Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Argumentum Ad Hominem

5 Juni 2024   11:57 Diperbarui: 5 Juni 2024   13:45 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka pun mulai berbicara tentang ketertarikan mereka terhadap lingkungan. Diskusi mereka mengalir seperti aliran air sungai yang menyembur dari mata air pegunungan, mulai dari pembahasan tentang data ilmiah terbaru hingga kebijakan pemerintah yang menurut mereka perlu diperbaiki. Budi dan Anton menemukan banyak sekali kesamaan dalam sudut pandang, tetapi juga mereka kerap menemui perbedaan terhadap isu-isu yang menarik.

Anton, yang bekerja sebagai analis kebijakan di sebuah LSM lokal, berbagi pandangannya tentang pentingnya lobi politik untuk perubahan kebijakan. "Kadang-kadang, kita harus realistis dan berusaha mempengaruhi pembuat kebijakan melalui cara-cara yang mungkin tidak ideal, tapi efektif," kata Anton.

Budi, yang memiliki latar belakang pendidikan lingkungan, menambahkan, "Setuju. Tapi kita juga perlu terus mendidik masyarakat agar mereka sadar akan pentingnya perubahan perilaku. Karena pada akhirnya, perubahan besar terjadi ketika banyak orang mau berubah."

Diskusi mereka berlangsung selama berjam-jam, ditemani oleh beberapa cangkir kopi. Mereka bertukar nomor telepon dan berjanji untuk bertemu lagi di diskusi berikutnya. Seiring waktu, pertemanan mereka semakin akrab. Mereka sering bekerja sama dalam proyek-proyek lingkungan, mengadakan seminar, dan menulis artikel bersama.

***

Suatu hari, kafe itu mengadakan diskusi terbuka tentang kebijakan pengurangan emisi karbon. Anton dan Budi duduk bersebelahan, siap untuk berpartisipasi. Ketika moderator membuka sesi tanya jawab, Budi dengan penuh semangat menyampaikan pendapatnya tentang pentingnya kebijakan pengurangan emisi yang ketat.

"Kita harus segera mengurangi emisi karbon agar bisa menyelamatkan bumi dari pemanasan global. Banyak penelitian ilmiah menunjukkan bahwa emisi karbon dari aktivitas manusia mempercepat perubahan iklim," kata Budi.

Anton, yang juga ingin berkontribusi, merasa perlu menyampaikan pandangan yang berbeda. "Saya setuju bahwa kita perlu mengurangi emisi, tapi kita harus melakukannya dengan cara yang realistis dan tidak mengorbankan ekonomi masyarakat. Kita harus mencari jalan tengah yang bisa diterima oleh semua pihak."

Budi menanggapi, "Tapi jika kita terus menunda dan mencari jalan tengah, kita mungkin tidak akan pernah mencapai perubahan yang diperlukan. Kita butuh tindakan tegas sekarang!"

Diskusi menjadi semakin memanas. Anton merasa tersudut dan tanpa sadar melontarkan serangan yang bersifat pribadi. "Budi, kamu memang pintar bicara, tapi kamu tidak punya pengalaman bekerja di pemerintahan atau industri. Kamu tidak tahu bagaimana sulitnya mengimplementasikan kebijakan seperti itu di dunia nyata."

Budi terkejut ketika mendengar komentar pedas yang dilontarkan Anton. "Kenapa kamu menyerang pribadi saya? Gelar pendidikan atau pengalaman kerja saya tidak ada hubungannya dengan kebenaran argumen saya. Kita harus fokus pada fakta dan solusi, bukan menyerang pribadi satu sama lain."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun