Takdir Tuhan pasti tidak akan ada yang tahu menahu, bisa jadi mendapatkan derajat tinggi di atas atau bahkan diposisi bawah. Tidak sedikit orang yang jika berada di atas melupakan yang namanya rasa syukur atau bahkan sampai menjatuhkan seseorang yang di bawah. Namun namanya dunia yang peuh dengan keadilan, pasti Tuhan akan memperlakukan sesuai dengan apa yang telah dilakukan. Maka dari itu sebagai manusia tetap harus penuh dengan rasa syukur dan kerja keras untuk melanjutkan hidup.
Posisi ini-lah yang mungkin sedang dirasakan oleh penjaga stand "Djajanan Pak Darso" di Teras Malioboro. Penjaga tersebut bernama Aditya, seorang yang berasal dari Garut ini telah berkelana hingga Yogyakarta sejak tahun 2021 (sekitar 3 tahun). "Ke Jogja ikut sodara, dia yang punya toko ini terus dikasih amanah buat jaga" jelasnya.
Sebelum menginjakkan kaki di Jogja, Aditya bekerja sebagai supir disebuah grosiran di Bandung. UMR yang bisa dibilang lebih tinggi dibandingkan di Jogja membuat Aditya betah untuk berada di sana sejak tahun 2014-2020 "sebelum ke jogja di Bandung dari tahun 2014-2020, di Sorean kerja jadi sopir di sebuah grosiran Bandung, gajinya lebih besar dari jogja, sekitar 2,7 juta/bulan, belom lagi ada bonus dan uang saku, tapi karna ada masalah jadi harus keluar, dulu pertama kali kerja mulai dari awal SMA, awalnya kerja di Sukajadi buat potong ayam, terus milih Bandung karena banyak temen disitu jadi bisa dapet loker banyak" imbuhnya.
Sejauh itulah perjalanan yang harus dirasakan anak yang bahkan belum sempat melanjutkan bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebelum ke Jogja, Aditya sempat belajar pada bidang barbershop di Bandung. Menariknya dengan modal yang masih sangat minim, Aditya dapat membuka sebuah tempat barbershop di daerah Samarang, Garut tepatnya di depan Pondok Pesantren Qurrotal A'yun.Â
Tempat tersebut dinilai memiliki peluang yang besar karena berada di tempat yang strategis oleh anak-anak pesantren di depannya. Namun sangat disayangkan Aditya membangun ketika Covid-19 sedang melambung tinggi yang menyebabkan seluruh santriwan/santriwati diliburkan. Perkara tersebut menyebabkan berbershop tersebut terpaksa gulung tikan dan tutup.
Lalu setelah berkelana di Jawa Barat, Aditya mendapatkan panggilan dari saudaranya. Memulai karir dengan menjaga stand "Djajanan Pak Darso" pada tahun 2021 yang mana dahulu masih berada di daerah seberang Pasar Bringharjo. Pada massa itulah Aditya mendapatkan omzet yang lumayan besar, dimana perharinya mendapatkan omset lebih dari UMR Jogja.Â
"Dulu sempet di depan selama 3 bulan dpt 5 jt/hari kotornya, terus pindah ke belakang karena tidak boleh berjualan di depan" jelas Aditya. Karena adanya larangan berjualan di sepanjang jalan malioboro, hal ini yang membuat Aditya dan semua pedagang-pedagang berpindah ke belakang Teras Malioboro.
Sayangnya ketika pemerintah telah menetapkan larangan untuk tidak berjualan di sepanjang jalan Malioboro, omset penjual semakin menurun karena pengunjung yang tidak sebanyak di tempat sebelumnya. Aditya mengeluhkan "di belakang omzet 1-2jt/hari weekend kalau weekday cuman dapet 500-600rb/hari, dikit banget  kalo di sini mah." Hal ini kadang yang membuat para pedagang mengeluh, terutama letak yang tidak strategis dan tidak terlalu terjamah oleh para pengunjung.
Biaya hidup di Jogja yang terbilang tidak terlalu mahal membuat Aditya tidak merasa kurang akan gaji yang didapatkannya. "Kalau buat saya si dapat 45rb/hari, cukup buat sehari-hari, soalnya rumah ada ikut saudara jadi ngga perlu keluar uang bayar living cost, makan juga ngga ngeluarin biaya, mungkin cuma buat jajan aja" tambahnya.
Sebagai seorang penjaga stand, Aditya tidak mengetahui biaya yang dikeluarkan untuk membayar lapak stand maupun harga listrik karena itu menjadi tanggung jawab dari pemilik toko. Setiap hari Aditya berdagang di stand "Djajanan Pak Darso" yang dimulai pada pukul 4 sore sampai 10 malam, menariknya Aditya-lah yag membuat semua adonan dari dagangan tersebut "tiap hari jualannya, kalau capek minta libur juga boleh, bikin adonannya sendiri, dari jam setengah 7 buat adonannya sampe jam 11 bukanya jam 4 sore, gantian kalau pagi dibuat angkringan, kalau sore baru saya, tutup jam 10"Â timpalnya.
"Djajanan Pak Darso" merupakan stand yang menjual jajanan pasar yang sangat khas, seperti lumpia, onde-onde, putu, klepon, dan cenil. Harga yang diberikan juga tidak tergolong mahal, porsi yang didapatkan sangat-lah banyak dengan rasa yang bisa menjanjikan.Â
Ide dari menu tersebut tercetus oleh istri dari pemilik stand tersebut yang merupakan orang Surabaya, Jawa Timur. Menariknya "Djajanan Pak Darso" ini telah memiliki 3 cabang diberbagai daerah, seperti di Teras Malioboro, Lempuyangan, dan Winogini.
Walaupun telah memiliki inovasi yang berbeda dalam berdagang, namanya pengunjung tidak ada yang tahu seberapa yang akan datang. Terutama Teras Malioboro berada di tempat yang tidak terlalu strategis dari para pengunjung.Â
Berbagai macam pengunjung telah dilayani oleh Aditya dan pasti memiliki keinginan dan sifatnya masing-masing. Bersyukurnya Aditya tidak pernah ada yang menipu menggunakan uang palsu, mungkin hanya ada beberapa yang memiliki keinginan yang banyak dan tidak masuk akal.
Namun sebagai pedagang pelanggan adalah raja, harus tetap dilayani dengan sepenuh hati. Karena dari sisi pelanggan-pun jika mendapati seorang pedagang yang tidak ramah, nantinya tidak akan kembali lagi ke tempat tersebut. "pelanggan ngga ada yang nipu, tapi mungkin ada yang minta kayak lumpianya digoreng lagi, terus klepon yang paling bawah, minta digulung pakai tisu, tapi sebagai penjual harus ramah, someah kalau di sunda mah, senyumin aja, penjual mah jangan cemberut, bawa santai aja" tutur Aditya.
Teras Malioboro yang tidak terlalu ramai membuat Aditya memiliki niat untuk kembali ke bidang barbershop. Diumur Aditya yang telah menginjak 25 tahun membuat ia memikirkan masa depan yang lebih jauh, terutama sebagai anak pertama laki-laki yang masih memiliki tanggung jawab akan keluarga dan adik-adiknya.Â
Namun membangun toko sendiri tidak-lah mudah, maka Aditya mem-planning untuk melamar di barbershop milik teman di Bandung. Rencana tersebut dimimpikan sejak memulai tahun 2024 dan mungkin akan terealisasikan pada tahun yang akan mendatang.
Walau Garut, tempat kelahiran Aditya termasuk pemasok sayur-sayuran dan memiliki nilai jual yang tinggi jika di ekspor ke kota-kota besar, bahkan sebagian besar orang Garut melanjutkan hidupnya sebagai pedagang.Â
Namun Aditya tidak berniat untuk melanjutkan berdagang di kotanya sendiri karena banyaknya pedagang yang ada di sana "ngga dagang karena harus lihat pasarnya, lihat harga mahal nih, jadinya belom jadi kalau mau buka dagang sendiri" ucapnya.
Motivasi yang selalu dipegang oleh Aditya semasa hidupnya adalah "hidup tuh dijalani aja, gausa dibikin pusing, yang kecil jangan dibesarin, yang besar dikecilin, gausa dibikin ruwet, terima dulu masalahnya, baru dicari solusinya" jelas Aditya. Sebagai seorang manusia yang bahkan tidak meminta untuk dilahirkan dan mendapatkan takdir untuk hidup, harus bertahan bagaimana-pun caranya. Namanya badai tetap akan berlalu, namun setiap manusia pasti tetap akan memiliki seribu cara untuk menemukan titik terangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H