Dengan tenaga yang tersisa, Pak Salim bangkit untuk melakukan sholat malam terakhirnya. Setiap gerakan terasa begitu khusyuk, setiap bacaan mengalir dengan keikhlasan yang mendalam. Dalam sujudnya yang panjang, dia merasakan kehadiran Aminah yang begitu dekat, seperti sedang menunggunya di ambang pintu surga.
"Allahu Akbar," ucapnya untuk terakhir kali, suaranya nyaris tak terdengar. Ketika kepalanya menyentuh sajadah dalam sujud, seulas senyum terukir di wajahnya. Dalam keheningan malam itu, Pak Salim, sang penghamba yang setia, menghembuskan nafas terakhirnya —- meninggal dalam keadaan bersujud kepada Sang Pencipta yang dicintainya.
Fajar berikutnya, ketika jamaah subuh mendapati Pak Salim masih dalam posisi sujudnya, mereka tahu bahwa Allah telah memilih cara terindah untuk memanggil hamba-Nya untuk pulang. Wajahnya yang tersenyum dalam sujud menjadi kesaksian akan indahnya pertemuan dengan Sang Kekasih.
Kabar kepergian Pak Salim menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru desa. Langit pagi itu ikut pula berduka, meneteskan gerimis halus yang membasahi bumi. Namun di antara kesedihan itu, ada kedamaian yang tersembunyi dibalik kata. Semua yang hadir di pemakaman Pak Salim dapat merasakan bahwa ini bukanlah akhir yang menyedihkan — ini adalah awal dari sebuah pertemuan yang telah lama dinantikan.
Pak Salim dimakamkan di samping pusara Aminah, sebagaimana wasiatnya. Di batu nisannya terukir sederhana: "Di sini berbaring seorang hamba yang menemukan cintanya dalam pengabdian, dan kembali pada-Nya dalam keadaan bersujud."
-Tamat-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H