Mohon tunggu...
iqbal valiri zulfikar
iqbal valiri zulfikar Mohon Tunggu... -

Saya adalah seorang Alumni IPB. sangat interest dengan kegiatan menulis dan menggemari membaca atau mendalami ilmu yang berhubungan dgn ekonomi syariah. Jika ingin sharing atau berbagi ilmu bisa kontak2an di iqbal_ikhwanbogor@yahoo.com atau 081932154868. Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Money

Bank Syariah VS Bank Konvensional: "Sapi Syubhat Versus Babi Haram"

29 Juli 2010   07:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:30 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"aah, bank syariah ga ada bedanya ama bank konvensional, sama-sama pakai bunga. Klo di bank konvensional terang-terangan pakai kata bunga, tapi klo bank syariah ga mau pakai kata ‘bunga’ tapi pakai kata ‘bagi hasil’ padahal ya intinya bunga juga"
"Ngapain daftar KPR di bank syariah, bunganya tinggi. Mending di bank konvensional aja udah bunganya rendah terus ga ribet lagi pakai akad-akad yang bahasanya pake bahasa arab segala"
"Menurut saya mah, ga ada bedanya tuh bank syariah ama bank konvensional. bedanya sih cuma klo di bank konvensional pakaiannya agak buat mata silau, tapi kalo di bank syariah pegawainya pada rapih dan pakai jilbab. itu doank"
Itulah sedikit komen yang biasa kita dengar ketika beberapa orang memberikan pendapatnya tentang bank syariah. Skeptis dan cenderung menyamakan antara dua sistem bank yang jelas-jelas berbeda ini. Hal ini terjadi disebabkan oleh pemahaman mengenai sistem perbankan syariah di masyarakat yang masih relatif minim. Sehingga wajar jika masyarakat dengan cepat mengatakan "ah, sama aja. Ga ada bedanya".
Selama ini edukasi mengenai perbankan syariah masih tersegmentasi di beberapa golongan saja yaitu hanya menyentuh golongan orang yang berpendidikan baik saja seperti kalangan mahasiswa maupun kalangan pengusaha. Iklan-iklan pada media massa yang diperuntukkan untuk masyarakat kalangan bawah masih sangat minim penjelasan mengenai kelebihan-kelebihan bank syariah, sehingga masyarakat belum mampu menangkap kelebihan-kelebihan tersebut dengan jelas.
Namun, pendapat-pendapat seperti yang tertera di bagian atas artikel ini mungkin memang tidak sepenuhnya salah. Maksud saya, saya melihat ternyata pendapat masyarakat tersebut beralasan. Karena pada praktiknya ada beberapa bank syariah atau BPR syariah yang "nakal" sehingga menimbulkan imej yang buruk terhadap keseluruhan bank syariah . "Nakal" dalam arti bahwa bank syariah atau BPR syariah tersebut menggunakan akad-akad atau praktek-praktek yang masih bertentangan dengan batasan-batasan syariah.
Salah seorang teman saya yang bekerja pada salah satu bank syariah bahkan pernah mengatakan dengan jujur kepada saya tentang keluh kesahnya bekerja di salah satu bank syariah yang termasuk “nakal” tadi. "bal, ternyata ada juga nih produk yang ada di bank syariah tempat ane bekerja yang diakal-akalin syariahnya padahal itu udah jelas ga sesuai syariah". Nah lho,,, mungkin salah satu fakta ini bisa menjelaskan pertanyaan kenapa masyarakat masih memandang sebelah mata bank syariah yang ternyata belum murni syariahnya. Fakta ini semakin dikuatkan oleh pernyataan salah seorang petinggi direktorat perbankan syariah BI yang pernah mengungkapkan pada salah satu edisi pada koran harian terkemuka di Indonesia bahwa belum ada bank syariah di Indonesia yang 100% murni syariah "Coba tunjukkan kepada saya bank syariah yang sudah 100% syariah, belum ada". Jadi sangat wajar pendapat skeptis banyak muncul di mulut masyarakat.
Salah satu kendala yang menjadi penyebab bank syariah berbuat "nakal" adalah karena belum adanya "financial engineering" yang baik pada bank-bank syariah. Dalam artian bank syariah belum mampu menginovasi produknya dengan baik sehingga masih belum menghasilkan produk yang sesuai syariah serta "menjual" di mata masyarakat. Sehingga ujung-ujungnya bank syariah masih mencontek produk-produk bank konvensional yang setelah dimodifikasi ternyata masih melanggar aturan syariah.
Namun, terlepas dari hal itu semua memang seharusnya kita tida serta merta mencemooh bank syariah dan meninggalkannya begitu saja, karena tidak semua produk perbankan syariah berstatus "bermasalah". Bahwa hanya sebagian kecil saja produk bank syariah yang harus "dihindari". Dan masih sangat banyak produk bank syariah yang halal dan menguntungkan nasabah. Jadi tidak ada alasan untuk meninggalkan bank syariah.
Jika saya boleh mengibaratkan, bank syariah yang ada saat ini bagaikan seekor sapi yang syubhat. Syubhat karena masih ada produk bank syariah yang masih belum jelas “kehalalannya . Sedangkan pengibaratan bank konvensional bak seekor babi yang sudah jelas haram (seperti yang telah di fatwakan MUI). Jadi, alangkah "naif" dan "bodoh" nya kita ketika kita dihadapkan oleh hidangan daging sapi yang masih mengandung unsur syubhat kita menolaknya tapi justru menyantap daging babi yang jelas-jelas haram.
Ya, fakta ini memang sering kita lihat di masyarakat. Bahwa masyarakat kita lebih memilih bank konvensional yang jelas-jelas haram setelah melihat bank syariah yang ternyata masih belum seutuhnya menjalankan aturan syariah. Saya harus mengatakan sekali lagi, bahwa ada sebagian dari masyarakat kita yang ternyata lebih menyenangi dan memilih "babi yang haram" dibandingkan "sapi syubhat" yang masih memiliki kecenderungan halal-nya.
Entahlah, kenapa masih ada sebagian masyarakat yang lebih "rela" memilih bertransaksi dan menabung di bank konvensional dibandingkan di bank syariah. Apakah semua tanggapan negatif terhadap bank syariah hanya karena bank syariah belum mampu memberikan margin bagi hasil yang lebih tinggi dibandingkan bunga bank konvensional . Entahlah, masing-masing pribadi kita yang mungkin bisa menjawab.
Wallahu'alam bi showab....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun