Mohon tunggu...
Iqbal Tawakal
Iqbal Tawakal Mohon Tunggu... Konsultan - Jakarta

Artikel baru, setiap Rabu dan Sabtu. Lihat artikel lainnya di bit.ly/iqbalkompasiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uang Memang (Bukan) Segalanya

11 November 2020   12:50 Diperbarui: 11 November 2020   13:05 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses eksperimen untuk membuktikan hubungan antara produktivitas dengan insentif yang diterima (Dokpri)

Dalam tulisan saya yang berjudul 'Ketika Millenial Pulang Kampung,' diceritakan bagaimana hari-hari awal ketika teman saya pulang ke rumah di Surabaya. Ia sempat menawarkan bayar uang sewa tempat tinggal pada ibunya, sebagai imbalan karena mau menerima dan direpotkan dengan kedatangan anak tunggalnya. Reaksinya bisa ditebak. Ibu mana yang tak tersinggung.

Market norm menjelaskan kalau semua bisa diukur dengan uang. Tapi mengapa ada hal-hal yang justru menimbulkan konflik ketika uang masuk di dalamnya?

Market Norm dan Social Norm adalah dua dunia yang setara, dekat, namun tak bisa disatukan (Dokpri)
Market Norm dan Social Norm adalah dua dunia yang setara, dekat, namun tak bisa disatukan (Dokpri)

Uang Bukan Satu-satunya Jawaban

Market norm adalah satu sisi koin. Sisi lainnya bagaimana? Ternyata, tak semua hal bisa diukur dengan kalkulasi dan hitung-hitungan materil. Ada yang namanya social norm, di mana manusia berperan sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan manusia lain. Di social norm, kita memberi, tak harap kembali. Waktu, pikiran, dan tenaga kita curahkan untuk menjaga hubungan dengan orang lain, baik rekan kantor, teman di sekolah, lingkup pergaulan, hingga keluarga di rumah.

Sebagai contoh, ketika kita membantu seorang teman untuk pindah rumah, let's say, ikut memindahkan dan meletakkan barang-barangnya dengan rapi. Tentu kita tak mengharapkannya untuk langsung membalas budi saat itu juga. Tapi setidaknya, kita tau, mereka bisa ikut membantu jika kita menghadapi kesulitan di kemudian hari.

Tak seperti market norm yang mengedepankan untung rugi, social norm menuntut setiap orang untuk lebih banyak memberi. Karena, pada dasarnya, manusia ingin sekali fit-in di lingkungan sosial, merasa diterima, dihargai, diapresiasi, dan merasa jadi bagian penting dalam struktur community. Semua hal dilakukan tanpa pamrih, tanpa embel-embel.

Negeri social norm kedengarannya seperti negeri ideal di dongeng-dongeng, di mana semuanya saling membantu, rukun, damai, tanpa konflik. Namun, persoalannya tak sesederhana itu. Masalah muncul ketika kita tak mengerti, kapan harus menerapkan market norm, dan kapan harus masuk ke dalam social norm. Kedua dunia ini sangat berbeda secara fundamental, dan tak bisa dibenturkan satu dengan yang lain begitu saja. Ibaratnya, tak semua hal bisa diselesaikan dengan uang.

Riset perilaku manusia yang dilakukan oleh ekonom James Heyman dan Dan Ariely membuktikan hal tersebut. Mereka melakukan suatu eksperimen tentang pengaruh uang dalam meningkatkan performa kinerja. Percobaan ini dilakukan oleh tiga kelompok orang yang diminta untuk memindahkan (drag click) sebuah lingkaran ke dalam kotak di monitor komputer sebanyak-banyaknya selama tiga menit. Setiap satu lingkaran berhasil dimasukkan, lingkaran lain akan muncul.

Proses eksperimen untuk membuktikan hubungan antara produktivitas dengan insentif yang diterima (Dokpri)
Proses eksperimen untuk membuktikan hubungan antara produktivitas dengan insentif yang diterima (Dokpri)

Ketiga kelompok mendapatkan perlakuan yang berbeda. Kelompok A diberi insentif sebanyak lima dolar per orang. Sementara Kelompok B mendapat sepuluh sen per orang. Dan Kelompok C tidak diberi imbalan apapun. Uang tak dibahas sama sekali. Perlu diingat, setiap kelompok tak mengetahui perlakuan yang didapat oleh kelompok lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun