Acara kriminal,umumnya berita kriminal seperti kasus korban pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, dan kejahatan lainnya. Dibalut kata-kata paranoid, tegas dan intonasi tinggi yang dibacakan oleh pembawa acara. Misalnya: “Tewas Mengenaskan” “Tewas Dibacok” dan Tewas Gantung Diri. Jelas-jelas kata tersebut membuat pendengar dan penonton merekamnya, apalagi acara kriminal sering tayang di siang hari. Walaupun penyebab orang yang menjadi korban masih belum jelas, tetapi selalu ada intonasi, tanda seru dari kata-kata tersebut seakan tertanam bagi yang setiap hari menonton.
Sinetron tak tamat-tamat, sejumlah stasiun televisi ada tayangan yang tidak tamat-tamat. Mula-mulanya alur ceritanya jelas dan terarah. Namun sering berjalannya waktu, cerita mulai ngawur dan meluber ke mana-mana. Penulis skenario seakan tidak mempersiapkan alur cerita matang atau tidak, lebih kepada bagaimana penonton tetap bisa menonton sinetron setiap harinya. Alur cerita yang umum dari sinetron Indonesia pasti pemain utamanya mati dan kemudian hidup kembali atau konflik muncul dan hilang lagi. Scene yang paling sering adalah suara hati pemainnya sampai kedengaran oleh penonton di rumah, zoom setiap wajah pemain dan ditutup dengan slow motion bersambung.
Karena ratingnya tinggi (bisa jadi penonton di rumah tak ada tontonan lain) sinetron tersebut tetap tayang. Malah seakan kejar tayang, pengambilan gambar yang buruk dan teks yang itu-itu saja buat tayangan TV lokal semakin tak berkualitas.
Reality show settingan, Acara reality show kini menjadi konsep yang paling banyak ditawarkan di televisi saatnya. Mulai dari aktivitas artis sehari-hari, pencarian bakat hingga masalah problematika percintaan anak muda. Misalnya masalah percintaan anak muda dibahas dan dipertontonkan ke publik. Jelas-jelas hanya pasangan yang nyeleneh lagi aneh mau masalah pribadi mereka dibongkar ke hadapan publik. Namun karena setting-an dan dibayar mahal, itu bukan masalah.
Selain gampang karena live, jadi tim kreatif tak perlu repot-repot harus mengedit-edit. Dampaknya banyak yang lolos sensor seperti perkataan mereka yang jadi target acara reality show tersebut. Mereka yang paling kasihan adalah penonton yang kurang tahu, bagaimana perasaannya saat acara yang bisa ditonton seru ternyata setting-an atau rekayasa semata. Kejadian itu yang mengada-ada secara tidak langsung dapat mencuci otak, terutama anak kecil yang gampang banget percaya. Pasti secara tak langsung ia akan kecewa di masa depan.
Ini mengingatkan saya mengenai kepercayaan akan gulat penuh trik bernama Smack Down. Lawan dipukul dan ia mengeluarkan jurus Smack. Hasilnya musuhnya yang sudah dipukul babak belur bisa bangkit dan mengalahkan jagoan. Jelas-jelas hanya setting-an saat saya beranjak dewasa. Di dunia nyata cukup sekali pukulan, lawan bisa langsung tumbang atau bahkan mati.
Lawakan basi, Rayuan gombal pada acara lawakan atau opera di TV terlihat begitu sangat dipaksakan. Penonton di panggung yang terlebih dahulu sudah dibayar untuk tertawa agar lawakan pemain opera tersebut terdengar lucu. Tak jarang sering menggunakan fisik lawan mainnya sebagai barang ejekan, penonton yang ada di panggung juga sudah dibayar mulai dari tertawa, tepuk tangan hingga aksi teatrikal lainnya. Mereka lebih dahulu dipandu oleh penanggung jawab acara sesuai arahan. Lumayan masuk TV dan dibayar ujar penonton bayaran.
Berita yang memprovokasi, Akhir-akhir ini pemberitaan politik sedang panas-panasnya. Semua yang menonton berita akan dengan mudah tersulut, media yang bertujuan memberikan informasi malah bertindak provokatif dengan memojokkan pihak yang berseberangan dengannya. Media bukan lagi sebagai pemberi informasi terbaik tetapi lebih pemberi rating yang tinggi dari berita negatif yang mendadak viral. Keuntungan pihak stasiun atau media didapatkan, sedangkan masyarakat yang dengan mudah akan bermusuhan dan menimbulkan sejumlah kebencian.
Saran saya pribadi, sebaiknya anda hindari acara televisi yang memprovokasi dibandingkan bisa membuat hati panas. Bukan berarti harus mempercayai hanya di sosial media saja, namun semua sumber apakah informasi yang berkembang benar dan bisa dipertanggung jawabkan. Apalagi banyak yang memanfaatkan untuk keuntungan suatu kelompok. Maksud tulisan buat mendiskreditkan salah satu pihak TV, namun sejumlah acara TV lokal mutunya semakin menurun harus ada pembenahan ke arah yang lebih baik. Pihak TV harus mau belajar akan kebutuhan masyarakat dengan menciptakan acara yang lebih bermutu dan bernilai edukasi. Agar tak mau pangsa pasar mereka semakin tergerus dengan perangkat lain yang lebih memudahkan di masa depan.
Semoga memberi pencerahan dan ayo berpikir jernih, guys.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H