Djumirah Jagadhita memang bukan pribumi asli, mata sipit dan kulit kuningnya buah hasil kawin silang antara Adipati dengan gadis keturunan Cina yang dipinangnya secara diam-diam. Gadis Cina yang berhasil memikat hati Adipati itu hanyalah seorang pedagang, bukan bangsawan.
Setelah Djumirah lahir, mereka berdua diasingkan ke Blora oleh Adipati. Djumirah dibesarkan oleh ibunya dengan kondisi yang serba kekurangan, Adipati tidak menghidupinya. Mei Lian Hua tidak menyerah, dia sudah menjadi seorang ibu, yang ada di dalam pikirannya hanyalah membesarkan buah hatinya dengan penuh kasih sayang.
Djumirah tumbuh menjadi gadis yang cantik, perpaduan ayah dan ibunya membuat wajah Djumirah terlihat berbeda dari gadis-gadis desa di Blora, tempat Djumirah besar dan tumbuh.
Takdirnya berubah semenjak Jepang mengaku sebagai saudara tua, mereka berhasil membuat gadis-gadis Blora buta hatinya. Dai Nippon juga berhasil merebut hati rakyat pribumi dengan melakukan penyiksaan terhadap Belanda beserta antek-anteknya yang menuhankan feodalisme demi harta dan tahta.
Djumirah beserta Ibunya bahagia ketika mendengar kekuasan Adipati lengser di tangan seorang pemuda Nippon, Agitho Hiroyuki juga berhasil meluluhkan hati Djumirah. Mereka pun menikah.
Kasih sayang berbumbu cinta dari pemuda Nippon tidak lama dia rasakan, cintanya berubah menjadi neraka, kasih sayangnya berbuah duka. Djumirah dijadikan mesin pemuas nafsu para tentara Jepang oleh suaminya sendiri.
Karena Djumirah tidak dapat memberikan buah hati setelah hampir setahun menikah dengannya, Agitho kesal. Padahal, di hari yang naas itu, saat Djumirah dijemput oleh tentara-tentara Nippon dia tengah berbadan dua, sedang hamil muda.
Di antara kasih sayang dan benci, terdapat garis tipis yang terkadang begitu samar. Rasa sayang yang dalam bisa berubah menjadi kebencian yang kejam, seperti pergantian musim yang penuh misteri.
Hati manusia memang sungguh sangat kusut, mereka dengan mudah menyimpan sejuta perasaan yang dapat bergeser secara tiba-tiba dari cinta yang tulus menjadi benci yang membara. Â
Entah mengapa Tuhan meng-install aplikasi kasih sayang di hati manusia. Mungkin karena cinta dan kasih sayang merupakan energi yang menggerakkan kehidupan, menghubungkan satu jiwa dengan yang lainnya.
Atau, mungkin juga kasih sayang dapat memberikan makna pada setiap tawa, tangis, dan perjuangan yang dihadapi manusia. Apakah manusia belajar untuk peduli, berbagi, dan memahami satu sama lain? Seperti matahari yang menyinari bumi, kasih sayang menerangi setiap sudut hati, membawa kehangatan dan harapan di tengah kegelapan?