lebih tinggi melakukan tindakan kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan (Syah Putra & Kadarisman, 2016). Misalnya, jika seks atau kekerasan seksualnya dianggap sebagai hal yang biasa atau diterima dapat lebih cenderung tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan untuk menjalin hubungan seksual dan melakukan pemerkosaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun