Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dirundung Rindu di Ujung Cepu

23 Juni 2024   23:29 Diperbarui: 23 Juni 2024   23:40 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iyah adalah gadis yang supel, menghabiskan waktu bersamanya  memang menyenangkan, selain cerdas Iyah juga cantik, tidak butuh waktu lama bagi Ari untuk membalas cinta Iyah. Ibu dan Ayah Ari sangat senang dengan perangai Iyah, sopan, penurut, cerdas dan cantik. Bapaknya Ari menambahkan satu kalimat, gadis yang mandiri dan kuat.

Sejak awal perjumpaan Iyah dengan kedua orang tua Ari, mereka langsung senang, sangat jauh berbeda prilaku orang tua Ari dengan Tini, istrinya Ari. Iyah diterima dengan baik di keluarga Ari, bahkan Ira hingga saat ini masih sering bertemu Iyah, mereka berdua kadang janjian untuk nge-mall bareng, wajar saja karena mereka sama-sama tinggal di Jakarta.

Sepanjang perjalan pulang di atas motornya, Ari mencari sejuta alasan agar tidak diceramahi semalaman oleh Tini. Ari bukanlah laki-laki yang pandai mencari alasan, hingga ban motornya menyentuh pagar halaman rumah orang tuanya, alasan itu tidak juga muncul di kepalanya. Alhasil, dia harus berkata jujur dan siap menerima tembakan bertubi-tubi dari senapan mesin dengan peluru kata-kata tajam yang meluncur bebas dari mulut istrinya.

Kalau sudah begini, Ari hanya diam seribu bahasa, ada secuil perasaan menyesal dalam hatinya, seharusnya dia mendengarkan kata-kata ibunya, nasihat ayahnya dulu sebelum memutuskan untuk menikahi Tini. Namun, nasi sudah menjadi bubur, dia sudah dikaruniai tiga orang anak. 

"Besok Iyah datang, disuruh ibu... Aku juga tadi di telepon Iyah," ucap Ari pelan di hadapan istrinya yang sudah menunggunya sejak tadi.

Wajah Ari agak sedikit pucat, dia takut istrinya marah. Sore itu istrinya tidak marah, dia diam. Tas kerja Ari diambil dari pundak Ari, lalu dibawa masuk. Ari mematung kebingungan. Tini kembali keluar teras menghampiri Ari, dia menarik tangan kanan Ari dan menempelkan punggung tangan Ari ke keningnya. Ari masih diam terpaku. Tini menurunkan resleting jaket yang dipakai Ari, dia melepaskan jaket itu dari tubuh Ari.

"Duduk, Mas..." pinta Tini lembut. Tini juga menuntun Ari duduk di bangku teras yang berada di sebelah pintu masuk. Setelah Ari duduk, Tini berjongkok di hadapan Ari, dia melepaskan sepatu pantopel hitam yang dikenakan Ari beserta kaus kakinya. Sepatu itu diletakkannya di rak sepatu dengan rapi. "Mas mau ngopi dulu, apa mau langsung mandi?" tanya Tini setelah sepatu suaminya bersandar di rak sepatu.

"K-Ko-Kopi aja, Ma." Ari menjawab pertanyaan yang belum pernah keluar dari mulut istrinya dengan gugup.

"Sebentar ya, Mas." Tini mengucapkan kalimat itu dengan lembut sekali, belum pernah Ari mendengar Tini berbicara selembut ini.

Ari semakin bingung, apa yang terjadi dengan istrinya, mengapa dia berubah 180 derajat, perilaku aneh istrinya itu malah membuat Ari semakin cemas.

"Mah... Kamu... enggak apa-apa, kan?" tanya Ari ketika secangkir kopi beserta singkong goreng terhidang di atas meja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun