Mohon tunggu...
Iqleema
Iqleema Mohon Tunggu... Mahasiswa - Servant of Allah

People who hope for Allah's pleasure

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bullying dan Inner Child yang Terluka

18 April 2024   22:00 Diperbarui: 19 April 2024   00:40 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bullying adalah tindakan agresif yang berulang-ulang, biasanya dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuatan atau kekuasaan yang lebih besar, dengan tujuan menyakiti, merendahkan, atau mengintimidasi orang lain yang dianggap lebih lemah atau rentan. Perilaku bullying bisa beragam, termasuk dalam bentuk fisik, verbal, sosial, atau emosional. 

Tujuan dari bullying ini seringkali adalah untuk menunjukkan dominasi atau kekuasaan atas korban, sering kali tanpa memperhitungkan dampak emosional atau fisik yang mungkin dialami oleh korban. Bullying dapat terjadi di berbagai lingkungan, seperti sekolah, tempat kerja, dalam kelompok teman sebaya, dan di dunia maya. 

Setiap bentuk bullying memiliki dampak yang serius terhadap kesejahteraan korban dan perlu ditangani dengan serius oleh masyarakat dan pihak berwenang. Menciptakan kesadaran tentang berbagai jenis bullying dan bagaimana mengidentifikasinya adalah langkah pertama yang penting dalam memerangi masalah ini.

Korban bullying mungkin tidak berani melawan karena berbagai alasan psikologis, sosial, dan emosional yang kompleks. Beberapa penyebab umumnya meliputi:

1. Rasa Takut dan Kekuasaan yang Tidak Seimbang

Korban bullying sering kali merasa terintimidasi dan takut terhadap pelaku, yang mungkin memiliki kekuasaan fisik, sosial, atau emosional yang lebih besar. Mereka mungkin khawatir akan lebih banyak kekerasan atau pembalasan jika mereka mencoba melawan.

2. Rendahnya Diri

Korban bullying seringkali mengalami rendahnya harga diri dan percaya diri akibat dari perlakuan yang merendahkan dan merendahkan dari pelaku. Mereka mungkin tidak merasa cukup berharga atau berdaya untuk melawan.

3. Stigma dan Rasa Malu

Beberapa korban bullying merasa malu atau merasa seperti mereka akan dihakimi oleh orang lain jika mereka mengungkapkan bahwa mereka adalah korban. Mereka mungkin takut bahwa melawan akan meningkatkan stigma atau penilaian negatif terhadap mereka.

4. Tidak Ada Dukungan atau Bantuan

Jika korban bullying tidak merasa didukung oleh teman-teman, keluarga, atau pihak berwenang, mereka mungkin merasa sendirian dan tidak memiliki keberanian untuk melawan. Kurangnya dukungan sosial dapat meningkatkan perasaan terisolasi dan putus asa.

5. Persepsi Terhadap Kekuatan dan Kelemahan

Kadang-kadang, korban bullying mungkin memiliki persepsi yang salah tentang apa yang menandai kekuatan dan kelemahan. Mereka mungkin percaya bahwa melawan atau meminta bantuan adalah tanda kelemahan, bukan keberanian atau kebijaksanaan.

6. Pemahaman yang Salah tentang Masalah

Beberapa korban bullying mungkin tidak menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk melawan atau bahwa perilaku pelaku sebenarnya adalah bentuk bullying. Mereka mungkin menyalahkan diri sendiri atau memandang perlakuan tersebut sebagai sesuatu yang harus mereka terima.

Mengatasi ketidakberanian untuk melawan bullying seringkali melibatkan dukungan, pemahaman, dan pendekatan holistik yang mengakui kompleksitas situasi dan perasaan korban. Ini bisa termasuk penguatan harga diri, pendekatan terhadap penyelesaian konflik, pembentukan dukungan sosial yang kuat, dan pendidikan tentang hak-hak individu dan cara menghadapi bullying.

Jika tidak ditangani dengan baik, bullying dapat memiliki dampak yang serius pada kesejahteraan dan perkembangan korban, diantaranya: trauma jangka panjang, kesehatan mental; perasaan rendah diri, ketidakmampuan untuk percaya diri, dan bahkan pikiran atau percobaan bunuh diri, kesehatan fisik; sakit perut, sakit kepala, gangguan tidur, dan penurunan sistem kekebalan tubuh akibat stres kronis, pengurangan prestasi akademik, isolasi sosial, perilaku berisiko seperti; konsumsi obat-obatan terlarang, minum alkohol berlebihan, atau terlibat dalam perilaku kekerasan. 

Salah satu contoh bullying yang tak jarang kita dapati yaitu di sekolah tingkat SD. Siswa-siswi di tingkat ini masih dalam masa kanak-kanak, yang mana dalam fase ini merupakan periode yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, di mana mereka mengalami pertumbuhan fisik, perkembangan mental, dan sosialisasi yang signifikan. Kejadian-kejadian yang mereka lalui di usia tersebut terekam dan tersimpan kuat di memori. Jika mereka mengalami perilaku kekerasan contohnya, baik secara fisik ataupun mental, memori itu bisa saja menyimpan rasa trauma, dan jika rasa trauma tidak diobati, maka ia akan tumbuh menjadi inner child yang terluka.

Inner child yang terluka mengacu pada bagian anak kecil dalam diri seseorang yang masih mempertahankan perasaan, keinginan, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi dari masa kecil mereka, namun mengalami rasa sakit atau trauma sebagai akibat dari pengalaman masa kecil yang sulit atau traumatis.

Oleh karena itu sangat penting untuk mengenali dampak-dampak bullying dan memberikan dukungan yang tepat kepada korban agar mereka dapat pulih dan tumbuh dari pengalaman tersebut. Dengan pemahaman dan perhatian yang tepat, korban bullying dapat memperoleh kembali kontrol atas hidup mereka dan memulai proses penyembuhan. Dan jangan lupa awali dengan doa kepada Allah agar dimudahkan, karena kita tidak bisa melakukannya melainkan dengan bantuan Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun