Mohon tunggu...
Iqbaltri Pamungkas
Iqbaltri Pamungkas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa aktif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potensi Cendawan Dark Septate Endophyte sebagai Agensia Hayati

20 Desember 2023   21:49 Diperbarui: 20 Desember 2023   22:20 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

POTENSI CENDAWAN DARK SEPTATE ENDOPHYTE SEBAGAI AGENSIA HAYATI TERHADAP PENYAKIT AKAR PUTIH  (Rigidoporus microporus) PADA TANAMAN KARET.

 

  • Latar Belakang

Pemanfaatan teknologi hayati yang berbahan aktif seperti cendawan dan bakteri telah menarik perhatian dari peneliti dan praktisi pertanian pada saat ini untuk mendukung pertanian yang ramah lingkungan serta  berkelanjutan (Jia et al., 2016; Surono, 2017). Dalam sebuah praktik budidaya pertanian, tanaman juga mendapatkan keuntungan dari interaksi simbiosis dengan mikroorganisme yang ada seperti cendawan endofit. Beberapa hasil dari penelitian sebelumnya melaporkan bahwa cendawan endofit berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, baik dalam kondisi nutrisi yang tercukupi untuk pertumbuhannya maupun dalam kondisi cekaman biotik, karena serangan hama dan penyakit serta cekaman abiotik seperti keasaman yang tinggi dan kekeringan sehingga tanaman bisa beradaptasi dan tumbuh normal dalam kondisi cekaman tersebut (Surono & Narisawa, 2017). Salah satu kelompok dari cendawan endofit yang telah dilaporkan dan berpotensi sebagai agensia hayati yang dapat memacu pertumbuhan tanaman pada kondisi cekaman baik abiotik dan biotik adalah kelompok cendawan Dark Septate Endophyte (DSE) (Santos et al., 2016).

Cendawan DSE ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif  yang dapat digunakan unuk pengendalian penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus microporus. Penyakit JAP menyerang tanaman karet hampir di semua stadia pertumbuhan mulai dari pembibitan, tanaman belum menghasilkan (TBM) bahkan tanaman menghasilkan (TM) (Dalimunthe et al., 2019). Kerugian finansial yang didapatkan akibat dari kematian tanaman sekitar IDR 1,8 triliun (sekitar USD 200 juta) pada setiap tahunnya. 

Di perkebunan karet, cendawan adalah sebuah agensia hayati yang sudah lama dikenal dengan potensinya sebagai salah satu biofungisida. Banyak cendawan yang telah dijadikan menjadi biofungisida dan diproduksi secara komersial, salah satunya cotohnya ialah Trichoderma spp. Cendawan endofit seperti Eupenicillium javanicum, Penicillium simplicissimum, P. citrinum, dan Hypctea atroviridis juga dapat berpotensi untuk mengendalikan penyakit (Dalimunthe et al., 2019).  Penggunaan biofungisida yang mengandung 5  jenis cendawan sekaligus antara lain, Aspergillus niger, Cheatomium bostrychodes, C. cupreum T. hamatum, dan T. hHarzianum yang dapat menghambat perkembangan dari patogen R. microporus lebih dari 50%.

Hasil penelitian Surono & Narisawa (2018) menunjukkan bahwa salah satu cendawan DSE, Phialocephala fortinii mampu menekan intensitas penyakit Fusarium pada tanaman asparagus. Penelitian dan publikasi terkait adanya hubungan simbiosis antara cendawan DSE dengan tanaman karet pada wilayah tropis khususnya di Indonesia untuk saat ini belum ada yang melaporkan. Keunggulan dari cendawan DSE dibandingkan dengan agensia hayati lainnya adalah cendawan DSE ini dapat hidup pada dua kondisi cekaman berbeda baik faktor biotik maupun abiotik. Adanya pigmen melanin yang terdapat pada hifa DSE menjadikan cendawan ini mampu bertahan dan melindungi tanaman. Selain itu, DSE juga mampu mengkolonisasi akar tanaman baik secara interseluler maupun intraseluler tanpa menyebabkan ataupun menimbulkan penyakit (Surono, 2017).

  • Pembahasan

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi dari keragaman hayati cendawan DSE pada tanaman karet, salah satunya pada fase umur tanaman yang secara tidak langsung mempengaruhi pola terbentuknya akar tanaman yang bisa bersimbiosis dengan cendawan DSE. Selain itu, faktor-faktor lingkungan seperti kondisi kesuburan tanah, tipe vegetasi, kondisi geografis lokasi juga dapat mempengaruhi keragaman cendawan DSE yang bersimbiosis dengan tanaman- tanaman inang tertentu. Berdasarkan dari data hasil uji tentang patogenesitas 25 isolat cendawan DSE pada tanaman kubis tiongkok yang menunjukkan bahwa terdapat total 15 isolat tidak memiliki sifat patogen pada tanaman kubis tingkok dan sisanya merupakan patogenik.

Isolat cendawan DSE tersebut telah terseleksi dari hasil uji patogenesitas dan merupakan isolat cendawan non-patogenik. Hasil pengamatan 2 hari setelah inokulasi (hsi) menunjukkan bahwa cendawan DSE menghambat perkembangan cendawan patogen < 10% dan ini tidak berbeda nyata antar perlakuan. 3 isolat cendawan DSE yang dapat mengurangi dan menghambat perkembangan patogen R. microporus >50%, isolat cendawan DSE APDS dan TBMDS  memiliki daya hambat tinggi dan merupakan isolat yang pertumbuhan koloninya lebih cepat dibandingkan koloni patogen R. microporus dan tampak perkembangan koloni cendawan DSE menyelimuti dan menekan perkembangan koloni patogen R. microporus. Pada umumnya cendawan genus Trichoderma yang telah banyak diteliti yang memiliki hubungan simbiosis dengan tanaman karet. Beberapa hasil penelitian terkait hal tersebut antara lain cendawan Trichoderma harzianum sebagai salah satu agens bio kontrol terhadap R. microporus (Dalimunthe et al., 2019).

Selain memiliki sifat sebagai antibiosis, cendawan DSE yang sudah di isolasi mampu menghasilkan sebuah Volatile Organic Compound (VOC). VOC merupakan molekul rendah karbon yang dapat menguap dengan mudah pada suhu dan tekanan normal dan fungsinya sebagai antimikroba (Dalimunthe et al., 2019). Cendawan endofit dapat mengeluarkan senyawa antibiotik atau alkaloid yang mudah menguap. Cara kerja dari cendawan endofit dalam melindungi tanaman tdari serangan pathogen dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Induksi cendawan endofit memacu tanaman dalam pembentukan metabolit sekunder seperti asam salisilat, asam jasmonat, dan etilen yang berfungsi dalam pertahanan tanaman terhadap serangan patogen atau yang berfungsi sebagai antimikroba seperti fitoaleksin (Dalimunthe et al., 2019).

 

  • KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian pada jurnal yang saya baja dapat diketahui bahwa cendawan DSE dapat diisolasi dari akar dan tanah sekitar perakaran karet. Hasil seleksi diperoleh yang memiliki potensi sebagai agensia hayati penyakit jamur akar putih yang disebabkan oleh Rigidoporus microporus. Isolat APDS 3.2 dan TBMDS 2.4b mampu memproduksi senyawa volatile yang berpotensi sebagai senyawa antimikrob dari cendawan patogen R. microporus. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah isolat-isolat tersebut juga mampu menekan serangan JAP di lapangan dan memacu pertumbuhan tanaman karet sehingga diharapkan nantinya diperoleh suatu formulasi yang memiliki multifungsi. Mengidentifikasi secara morfologi dan juga molekuler perlu untuk dilakukan seelah dapat diketahui tingkat keefektivitasannya di lapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun