Pertunjukan seni malam ini ditutup dengan sebuah tarian berjudul "Balia", dalam prakteknya tarian ini adalah sebuah ritual sarana penyembuhan dari suatu penyakit dalam masyarakat suku kaili pada zaman dahulu. Lampu semua dimatikan, hanya cahaya pedupaan yang terlihat dengan beberapa orang penari mengelilingi pedupaan diiringi bunyi tetabuhan yang rancak sehingga mendorong para penari untuk bergerak dengan gaya yang tidak beraturan. Pada zaman dahulu tarian ini melibatkan roh-roh halus yang merasuki para penari sebagai media penyembuhan penyakit.
Balia. (Dokumentasi pribadi)
Sebuah jebakan yang kreatif, seandainya pada malam ini mengundang Pejabat untuk memberikan sambutan pasti tidak punya kesempatan untuk meninggalkan acara, karena acara sambutan diletakkan di belakang, hehehe... sebuah alur acara yang menginspirasi. Sambutan pada kesempatan ini disampaikan oleh penyelenggara, Pengurus dan para alumni IPPMST serta budayawan. Waktu menunjukkan pukul 22.30 WIB, TADULAKO FESTIVAL #3 "Melihat Sulawesi Tengah dari Tanah Rantau" resmi ditutup. Raut wajah ceria dari para penampil menandakan semua lelah selama mempersiapkan acara ini telah terbayarkan.
Foto bersama para penampil. (Dokumentasi IPPMST)
Dalam perjalanan pulang sambil memeluk kedua anak saya yang ikut menyaksikan pertunjukan malam ini, saya merasakan harapan masih ada. Kebudayaan lokal  masih ada, di tengah ancaman disintegrasi bangsa kita belajar mencintai Indonesia dengan ke-lokalan dan kemajemukan kita. Semoga kita menjadi generasi yang tetap berakar pada budaya lokal. Salam (M. Iqbal Rajaguni)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya