Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal Mohon Tunggu... -

Ketika saya memutuskan untuk menulis, maka ada satu hal yang sangat menggebu-gebu di dalam pikiran saya untuk di bagikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Yayasan Ketakutan Saat Dosen Membentuk Serikat Pekerja

27 November 2013   14:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:37 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara Serikat Pekerja maka Anda akan membayangkan buruh-buruh pabrik yang berkumpul melakukan demo memperjuangkan hak-hak mereka. Tidak salah kalau Anda berpemahaman seperti itu karena sampai sekarang ini konotasi Serikat pekerja masih melekat dalam tubuh kita sebagai buruh kasar yang memperjuangkan hak-hak mereka.
Akan tetapi kalau Anda sedikit membuka diri maka Serikat Pekerja sekarang ini, dimasa modern ini lebih sedikit menunjukkan posisi yang lebih elegan di mata hukum. Kenapa elegan? karena serikat pekerja sekarang tidak hanya berbicara bagaimana buruh pabrik memperjuangkan hak-hak mereka akan tetapi serikat pekerja semakin cerdas memperjuangkan hak-hak pekerja dengan ilmu, dialog dan media yang cerdas.
Mendengar Serikat perkerja maka Anda sebagai pengusaha atau pemilik perusahaan akan alergi. Serikat Pekerja terbentuk di perusahaan Anda maka  pimpinan Anda menjadi tidak bisa tidur semalam suntuk. Kekuatan Serikat pekerja itu kuat dan sangat kuat bahkan di mata hukum. Pekerja yang sudah di dalam anggota akan bisa memperjuangkan hak-hak mereka sesuai dengan hukum undang-undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
Ketakutan yang terbesar dari sebuah perusahaan adalah ketika permainan mulus mereka mempekerjakan karyawan dengan seenaknya mereka tapi terbentur dengan UU. Mulai dari upah di bawah UMP, tidak memberikan jamsostek, memberikan lembur yang tidak dibayar, Bahkan ada beberapa perusahan yang mengharuskan mempekerjakan karyawannya bekerja melebih jam yang telah ditetapkan bedasarkan undang-undang yang berlaku.
Ketakutan ini berlanjut ketika semua harus diproses oleh pihak terkait ketika semua tidak sesuai aturan. Maka tidak heran kita sering mendengarkan banyak sebagian perusahaan pimpinannya menghalang-halangi pembentukan serikat pekerja.
Inilah yang terjadi sebuah perguruan tinggi di Banda Aceh dimana saya bekerja. Saya bekerja baru 5 bulan di kampus tersebut. Dari awal saya sudah tercium bau-bau tidak sedap dari manajemen kampus dalam hal bagaiman mereka menjlankan kampus mereka. Karena ini yayasan maka otonomi mereka sangat tidak terbatas. Namun ternyata mereka terlalu jauh mendefiniskan otonomi ini sehingga masalah ketenagakerjaan juga mereka anggap adalah urusan pihak yayasan. Tapi begitulah kenyataan di lapangan ketika menghadapi yayasan yang egois dengan sebuah kepemilikannya sendiri sehingga seolah-olah mereka mempunyai kekuasaan tidak terbatas.
Memang dari dulu saya masih belum begitu yakin ketika sebuah yayasan bergerak dalam dunia pendidikan. Mana ada sekarang yayasan yang benar-benar pure sosial membantu mencerdaskan anak bangsa. Kalau sudah mempertimbangkan profit untuk sebuah pendidikan maka Anda sudah bisa membayangkan sendiri. Akhir yang terjadi apa? Yang terjadi adalah pendidikan tidak lagi berbicara bagaimana menciptakan generasi penerus bangsa akang tetapi bagaimana menciptakan kuantitas jumlah siswa untuk profit semata.
Beginilah salah satu wajah pendidikan Indonesia. Rugi  rasanya kita berkoar-koar selama ini memperjuangkan pendidikan  agar lebih bagus lagi ketika di lapangan masih saja kita tidak bisa berbuat apa-apa ketika keanehan terjadi.
Perguruan tinggi sudah menjadi lahan untuk mencari laba sebanyak-banyaknya bagi sebagian pemilik yayasan. Sebanyak mungkin mereka menerima mahasiswa. Tapi apa? Apakah mereka memikirkan kualitas dosennya. Dan apakah dosen yang dipekerjakan juga benar-benar sudah sejahtera? Jangan-jangan masih dibawah UMP semua. Jangan-jangan ekpolitasi modern sudah mulai ada yaitu mengeksploitasi keilmuan dosen-dosen yang sudah menghabiskan ratusan juta sekolah tapi hanya dibayar sebungkus nasi.
Berbicara upah untuk seorang dosen di Aceh maka kita saya sendiri akan sedikit menutup kuping, anggap saja tidak tahu dan mau tahu. Mempermasalahkan upah dosen non pns maka itu akan berurusan dengan kekecewaan dan rasa sakit hati. Apakah dosen yang bekerja honor pernah memegang uang segepok seperti dosen pns dapatkan setiap bulan? Beban kerja sama tapi kenapa isi kantong berbeda? Hak seseorang terbedakan akibat nasib yang tidak mendukungnya. Disini sudah jelas kasta tercipta karena kita tidak beruntung mendapatkan jabatan. Kasta perbedaan ketika nasib kita tidak seberuntung orang lain. Selanjutnya adalah kita menyalahkan nasib yang terlahir sebagai orang miskin? Mungkin pembahasan itu terlalu jauh.
Yayasan sekarang sudah keras hati. Hampir semua yayasan yang bergerak di bidang pendidikan tidak pernah ikhlas memberikan upah kepada dosen yang telah berhasil menaikkan pamor universitas mereka. Mereka lebih senang menghabiskan pikiran mereka memikirkan berapa banyak omset yayasan mereka dari mahasiswa yang masuk. Apa yang terjadi apabila dosen yang mengajar di tempat mereka mogok semua? Apakah yayasan tersebut akan senyam senyum duduk santai diteras sambil mengipas hasil uang spp mahasiswa? Siapapun akan mengatakan tidak. Tapi, mengapa sering sekali kita dengar cerita-cerita miris ketika dosen hanya dibayar dibawah 1 baju setiap bulan? Apakah salah ketika dosen sekarang membentuk serikat pekerja untuk memperjuangkan hak-hak normatif mereka? Kenapa manusia harus hidup berbeda kasta ketika Allah menyamakan kita? Semua sama. Mengapa perbedaan itu sepertinya tidak berujung karena kita tidak atau bahkan belum beruntung seperti orang lain?
Disinilah bentuk ketakutan yayasan ketika serikat pekerja mempunyai kekuatan yang sama seperti mereka. Kehadiran UU 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja menjadi awal revolusi kebangkitan pekerja di Indonesia. Tapi jangan senang dulu, ketika Anda cukup berani membentuk Serikat pekerja di perusahaan Anda, maka Anda harus siap dalam 2 hal kemungkinan; di pecat atau di naikkan jabatan. Saya tidak perlu cerita panjang lebar dengan apa yang saya tuliskan. Contohnya saya yang di keluarkan dari kampus karena hanya menuntut hak-hak normatif yang sesuai dengan UU yang berlaku. Yayasan takut, yayasan berang dengan orang yang sok hebat menjadi pahlawan di siang bolong hanya untuk mengganggu aktifitas mereka meraup uang dari mahasiswa dari jalan-jalan yang tidak benar. Yayasan tidak mau tahu apakah dosen dan staff sejahtera atau tidak. Yayasan tidak ambil pusing ketika  karyawannya harus bekerja lembur yang tidak dibayar. Kata mereka simpel saja "kalau tidak mau kerja lagi, keluar saja". Yayasan sangat berkuasa, seperti kuasanya Tuhan kepada umatnya.
Serikat pekerja bukan pemberontak tapi sebagai mitra penguasaha dalam menjalankan usahanya. Kenapa sepertinya penguasah sangat benci dengan kehadiran serikat pekerja di tempat mereka? Secara logika kita akan menyimpulkan adalah pengusaha salah akan sangat alergi menerima kehadiran serikat pekerja. Betapa tidak, serikat pekerja bisa menuntut hak-hak normatif mereka jika tidak sesuai dengan undang-undang. Kejadian ini yang tidak mau dialami oleh pihak yayasan.
Perlu tidak seorang dosen membentuk Serikat Pekerja? Pertanyaan ini mungkin akan sedikit terkhususkan untuk dosen yayasan yang tidak berpenghasilan tetap setiap bulan. Saya benci ketika berbicara dosen PNS ketika mereka mendapatkan uang setiap bulan dan semua fasilitas di permudah. Satu sisi mereka tidak perlu memperjuangkan upah mereka disaat mereka bisa senang-senangnya mengajar dan akhir bulan jutaan nongol di rekening mereka. Perguruan tinggi mempunyai pengembangan konsep TRIDARMA perguruan tinggi yang khusus pada bidang pengembangan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Pertanyaan saya selanjutnya adalah bagaimana bisa dosen mengajar dengan maksimal ketika di saat yang sama dia harus memikirkan keluarganya mau makan apa besok hari?
Jadi untuk sekarang ini tidak perlu untuk menjadi sok hebat dengan niat untuk melakukan perubahan pendidikan di Indonesia dan Aceh khususnya. Tidak perlu. Anda cukup diam saja melihat yayasan Anda meraup untung sedangkan Anda semakin merana. Anda cukup santai saja mengajar ketika melihat yayasan gonta ganti mobil hasil perjuangan Anda mengajar selama ini. Anda tidak perlu berkoar-koar kesana kemari memperjuangkan hak-hak dosen Anda. Anda cukup diam saja melihat yayasan semakin kaya dan Anda semakin Miskin.
Anda cukup diam saja karena Anda telah menjadi bagian orang-orang yang melihat kedhaliman, penindasan hak, kebiadaban modern. Bahkan bagi saya Andalah orang-orang yang lebih munafik dari orang-orang yang merampok hak-hak anda. Anda cukup tidur santai di siang ini karena Anda tidak perlu memperjuangkan apapun karena hanya Anda seorang PNS yang telah terjamin gaji Anda setiap bulan.
Anda diam saja. Anda mungkin capek dan saya lebih capek. Sudahlah! Biar Waktu menjelaskan semuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun