Mohon tunggu...
Muhammad IqbalFawwaz
Muhammad IqbalFawwaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNJ Program Studi Sosiologi

well

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gejolak Industri Musik di Masa Pandemi Covid-19

4 Juli 2021   16:56 Diperbarui: 4 Juli 2021   17:01 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada tahun 2020 terjadi sebuah fenomena penyebaran virus Covid-19 di Indonesia yang membahayakan kesehatan dan bahkan menyebabkan kematian. Virus Covid-19 merupakan virus yang berasal dari kota Wuhan, Tiongkok, yang ditemukan pada akhir Desember tahun 2019. Virus tersebut telah menyebar hampir ke seluruh dunia, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang terinfeksi virus tersebut. Keadaan ini membuat pemerintah Indonesia mengambil tindakan untuk mengadakan kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar).

 

Kebijakan PSBB merupakan aturan khusus bagi wilayah yang terinfeksi Covid-19 untuk membatasi kegiatan penduduk seperti melakukan pekerjaan di rumah, sekolah/kuliah daring, atau kegiatan ekonomi secara online. Keadaan tersebut memberikan dampak bagi seluruh sektor perekonomian, salah satunya pada industri musik. Kebijakan PSBB memaksa untuk konser musik secara langsung diberhentikan atau diundur sementara waktu karena kegiatan tersebut menghasilkan kerumunan dan berpotensi menjadi sarang penyebaran virus. Keadaan ini membuat para musisi kehilangan sumber penghasilan utama pada industri musik dan juga kehilangan sarana untuk mempromosikan karyanya.

 

Musik telah marak dipergunakan sebagai pemenuh kebutuhan batin masyarakat dalam konteks hiburan. Keseharian sebagian besar masyarakat modern saat ini tidak terlepas dari musik. Padatnya kegiatan sehari-hari dapat diselingi musik sebagai hiburan, dan bahkan kejenuhan seseorang pun juga dapat disembuhkan dengan pemutaran musik. Musik merupakan budaya massa yang merujuk pada penjelasan Raymond Williams dalam buku John Storey, "Cultural Theory and Popular Culture" mengenai definisi budaya populer. Williams (1983) menyatakan bahwa kata 'budaya' merujuk pada sebuah karya dan praktik intelektual terutama aktivitas artistik. Budaya populer memiliki tiga kategori umum. Yang pertama adalah "ideal", yang berarti budaya adalah suatu keadaan atau proses dalam arti nilai absolut atau universal tertentu. Kedua, catatan "dokumenter" yang berarti teks dan praktik budaya yang masih ada/eksis. Dan ketiga, definisi "sosial" dari budaya, di mana budaya adalah deskripsi dari cara hidup tertentu.

 

Dalam rangka beradaptasi dengan pandemi Covid-19, para musisi mencoba berbagai cara yang tidak berlawanan dengan kebijakan PSBB dari pemerintah untuk tetap bertahan/survive, seperti mengadakan konser virtual, webinar seputar industri musik Indonesia, membuat video kompilasi yang disebarkan di media sosial, penjualan merchandise secara online, atau penjualan karya di layanan musik digital. Namun, apakah strategi beralih ke dunia virtual menjadi langkah yang efektif bagi seluruh musisi Indonesia? Mengingat adanya musisi-musisi medioker dan newcomer yang belum menempati posisi teratas dalam industri musik Indonesia.

 

Pandemi Covid-19 menggeser dunia industri musik Indonesia yang biasa diselenggarakan secara live music menjadi music streaming. Beberapa musisi yang kehilangan lapaknya untuk sementara waktu berusaha agar tetap aktif dengan cara mengadakan music streaming pada platform-platform tertentu seperti Instagram, YouTube, dan Zoom. Musisi yang melakukan hal tersebut meliputi Iksan Skuter, Pamungkas, Danilla, Naviculla, Reality Club, Vincent & Desta, dan Barasuara. Adapun salah satu konser musik yang akan melakukan pertunjukan pra-rekaman yang dijual tautan akses videonya pada web www.zatpp.com, yaitu Zake and The Popo. Dan Rekti Yoewono sebagai pentolan band The Sigit juga melakukan live streaming di Instagram untuk saling berbagi pengalaman bermusik dengan para penggemarnya.

Adapun konser virtual "I Don't Give A Fest" yang dipersembahkan oleh USS FEED pada tanggal 1-10 April 2020, diselenggarakan pada platform USS Feed, Pophariini.com, dan samara live. IDGAF dikatakan sebagai wadah perkenalan era analog dalam industri musik dan menjadi pengalaman baru tayangan musik online. Dan, ada juga We The Fest Virtual Home Edition yang ikut memeriahkan dunia musik Indonesia pada tahun 2020. Konser-konser virtual yang hadir untuk pertama kalinya dalam sejarah musik Indonesia ini merupakan alternatif bagi musik Indonesia yang terdesak harus dilakukan secara online.

Selaras dengan pergeseran pada industri musik yang terjadi, terobosan ini menjadi budaya baru bagi masyarakat sebagaimana Raymond Williams (1983) menjelaskan bahwa budaya merupakan konsumsi masyarakat. Dengan kata lain, budaya diproduksi untuk konsumsi massa dengan audiens yang merupakan sosok-sosok yang tidak memilih. Budaya konser musik virtual ini dikonsumsi oleh masyarakat tanpa dipikir panjang, karena dalam keadaan terdesak ini hadirnya konser virtual merupakan satu-satunya alternatif bagi live music concert dan dinikmati secara pasif oleh masyarakat.

Dalam wawancara di CNBC Indonesia, Armand Maulana sebagai vokalis dari band Gigi, mengatakan bahwa:

"Industri musik jelas mengalami kerugian yang besar karena konser off-air di mana-mana ditunda dan bahkan ada yang batal. Kebanyakan musisi sekarang mengeluarkan single-single dibanding album karena promo di industri musik juga jadi berubah/beralih ke dunia virtual. Mulai dari promo, interaksi musisi dengan penonton, dan perlengkapan juga berubah dengan beralihnya konser virtual ini. Kadang kita yang jadi kagok karena tidak ada feedback dari penonton, kadang masalah sinyal, perlengkapan juga seadanya. Ditambah lagi promo utama musisi kan dari konser off-air, nah adanya pandemi ini jadinya susah buat musisi lain kalau mau promosikan karyanya. Musisi harus try hard banget di era pandemi ini."

Dalam industri musik, popularitas menjadi salah satu faktor penentu kemapanan musisi, yang mana semakin terkenal musisi maka akan semakin banyak penikmat dari karyanya, begitupun dengan penjualan karya-karyanya. Hal ini juga berpengaruh terhadap konsumsi publik. Umumnya, konsumsi publik lebih cenderung pada sesuatu yang sudah terkenal/diketahui oleh banyak orang karena hal tersebut menjamin kualitasnya, sebagaimana salah satu kategori "populer" oleh Williams (1983) yaitu, disukai banyak orang, dan karya tercipta sebagai hiburan masyarakat. Pengakuan tersebut diraih melalui kegiatan promosi, memperkenalkan produknya dan menarik perhatian masyarakat agar mengkonsumsinya, namun hal ini juga membutuhkan kualitas/menarik untuk dikonsumsi. 

 Musisi papan atas selangkah lebih maju dibanding dengan musisi medioker maupun newcomer karena sudah memiliki modal baik dari segi audiens, alat-alat perlengkapan, maupun modal keuangan. Sedangkan modal bagi para musisi medioker dan newcomer belum dapat dikatakan 'sudah menjanjikan'. Bagi musisi papan atas, ketika mengumumkan proyek konser virtualnya mereka sudah memiliki pelanggan atau pendengar. Mereka sendiri juga memiliki akses yang lebih luas kepada sponsor untuk mendanai proyeknya tersebut.

Namun, pemerintah turut serta berperan membantu dalam kemajuan industri musik Indonesia, khususnya di masa sulit ini. Pada tanggal 30 Maret 2021, presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik. Peraturan tersebut mewajibkan setiap orang yang memanfaatkan lagu atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial harus membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta dan atau pemilik hak terkait. Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dengan mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait melalui LMKN.

Dengan diterapkannya peraturan tersebut, kini hak atas karya-karya yang diciptakan oleh seluruh musisi Indonesia dapat terorganisir dengan lebih baik. Pihak pemilik hak terkait/pencipta karya memiliki perlindungan hukum atas hak cipta karya dengan sistem pembayaran royalti bagi kegiatan komersialisasi karya lagu/musik. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh musisi sekaligus dalam hal komersialisasi karyanya serta memotivasi mereka untuk terus berkarya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun