Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Angin Sore yang Berbisik di Antara Dedaunan

17 Agustus 2024   12:43 Diperbarui: 17 Agustus 2024   13:04 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Oleksandr P dari pexel.com

Daniar semakin gugup. Tidak pernah ada seorang pemuda yang berkata seperti itu sebelumnya. Dia hanya terdiam, manik matanya menatap Basri dengan penuh rasa kagum.

Basri, yang menyadari gelagat gugup Daniar, mencoba untuk mencairkan suasana. "Ayah, menyuruh saya untuk ketemu dengan Pak Karim, ada titipan dari Ayah saya," ucap Basri. "Saya juga dengar cerita tentang desa ini dari Ayah," katanya. "Kata Ayah, desa ini indah, dengan sungai yang mengalir tenang, sawah yang hijau." Basri membuang tatapannya agar Daniar tidak gugup.

"I-Iya benar, Tanah Datar ini memang desa yang indah," jawab Daniar, suaranya mulai tenang. "Tapi, hidup di sini sangat sederhana."

"Sederhana tapi penuh makna," sambar Basri, dia kembali menatap Daniar dengan tatapan tajamnya. "Seperti hidupmu, Daniar. Sederhana tapi penuh dengan keindahan." Tangan Basri menunjuk ke sekeliling. Basri terlihat kagum dengan kemeriahan pernikahan kakak Daniar itu.

Daniar tersipu malu. Dia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diri Basri. Pemuda itu memiliki aura yang menawan, membawa angin segar ke dalam hidupnya yang membosankan.

"Terima kasih," kata Daniar, suaranya teredam oleh rasa gugup.

"Sama-sama," jawab Basri, sambil tersenyum. "Saya harus bertemu ayahmu Daniar, di mana dia?"

"O... Mmm..." Mata Daniar mencari-cari sosok ayahnya, "itu..." tunjuknya. "Tapi, biarlah saya antar bertemu Ayah."

"Jangan, biar saya bertemu sendiri," tolak Basri, "Sampai ketemu lagi, Daniar."

Daniar hanya mengangguk, menatap punggung Basri yang berlalu dengan langkah ringan. Dia merasakan ada sesuatu yang hangat bergerak perlahan di sekujur tubuhnya, ada bunga yang baru saja mekar di taman hatinya, menebarkan aroma harum yang menenangkan jiwa.

Sejak hari itu, Daniar tidak bisa melupakan Basri. Selalu teringat pada senyum Basri yang menawan dengan tatapan matanya yang tajam penuh dengan makna. Dia merasa ada sesuatu yang istimewa dalam diri Basri, sesuatu yang membuatnya berbeda dari pemuda-pemuda lain di desanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun