Mohon tunggu...
M. Iqbal
M. Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Part Time Writer and Blogger

Pengamat dan pelempar opini dalam sudut pandang berbeda. Bisa ditemui di http://www.lupadaratan.com/ segala kritik dan saran bisa disampaikan di m.iqball@outlook.com. Terima kasih atas kunjungannya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Malu atau Malah Bangga Kuliah Pakai Duit Beasiswa?

12 Oktober 2016   12:22 Diperbarui: 19 Oktober 2016   23:21 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kuliah pakai duit sendiri namun beliau tak pernah lupa pada negeri sendiri. Kembali ke tanah air dengan mengabdikan semua ilmu yang ia dapatkan untuk kemajuan bangsa. Jarang yang beginian sekarang, hasil uang pribadi malah lupa tanah air, lupa daratan.

Kembali ke masalah beasiswa, takaran beasiswa yang kian banyak dan beragam menjadikan penerima beasiswa bisa memilih tujuan mana ia bersekolah kelak. Mau ke negeri favorit, kampus favorit dan bidang studi favorit di kampus.

Bila dilakukan survei, hampir kebanyakan penerima beasiswa menginginkan kuliah di luar negeri. Benar bukan? Itu tak bisa ditampik oleh pelamar. Apalagi di luar negeri menawarkan jurusan dan universitas lebih kompeten, suasana belajar lebih hidup dan kondisi alam yang lebih eksotik dibandingkan di dalam negeri.

Kadang penerima beasiswa sengaja mencari lokasi perkuliahan yang jauh dari negeri sekalian bisa jalan-jalan gratis berbasis studi. Memang itu hak si penerima, terutama merasakan suasana baru selama pembelajaran di negeri orang. Itulah sebab banyak dana beasiswa melenceng daripada tempatnya.

Dalam hal ini saya mau sedikit mengulas tentang hal yang tak etis terutama dalam penyalahgunaan dana (beasiswa) yang sudah lama menghinggap.

Pertama, paling sering penerima beasiswa menyalahkan gunakan beasiswa buat bukan studi. Secara finansial penerima beasiswa umumnya masih ada menerima uang kiriman dari keluarga atau gaji di luar beasiswa untuk bertahan hidup. Berupaya hidup seirit mungkin dan uang beasiswa bisa dimanfaatkan di luar kebutuhan, yakni mewujudkan secercah keinginan. Menurut saya tak salah dengan tujuan menabung untuk menghadapi masa depan yang relatif dinamis.

Sebenarnya duit yang diberikan pemberi beasiswa beragam. Pemerintah operasionalnya dari insentif pajak, perusahaan berasal dari dana khusus yang perusahaan tersebut tujukan ke pendidikan. Pernah terbesit bagaimana hati pemerintah, lembaga pendidikan, LSM hingga perusahaan yang menggelontorkan dana malah kamu selewengkan bukan pada tempatnya.

Kasus yang parah dana langsung ludes terpakai jauh dari operasional pendidikan dan biaya hidup. Memang itu hak masing-masing dalam mengelola, tetapi banyak tujuan lain yang bertentangan dengan studi yang dijalankan. Misalnya kawin pakai duit beasiswa. Saat kekurangan duit malah kerja serabutan di negeri orang, jalan-jalan ke mana-mana sehingga harus makan pas-pasan dengan makan makanan tak bergizi. Duit beasiswanya ludes ke jalan-jalan atau beli barang menaikkan taraf hidup.

Nah di situ dapat diperhatikan bahwa penerima beasiswa lebih mementingkan keinginan dibandingkan kebutuhan. Beasiswa diperuntukkan untuk sebagai program orang terdidik yang kelak melakukan pengabdian terhadap perjanjian yang ditetapkan. Sang pengabdi kelak tampaknya tak layak, bila gaya hidupnya bertaraf tinggi. Itu sedikit terkait dengan berkembangnya jejaring sosial sebagai tempat eksis terutama pada tempat yang dinilai indah dan eksotik. Misalnya foto tempat ia bersekolah di luar negeri, tur keliling negeri lain, selfie bareng beruang hingga kayang bareng kangguru.

Satu sisi tak ada yang salah, sisi lain begitu banyak teman-teman yang kurang beruntung saat melihat bisa iri hati. Apalagi bila tujuan utama penerima beasiswa bukan ilmu yang didapatkan tapi lebih ke kecenderungan pamer bahwa ia adalah orang hebat terpilih. Sungguh disayangkan bukan? Hanya mengharapkan jalan-jalan atau dikuliahkan secara gratis, lalu kabur hilang entah ke mana rimbanya.  Bila nantinya saat kembali untuk mengabdi bekerja terasa tanpa motivasi, sebab mimpinya telah terwujud.

Menurut opini saya, beasiswa tanpa pamrih dan paling ikhlas tanpa balasan apapun itu dari kedua orang tua. Kita hanya perlu amanah dan tak dituntut keras layaknya pemberi beasiswa yang buat kamu terikat. Syaratnya hanya hubungan darah dan ikatan batin, tak ada syarat yang berbelit-belit. Serta tanpa  proses wawancara yang bikin keringat dingin. Sambil menutup pencerahan ini, ingatlah tujuan utama beasiswa untuk membanggakan promotor dan pengabdian manis kelak. Siapa yang tak bangga bisa dapat beasiswa. Rasa bangga yang besar harus dibarengi lebih besar rasa malu apabila tak memberikan hal terbaik ke semua pihak, khususnya bangsa sekembali kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun