Siang itu terik matahari begitu menyengat, silaunya seakan mengaburkna pemandangan muara sungai di pesisir Kota Meulaboh. Berjejer berbagai pondok kayu, hembusan angin laut seakan meredakan sengatan matahari yang membakar kulit. Mencari pelicin dahaga di tenggorokkan, kopi mungkin salah satu jawabannya.
Peran kopi begitu sentral dalam kebiasaan masyarakat Aceh, seakan sudah melekat sejak masa perjuangan melawan penjajahan dahulu. Bukan sekedar minum hitam pekat biasa, tapi mampu menyatukan pasukan Aceh, membunuh kantuk sambil menyusun strategi perang. Kopi bukan sekedar minuman kelas bawah, tapi penyatu masyarakat. Aceh dan kebiasaan menyeruput kopi sudah begitu melekat. Kualitas kopi yang dihasilkan pun tak kalah menggugah selera.
Pahlawan kenamaan nasional, Teuku Umar pernah berucap dalam Bahasa Aceh kepada salah seorang panglima laut:
Singoh beungoh geutanyoe jep kupi di Keude Meulaboh atawa Ulon akan syahid
(Besok pagi kita akan minum kopi di Kota Meulaboh atau Aku akan syahid).
Malam hari kelabu jelang tanggal 11 Februari 1899 jadi saksi. Kabar burung kedatangan pasukan Teuku Umar ke Kota Meulaboh terendus pihak Belanda yang berada di bawah komando Van Heutsz. Kedai kopi yang ada di pinggiran Pantai Batu Putih seakan jadi saksi Teuku Umar harus terjepit.
Ada 16 serdadu, 2 serdadu Belanda, 2 pengawal, dan seorang letnan dikerahkan ke lokasi. Mencari orang yang paling dicari Pemerintah Belanda saat itu. Tak ada pilihan lainnya kecuali bertempur melawan pasukan kompeni. Tembakan membabi buta dalam gelap dari pihak kompeni berujung dengan rebahnya Teuku Umar, bersimbah darah dari peluru musuh.
Janji tinggallah janji, secangkir kopi pagi esok harinya di Kota Meulaboh tidak pernah terjadi. Sang pahlawan sudah lebih dahulu gugur di medan peperangan. Kopi di Meulaboh begitu terkenal hingga kadang Teuku Umar dan pasukannya rela menghadapi bahaya tajamnya peluru musuh. 119 tahun sudah peristiwa itu berlalu, meninggalkan begitu banyak kisah kopi dan masa perjuangan pahlawan.
Bagi pendatang baru, ada yang aneh dari kopi yang saya seruput kali ini. Gelasnya ada pada posisi telungkup, kemudian sebuah tatakan piring yang membatasi saya dan kopi. Sebuah sedotan kecil pun menempel di antara gelas dan tatakan. Kopi yang terkenal itu bernama Kopi Khop. Bentuknya unik dan merupakan salah satu UMKM unggulan yang ada di Kota Meulaboh.
UMKM itu bernama UD Fauzi Ibrahim B, berdiri kokoh di Desa Suak Ribee. Di belakangnya terlihat jelas laut Batu Putih. Lokasi penuh historis perjuangan pahlawan Aceh tempo dulu. UMKM ini telah berdiri sejak Tsunami 2004 tahun silam, mengembalikan semangat menyeruput kopi masyarakat pantai barat Aceh. Buka setiap harinya, mulai pukul 10.00 -- 18.00 WIB.