Di kejauhan, terdengar suara azan magrib bersahutan. Beberapa pengunjung mulai beranjak pulang, meninggalkan uang di atas meja atau dicatat Mak Minah di buku hutang yang sudah menguning.
Rizal membuka halaman baru di bukunya, mencelupkan pena ke dalam tinta kehidupan yang terus mengalir. Mungkin besok akan ada cerita baru, suara baru, harapan baru. Atau mungkin besok mereka harus berjuang lebih keras lagi.
Yang pasti, selama warung kopi Mak Minah masih berdiri, selama masih ada orang-orang yang mau duduk dan berbicara, selama masih ada yang mau mendengar dan menulis --- cerita ini tidak akan pernah benar-benar berakhir.
Di luar, lampu-lampu saling bersahutan satu persatu, berbaur dengan cahaya yang telah lelah berpendar, Â yang tersisa dari kesibukan serta kesakahan anak manusia. Rizal menutup bukunya dan membiarkan ceritanya tetap mengalir --- seperti kopi, seperti kehidupan, seperti suara-suara yang tidak pernah berhenti mencari jalan untuk didengar.Â
Seperti Rizal yang masih bergulat dengan baju putihnya yang lusuh.
-Tamat-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H