Kebijakan Indonesia dalam Konflik di Laut Tiongkok Selatan
Indonesia tidak tinggal diam, salah satu caranya adalah dengan menjaga kepentingan nasional dan mengantisipasi ancaman dari Tiongkok di wilayah Perairan Laut Tiongkok Selatan, Indonesia telah meningkatkan kekuatan militer di kawasan Natuna dengan mengirimkan kapal perang dan pasukan marinir untuk mengawasi dan melindungi wilayah laut Indonesia. Selain itu, Indonesia juga telah meningkatkan kerjasama dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan.
Pada 14 Juli 2017, Pemerintah Indonesia menerbitkan peta baru Negara Kesatuan Republik Indonesia 2017 setelah melalui pengkajian yang cukup panjang sejak tahun 2016. Peta baru tersebut mengganti nama wilayah perairan di sebelah utara Kepulauan Natuna menjadi Laut Natuna Utara. Penamaan ini dilakukan sebagai upaya diplomasi maritim Indonesia untuk menegaskan kedaulatan Indonesia di wilayah tersebut dan mengantisipasi klaim Tiongkok atas perairan Natuna Utara yang mengacu pada NDL.
Langkah lainnya yang dilakukan adalah dengan Diplomasi Pertahanan Maritim seperti diplomasi pertahanan maritim bilateral, multilateral, dan hukum internasional. Ketiga bentuk diplomasi ini sangat berguna dalam mengatasi sengketa di LNU dengan metode Soft Defence atau lebih dikenal dengan Diplomasi Soft Power.
Meskipun strategi yang Indonesia dari ancaman yang Tiongkok berikan yaitu dengan berfokus pada penggunaan kekuatan non militer dalam hal mencapai tujuan diplomatik sekaligus membangun kerjasama dengan negara lain. Dalam hal ini, kerja sama yang Indonesia bangun berada pada negara-negara ASEAN dan bahkan Amerika Serikat. Cara ini cukup efektif, karena menjamin kestabilan di LTS dari konflik perairan. Seperti pada Diplomasi Maritim Indonesia diimplementasikan dalam agenda dan forum dari tingkat bilateral, regional hingga global. Pemerintah dapat menggunakan instrumen diplomasi maritim untuk menjalin kerja sama perikanan, termasuk melalui pembentukan Konvensi Regional IUU Fishing dan kerja sama regional ASEAN+Tiongkok dalam pembentukan Code of Conduct di LTS.
Diplomasi pertahanan dengan negara-negara besar berupa Kerja sama ini melibatkan program patroli maritim bersama untuk melindungi perairan Indonesia, terutama di wilayah Natuna, dari aktivitas ilegal seperti pencurian aset biologis. Contohnya adalah kerja sama Indonesia-Australia dalam Indonesia-Australia Fisheries Monitoring Forum (IAFSF) dan latihan gabungan antara TNI Angkatan Laut dengan Pasukan Bela Diri Jepang (JMSDF) serta dengan Amerika Serikat.
Tak ketinggalan, Indonesia terus meningkatkan anggaran di pos militer khususnya di daerah terluar seperti di Natuna. Sektor militer yang mengalami peningkatan datang dari TNI AL dan AU terutama pembelian sejumlah alutsista. Mencakup pengadaan kapal perang, kapal selam, pesawat tempur, rudal jarak jauh, dan sensor untuk meningkatkan kemampuan deteksi musuh. Pendirian pangkalan militer di Kepulauan Natuna juga merupakan langkah penting untuk menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menjaga kedaulatannya atas wilayah.
Indonesia telah meningkatkan kekuatan militer di kawasan Natuna dengan mengirimkan kapal perang dan pasukan marinir untuk mengawasi dan melindungi wilayah laut Indonesia. Selain itu, Indonesia juga telah meningkatkan kerjasama dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan.
Potensi Harta Karun di dalam Perut  Perairan Laut Natuna Utara
Selain menjadi zona lalu lintas perdagangan maritim, LNU memiliki potensi cadangan bawah air yang melimpah. Kisruh yang terjadi dalam satu dekade terakhir erat dengan legitimasi Tiongkok serta potensi besar kekayaan alam di bawah LNU. Menurut data perhitungan dari Kementerian ESDM, di perairan lepas Natuna Utara terdapat potensi gas alam khususnya yang berada di Blok Natuna D Alpha. Nilai cadangannya mencapai 222 triliun kaki kubik gas alam.