Mohon tunggu...
M. Iqbal
M. Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Part Time Writer and Blogger

Pengamat dan pelempar opini dalam sudut pandang berbeda. Bisa ditemui di http://www.lupadaratan.com/ segala kritik dan saran bisa disampaikan di m.iqball@outlook.com. Terima kasih atas kunjungannya.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Yahoo, Pelajaran Bahwa Pentingnya Berinovasi

24 Agustus 2018   00:20 Diperbarui: 24 Agustus 2018   00:35 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebulan yang lalu tepatnya tanggal 17 Juli 2018 adalah hari terakhir layanan chatting legendaris Yahoo Messenger beroperasi. Semenjak awal kemunculannya dua dekade silam, Yahoo seakan mengalami banyak masalah selama satu dekade terakhir. Seakan hanya mampu mengandalkan layanan chatting yang telah ketinggalan zaman.

Awal 2000-an adalah punya kejayaan, saat di bilik warnet segala komunikasi, pertemanan, dan kisah cinta tak berbalas lahir. Kejayaan PC pun saat itu puncaknya, antrean warnet dan punya akun Yahoo Messanger jadi bukti eksis anak muda zaman old. Suka duka warnet dan Yahoo seakan lekang oleh zaman dan hanya menjadi kenangan. Kini semua ia mulai mati meninggalkan nama dan pengguna.

Ekspansi era Laptop dan notebook yang portabel mulai merajai setelahnya. Dan saat itu era warnet mulai tergusur perlahan-lahan. Arus kencang itu makin menjadi-jadi saat ponsel bisa melakukan segalanya dalam wujud smartphone. Perlahan tapi pasti Yahoo seperti jalan di tempat, pesaingnnya mulai berbenah kuat dengan segala inovasi. Google semakin perkasa sebagai mesin pencari dan Facebook mulai tangguh sejak mengakusisi perusahaan potensial seperti Instagram dan Whatsapp.

Sedangkan Yahoo seperti kehabisan ide, andalannya hanyalah Yahoo Messanger dan Yahoo Mail. Selebihnya tak familiar di telinga para pengguna. Namun kedua layanan itu tahun demi tahun makin kalah telak. Yahoo messenger harus kalah dengan sosial media macam Facebook, Whatsapp, Line, dan sejumlah instan messaging lainnya.

Pada layanan email, mereka harus takluk dengan kekuatan Gmail milik Google dan Outlook milik Microsoft. Perlahan jelas waktu menunjukkan Yahoo tidak pada tujuan yang jelas, para klien perlahan-lahan mulai beranjak pergi dan tak pernah kembali. Investor di lantai saham seakan menarik diri sembari mengamankan uang mereka dari lesunya saham Yahoo.

Makin hari  nasib Yahoo makin tak menentu. Dari awal perusahaan teknologi dengan layanan terbaik, perlahan turun kelas jadi perusahaan media iklan hingga akhirnya karam di lautan internet. Verizon datang dengan dana segar, membantu Yahoo yang mulai mati suri. Bukan lagi perusahaan yang mengkilap seperti dulu, hanya sebagai divisi kecil di perusahaan mereka.

Inovasi,  sebuah bahan bakar lintas zaman

Pelajaran dari Yahoo seakan mungkin mengingatkan kita bahwa inovasi sebuah ide paling berharga dibandingkan apapun. Mungkin di perangkat ponsel, Nokia mengalami hal serupa. Dari raja dan kini hanya ponsel yang mulai kehilangan nama.

Dunia digital membuat segala sesuatu begitu cepat, mengubah bahwa siapa yang miskin kreasi harus menggali kuburnya sendiri. Atau mereka yang salah mengambil keputusan, membuat nasib perusahaan berada di ujung tanduk.

Kini kita sudah memasuki era dari industri jilid 4.0, hampir segala sesuatu terhubung langsung dengan dunia digital. Perubahan itu makin membuat banyak lahirnya perusahaan startup dan bertambahnya perusahaan teknologi.

Mereka dituntut harus terus berinovasi, melihat perkembangan zaman. Bukan mengucilkan atau bahkan anti. Kejadian itu seakan bisa saja terjadi di masa depan pada perusahaan besar saat ini. Bisa saja Google, Facebook, Microsoft atau bahkan Apple.

Kisah ketangguhannya di masa lalu seakan kisah cerita tidur yang menyenyakkan andai tak berinovasi. Cerita sejarah dan nama perusahaannya hanyalah cerita manis dari orang-orang terdahulu yang pernah menggunakannya. Sedangkan manusia di masa depan hanya bisa tahu sekilas keagungannya yang kini tak dianggap lagi.

Bukti manusia butuh inovasi untuk eksistensi

Bukan hanya perusahaan, manusia juga butuh inovasi dan kreasi tanpa henti. Bagaimana seorang musisi atau penulis yang harus kehilangan pamornya. Ia terlalu nyaman di zonanya, dan ia lupa berbenah saat orang lain terus belajar dan belajar. Selangkah demi selangkah ia mulai tersusul hingga akhirnya gagal sampai di garis akhir. Lawannya yang lebih terus berbenah, sedangkan ia tenggelam dalam euforia dan rasa lengah.

Hampir sama dengan seorang konten kreator yang butuh ide segar dan inovasi. Itu semua didukung dengan kemampuan seorang kreator dalam menelurkan ide. Ia harus tahu keinginan dari konsumennya dan membaca situasi pasar. Dengan begitu ia bisa menghasilkan konten yang tepat sasaran.

Bila tidak, akan ada konten kreator lainnya yang melihat ini sebagai peluang besar untuk menggerus eksistensi muka lama. Ia lama kelamaan tersalip dan bahkan ditinggalkan oleh konsumen. Kejadian yang pernah terjadi di Yahoo adalah sebuah pelajaran berharga dan kita tak mau mengalami hal serupa. 

Dengan terus berinovasi, lintas waktu bukan masalah karena Anda mampu menjawab masalah sekitar menjadi berkah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun