Hujan deras dan lapangan yang licin ibarat sebuah berkah tersendiri. Saat lawan kesulitan mengoper bola, pemain kita seakan termanjakan dengan sapuan bola saat di atas air. Lalu saat mata lawan kelilipan akibat lumpur, Â pemain kita makin membuka mata lebar-lebar. Hasilnya pemain kita menang dengan mudah dan lawan kepayahan lagi kesusahan setengah mati.
Itulah hujan dan lapangan bola klasik, seakan menggambarkan kearifan lokal bahwa ketidaknyamanan dan ketertinggalan ialah senjata menakutkan. Masalah cemoohan, itu urusan belakangan yang penting kita menang bukan? Berkat kamu lapangan dan hujan datang di waktu yang tepat.
Lapangan yang baik sebuah keharusan
Kebutuhan Timnas akan lapangan bagus seperti sudah jadi kewajiban, sangat sedikit lapangan di tanah air yang punya kemampuan sangat baik dalam berbagai kondisi. Memang pengaruh cuaca tanah air yang punya curah hujan yang besar berakibat rumput jadi gampang rusak.
Tapi itu bukanlah sebuah alasan, karena bisa diakali dengan berbagai rencana lainnya. Saya pun sangat mengapresiasikan penyelenggaraan turnamen internasional Aceh World Solidarity Cup. Berkat turnamen tersebut mampu menambah jam terbang pemain Timnas untuk menyambut Asian Games tahun depan.
Bila mampu menyedot pecinta sepak bola yang ada di Aceh dan seluruh Nusantara. Turnamen serupa bisa dihelatkan tahun depan dengan lawan yang lebih berbobot pastinya. Dan menjawab rasa dahaga pecinta sepak bola tanah air. Permasalahan teknis seperti lapangan yang tak layak semoga tidak kembali terulang.
Pihak panpel pun harus punya rencana cadangan dalam kondisi terburuk (seperti musim hujan saat ini) dengan menyediakan stadion cadangan yang punya kelayakan serupa. Saya pun sedikit riskan mengetahui laga yang berlangsung sejak tanggal 2-6 Desember menghelatkan 6 laga (2 laga dalam satu hari) dengan jeda hanya selang sehari. Jelas saja rumput akan rusak ditambah dengan cuaca saat. Andai tidak memiliki stadion cadang, pihak panpel bisa menggeser pelaksanaan turnamen jauh sebelum musim penghujan berlangsung sehingga lapangan tidak kembali rusak.
Selain itu membenahi kondisi rumput yang sudah jadi permasalahan klasik. Rumput jadi hal yang sensitif di dalam sepak bola dan harkat martabat sebuah bangsa. Bukan hanya di Stadion Harapan Bangsa saja, tapi seluruh stadion di tanah air. Masalah rumput adalah masalah urgen yang tak bisa bisa ditunda-tunda lagi. Karena dengan rumput wajah bangsa dipertaruhkan di hadapan banyak bangsa lain.
Semoga jadi bahan renungan untuk kita semua, salam dari warga Aceh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H